BAB 19

1.5K 209 57
                                    

Ia mengembuskan napasnya saat lelaki Park itu meninggalkan kamarnya--dengan dalih ingin mengecek keadaan.

Ia memalingkan wajahnya saat orang kepercayaan, yang sudah ia anggap sebagai ayah dan temannya sendiri itu, tidak berhenti memandang dirinya dengan tatapan menuntut penjelasan.

Dan, saat tatapan itu sama sekali tidak berubah, Yoongi memilih untuk menggeram kesal. Membuat pria yang lebih tua itu tersenyum kecil.

"Jimin tidak akan bisa mengeluarkanku dari sini," ujarnya yakin. "Kau tahu sendiri bagaimana Hoseok mengurungku selama hampir tujuh tahun di rumah ini. Aku bahkan tidak yakin, jika rumah ini masih menjadi milikku, selain dengan bukti sertifikat kepemilikan."

Pria itu terkekeh pelan, suaranya terdengar begitu menenangkan. Membuat siapa pun akan merasa nyaman berada di dekat sosoknya, termasuk Yoongi. "Kalau begitu, bukankah sudah waktunya bagimu untuk menegaskan apa yang seharusnya menjadi milikmu, Tuan?"

Manik legam itu beralih untuk menatap pria yang lebih tua. Dahinya berkerut samar.

Pria itu mengangguk pasti dengan sebuah senyuman lembut. "Aku memiliki kepercayaan dalam dirinya. Park Jimin mampu membawamu ke luar dari semua kerumitan ini, kau hanya perlu percaya dan membiarkan hatimu menggantungkan harapannya. Aku yakin, Park Jimin tidak akan menjadi alasanmu untuk kembali jatuh."

Ia menatap pria itu dengan tatapan tajamnya, lalu beralih pada pintu kamarnya yang kembali memperlihatkan sosok Jimin. Lelaki itu berdiri di sana, menatap dirinya pasti dengan binar di matanya, sebuah senyuman tipis tersemat di bibir berisinya.

"Hyung, kita bisa mengelabui mereka."

***

Berkali-kali Yoongi mengembuskan napasnya dengan desahan kesal. Ia tak habis pikir, pada siapa sebenarnya Tuan Go menjual kesetiaannya? Dibandingkan dengan mendengarkan dirinya, pria itu lebih sering mendengarkan ucapan dan titah dari Jimin.

Seperti saat ini, setelah Jimin menjelaskan bahwa mereka bisa mengelabui asisten rumah tangga Yoongi yang lain, Yoongi menentangnya karena ia tahu Hoseok memiliki mata di mana pun ia berada. Ia bahkan meminta Tuan Go untuk mendukung ucapannya, namun pria itu justru membenarkan ide Jimin dan ikut memaksa dirinya untuk melakukan terapi.

"Hyung."

Ia mendengus mendengar rengekan Jimin yang duduk di samping pengemudi. Yoongi tidak akan terbeli hanya dengan sikap manja yang Jimin jual.

"Ahh, Yoongi Hyung. Lihat aku!" Rengeknya lagi. "Apa kau mau berpura-pura tidak menyadari kepedulianku?"

Lelaki Park itu mencebikkan bibirnya, kembali menghadap ke arah depan dengan kepala yang tertunduk. Berharap Yoongi yang duduk di kursi belakang mobil akan termakan pancingannya.

"Aku sudah sibuk meminta tolong pada Seokjin Hyung yang sedang hamil besar, aku sudah memohon pada Dokter Moon agar ia membiarkan Yoongi Hyung tidak mengikuti peraturan rumah sakitnya tentang jadwal temu dokter, aku sudah sibuk mencari cara agar Bibi Jung dan Bibi Oh tidak menyadari usaha kabur kita, aku bahkan sudah menyemangati Paman Go agar ia tidak keberatan untuk membantuku meloloskan rencana ini." Ia mengangkat wajahnya dan memelas menatap Tuan Go yang masih sibuk memperhatikan jalanan. "Paman, bukankah Yoongi Hyung sudah keterlaluan?"

Dan, sepertinya Min Yoongi sudah hafal. Ia tidak akan mendapatkan ketenangan sepanjang perjalanan mereka.

***

Jimin mendesah pelan, memperhatikan Yoongi yang terlihat begitu resah di atas kursi rodanya.

Tuan Go tengah mengurus administrasinya, dan pria itu meminta agar Yoongi dan Jimin menunggunya selagi ia mengurus semuanya.

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang