Bab 11

2.5K 361 120
                                    

"Jimin, bangunlah. Taehyung dan keluarganya akan datang pagi ini." Wanita paruh baya itu memandangi putra bungsunya dengan hangat, senyuman kecil tersemat di bibirnya. "Jimin, ayo Nak. Bukankah kau membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk bersiap-siap?" Nyonya Park mulai memijat lengannya lembut. Berharap hal itu akan membangunkan putranya.

Ia menghela napas kala Jimin tidak sama sekali menggubris dirinya, sedikit kencang mengguncang tubuh putranya. Nyonya Park pun akhirnya merasa kesal. Ia menarik turun selimut yang menutupi tubuh Jimin secara utuh. "Park Jimin-ssi? Apa kau sudah berhenti mendengarkan ibumu bicara?"

Jimin menghela napasnya. Matanya yang masih tertutup, tidak menghalangi dirinya untuk mengeluh karena merasa terganggu. Ia menggeram tak suka. "Hentikan, Eomma. Aku masih ingin tidur." Jimin menendang angin dengan kakinya. Membuat Nyonya Park terkekeh lalu menarik gemas kedua pipi Jimin.

"Ugh! Eomma!" pekik Jimin kesal. Ia mendorong pelan lengan ibunya, lalu duduk di atas ranjangnya dengan suara dengungan-- bak protes yang selalu dilakukan anak-anak, yang tak berhenti terdengar dari bibirnya. Kedua tangannya terkepal untuk menggosok matanya yang masih betah tertutup rapat.

Nyonya Park tertawa kecil lalu mengusak rambut berantakan Jimin, ia pun berdiri dari duduknya. "Mandilah, Sayang. Kita sarapan bersama, hum?" Jimin mengangguk paham. Untuk beberapa saat, ia memilih untuk duduk di atas ranjangnya. Menatap kosong pintu kamarnya yang tertutup rapat, lalu sesuatu teringat di dalam kepalanya. Membuatnya bergegas untuk menyiapkan diri.
*****


"Eomma, aku boleh memakannya di jalan lagi seperti waktu itu?" Jimin meminta. Membuat sang ibu mengerutkan dahinya bingung.

"Di jalan lagi? Sarapan di dalam taksi maksudmu?" Jimin mengangguk cepat. Ia tidak bisa terlambat. "Jimin, apa kau lupa?".

"Uhn?" Ia mengerutkan dahinya, kedua tangannya mulai bersandar di atas meja makan. "Lupa apa, Eomma? Ayolah, aku bisa terlambat."

"Jimin, keluarga Taehyung akan datang kemari." Tegas Nyonya Park. Dan ia hanya bisa menatapnya bingung. "Duduk, Jim. Kau tidak akan bekerja hari ini. Kau tidak boleh meninggalkan rumah. Hubungilah kediaman Tuan Min dan katakan kau tidak bisa datang."

"Eomma!" keluh Jimin tak suka.

"Tidak, Jimin. Kau tidak mungkin bekerja saat Taehyung dan keluarganya akan datang untuk melamarmu. Lagipula semestinya kau sudah meminta izin pada istri Tuan Min, bahwa kau tidak akan bisa hadir untuk hari ini."

"Eomma! Kau tidak mengerti. Jika bukan aku yang merawat Tuan Min, maka tidak--"

Nyonya Park menghela napasnya. "Yeobo, apa yang akan kaukatakan pada putra bungsu kita sekarang?" Nyonya Park yang sudah menyerah untuk berdebat, akhirnya meminta keputusan dari Tuan Park. Yang saat ini hanya duduk dengan koran di tangannya.

Pria paruh baya itu hanya diam dan menatap kedua orang yang sama berharganya untuknya, ia menghela napas bingung. Melipat korannya dan kembali mematai istri dan anaknya bingung. "Seharusnya Namjoon ada di sini hari ini," bisiknya seraya memijat pangkal hidungnya.

Bukan sebuah kesalahan kala ia tak bisa memutuskan sesuatu hal, jika itu berhubungan dengan istri dan putra bungsunya. Mereka memiliki banyak kesamaan; wajah yang rupawan, senyuman yang manis, kepedulian yang tinggi, kemampuan untuk menghibur orang lain, dan yang tak bisa dihindari adalah; bibir mereka yang bisa mengoceh selama duapuluh empat jam sehari, dan juga tingkat keras kepala mereka.

Memenangkan salah satunya, sama dengan mencari mati.

"Appa..." Jimin yang mulai merasa kesal, kini sudah merajuk dengan menghentakkan kakinya.

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang