BAB 30

791 111 40
                                    

"Apa yang dokter katakan, Namjoon?"

Pemuda dengan paras tampan dan potongan garis wajah yang tegas itu kini terlihat begitu berantakan. Lingkaran hitam di bawah mata dan bibirnya yang memucat, seolah kehidupan telah disedot habis dari tubuhnya. Ia berjalan lunglai menuju bangsal rumah sakit sang Suami, lalu duduk di salah satu kursi tunggu dan mendesah berat, mengusak wajahnya kasar karena tenaganya yang sudah sama sekali hilang. "Dokter Yang bilang kita bisa mendapatkan jadwal operasi besok pagi. Semoga keadaan Seokjin sudah lebih baik besok, tekanan darahnya masih saja rendah dan dokter tidak ingin mengambil risiko, untuk itu, sementara kita menunggu Seokjin membaik, kita juga bisa membantunya dengan cairan infus."

Ia menarik napasnya dalam. Berniat untuk kembali berdiri dari duduknya. "Aku akan menyiapkan pemindahan kelas ruangan Seokjin, setidaknya, jika dia berada di kelas I suasananya akan lebih tenang dan dia bisa memiliki lebih banyak udara segar."

Namun Tuan Park menyentuh bahunya dan memijatnya pelan. "Biar aku saja, kau makanlah saja dulu. Ibumu sudah membuatkanmu makanan. Setelah itu, beristirahatlah sejenak."

"Aku tidak akan pulang, Appa." Keluh Namjoon seperti anak kecil yang tengah merajuk.

"Aku tahu." Potong Tuan Park. "Tidurlah di lobi gedung ruang rawat, setidaknya akan lebih mudah bagi kami untuk mencarimu jika ada sesuatu."

Ia mendesah pasrah, memilih untuk menuruti sang Ayah. Karena ibunya pun berkata, bahwa Tuan Park sudah memiliki pengalaman untuk hal-hal seperti ini, Namjoon bisa sedikit melenturkan ketegangan ototnya dan membagi bebannya pada sang Ayah.

"Apa aku harus menyuapimu? Kau bahkan akan segera menjadi seorang ayah." Nyonya Park berkelakar, berharap putranya akan menyunggingkan sebuah senyuman walaupun hanya decehan atau dengusan pelan.

Usahanya berhasil, Namjoon mendengus pelan dan menggelengkan kepalanya. Meraih sumpit dan sendok itu dari tangan sang Ibu, lalu memilih untuk menyuapkan beberapa potong telur dadar dan ayam pedas manis itu ke dalam mulutnya. Merasakan kehangatan yang sama, yang biasa Seokjin juga suguhkan padanya.

Jika ada hal yang membuat Namjoon jatuh cinta pada Kim Seokjin, maka kelembutan dan kehangatan yang lelaki itu tunjukkan lewat masakannya adalah salah satunya. Namjoon masih mengingatnya, betapa lelakinya itu selalu semangat untuk belajar memasak bersama dengan ibunya, mengatakan bahwa ia merasa kagum pada cara Nyonya Park memasan dan ingin mencuri sedikit dari ilmunya. Dan sepertinya ia berhasil, karena sekarang, Namjoon tidak pernah bisa membedakan masakan keduanya.

Air mata itu turun bahkan ketika rahang tegasnya sibuk mengunyah dan wajahnya terlihat begitu datar. "I miss you, Bae. Please, wake up …," ujarnya lirih seraya menggenggam erat sebelah tangan Seokjin, membuat Nyonya Park yang berdiri di belakang putranya hanya bisa mengusap lengan Namjoon. Berharap ia bisa menghantarkan sedikit kekuatan untuk putra sulungnya.

Ia mengerti, pikiran Namjoon pasti terbagi. Dan untuk saat ini, biarkan Namjoon mementingkan suami dan anaknya lebih dahulu. Nyonya Park yakin, mereka akan segera mendengar kabar dari pria yang Seokjin pintai tolong tempo hari.

"Kau tidak ingin menghabiskannya, Nak?" ujarnya lembut, melihat Namjoon hanya menyentuh setengah dari masakannya.

Lelaki itu menggeleng. "Aku benar-benar tidak bisa memaksa diriku untuk itu, Eomma. Perutku merasa tidak nyaman. Aku akan--" Leher itu menoleh cepat saat jemari lentik dalam genggamannya bergerak lemah, berdiri dari duduknya, Namjoon menggoyangkan pelan pundak suaminya. Membuat Nyonya Park ikut merasa panik.

"Sayang? Seokjin, you're awake?" gumamnya gugup, suara tegasnya terdengar gemetar. Mematai panik suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala, air mata membasahi pipi tirusnya. "Seokjin-ah …." Tangisnya pecah saat mata cantik yang dirindukannya perlahan terbuka dan mengerjap lemah.

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang