Halo! YoonMin for your beautiful life. 💗
Sejujurnya, Jimin masih terlampau buta akan nasihat acak yang diberikan ayahnya malam ini. Seolah-olah, Jimin sudah melakukan sebuah kesalahan besar. Tapi apa?
Jimin sama sekali buta. Dan ayahnya, sama sekali tidak tertarik untuk memberikan putra bungsunya itu secercah cahaya. Pria yang sudah memasuki masa keemasannya itu, justru total bungkam. Enggan meminjamkan Jimin kompas atau sekadar lentera untuk membantunya memecahkan pintu gua.
Jimin mendengus. Sesungguhnya, dia sama sekali tidak ingin memikirkan apa pun secara berlebihan. Apalagi, ini bisa saja sekadar doa yang biasa orang tuanya sampaikan secara acak. Baik pada dirinya, maupun Namjoon.
Tapi, mengingat bagaimana sikap ayahnya sejak akhir pekan itu … mau tidak mau, Jimin tidak bisa berpura-pura dan menutup mata.
Ia mengerang dan menendang selimutnya asal, menahan kesal. "Aku tidak peduli!" ujarnya, sebelum memilih untuk memejamkan mata dan pergi tidur.
Kepalanya sudah terlalu banyak beban dari misteri kehidupan Yoongi, dan ia tak lagi ingin menambah muatannya dengan masalah baru.
Bicara tentang Yoongi, sepertinya Jimin akan kembali berpikir dan menyusun rencana, bahkan di dalam tidurnya.
Ia akan memastikan, bahwa lelaki itu akan selalu baik-baik saja.
***
"Kau sudah selesai bersiap-siap?"
Jimin menganggukkan kepalanya, merasa bodoh saat ia sadar Taehyung tidak bisa melihatnya. "Aku bahkan sudah berada di dalam bus." Ia menunduk dan memainkan jemari mungilnya di atas paha.
Taehyung terkekeh. "Jimin," sapanya, yang hanya diamini dengan sebuah dehaman kecil, "jangan lagi merasa canggung. Sungguh, aku sudah baik-baik saja. Aku hanya merasa cemburu padanya, itu saja. Tapi karena kau menghubungiku lebih dulu seperti ini, mood-ku membaik."
Jimin tersenyum tipis. Melirik jendela di samping kanannya, menyandarkan pelipisnya di sana. Mematai jalanan Busan pagi ini. "Hari ini sedikit berkabut, Tae … " bisiknya lirih, "it feels blue." Lelaki berperawakan mungil itu menghela napasnya lelah.
"Kau menggunakan syal dan mantel, kan?"
"Ya, tentu saja. Aku tidak boleh sakit kan?"
Taehyung tertawa kecil. "Ya, tentu. Calon tunanganku tidak boleh sakit. Jimin, aku mendapatkan tawaran untuk tuxedo kita. Dari teman baikku, Park Seojoon. Dia bersedia memberikan kita pakaian hasil desain terbarunya, mau mengambilnya?" tanya Taehyung antusias.
Jimin tersenyum kecil mendengar Taehyung yang begitu bersemangat menjelang hari pertunangan mereka. Rasanya sudah lama dia tidak mendengar Taehyung setulus itu, mau tidak mau ia pun ikut masuk ke dalam mood yang Taehyung ciptakan. "Kalau memang menurutmu, tuxedo yang dia desain akan terlihat bagus di tubuhku, kenapa tidak? Itu pasti akan menjadi hadiah pertunangan yang tidak terlupakan untuk kita."
Taehyung berdeham senang. "Ya, Jimin. Ya. Tentu saja. Temanku akan sangat senang mendengarnya. Oh, dan tentang tamu undangan. Apa kau benar-benar tidak ingin mengundang orang lain? Maksudku, teman-teman dari rumah sakit, atau teman-teman semasa kita sekolah dulu. Aku membicarakan tentang pertunangan kita di hari Minggu nanti, dan mereka merasa sangat antusias. Rasanya sayang sekali jika kita merayakannya hanya bersama dengan keluarga, mereka juga pasti ingin ikut berbagi kebahagiaan."
Jimin can tell, senyuman kotak itu, kini pasti tengah terlihat jelas mengisi raut wajah bahagia kekasihnya. "Tapi, Tae. Aku merasa ini adalah kesempatan untuk kau, aku, dan keluarga kita saling mengenal satu sama lain. Mencoba untuk menjadi semakin dekat. Aku ingin semuanya berjalan dengan intens, antara keluargamu dan keluargaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN OF HOPE
FanfictionA Yoonmin Fanfiction "Hanya karena dirimu. Terima kasih, telah membawaku hidup kembali."