BAB 33

815 117 72
                                    

Special thanks to you, Guys, yang masih nungguin bukunya untuk update.

Happy reading, Kesayangan! 💜💜💜


TRIGGER WARNING!
Bold & Harsh Words, Insults, Mention of Inconsent Sexual Activities, Mention of Betrayal & Cheating

Dengan panik Taehyung segera turun dari mobilnya, menghampiri ambulans yang membawa kekasihnya.

"Dokter Kim, kau tidak bisa memarkirkan mobilmu di depan IGD."

Taehyung menoleh ke arah salah satu anggota keamanan yang berusaha untuk menarik lengannya. Menyentuh tangan yang menyentuh tubuhnya, mencengkeramnya erat. "Tolong, tolong bantu aku. Calon suamiku sedang membutuhkanku. Kunci mobilnya masih tergantung di sana," ujarnya kalut. Dan saat salah satu anggota tim keamanan rumah sakit itu menganggukkan kepalanya, Taehyung pun kembali berusaha membantu Jimin untuk turun dari ambulans dengan brankar.

"Be hurry, please," ujarnya panik. Air mata menggenangi mata elangnya, seluruh tubuhnya kini terasa dingin. Taehyung gemetar semakin hebat setiap kali langkah kaki mereka menggiring mereka semakin dekat pada ruang gawat darurat.

"Dokter Kim …."

Taehyung mengangkat wajahnya dari wajah pasi Jimin yang masih terbaring lemah di atas brankar. Mendorong brankar itu hingga salah satu dokter yang bertugas di ruang gawat darurat, mencapai brankar Jimin. "Tolong dia, Jisoo-ya." Ia memelas pada dokter residen di hadapannya. "Tolong Jiminku."

Gadis yang mematung itu pun menganggukkan kepalanya, mulai berbicara dengan salah satu tim paramedis yang menangani Jimin.

"Jisoo-ya …," Taehyung melirih saat mereka berhasil menempatkan Jimin pada salah satu ranjang di ruang gawat darurat.

Gadis itu mengangguk pasti. "Jangan khawatir, Dokter Kim. Kami akan mengusahakan yang terbaik." Ia pun mulai memberikan tindakan pada Jimin. "Panggil Dokter Kim Soobin sekarang!" titahnya di saat Jimin sama sekali tidak merespons. "Siapkan EKG!"

"Jimin, please wake up," bisiknya dengan air mata yang mengaliri pipinya.

*****

Tiga jam berlalu begitu saja sejak Jimin kehilangan kesadarannya. Dokter yang menanganinya mengatakan bahwa semua itu berasal dari perasaan tertekan yang sedang Jimin rasakan, tetapi lelakinya sama sekali belum sadarkan diri.

Taehyung tidak pernah beranjak dari sisi Jiminnya, ia menggenggam tangan itu erat, berharap kekhawatirannya akan membangunkan Jimin dari lelapnya.

Ya, semestinya. Karena Jiminnya selalu melakukan itu. Jiminnya tidak pernah membiarkan Taehyung merasa khawatir. Jiminnya selalu dapat menenangkan kegundahan Taehyung, kapan pun. Untuk alasan apa pun.

"Taehyung, kita harus menghubungi keluarga Jimin di Busan."

Taehyung mendengus dan mengacak serta menjambak rambutnya pelan. Entah mengapa, ucapan Nyonya Kim membuat Taehyung merasa marah. "Ini sudah malam, Ma. Kita tidak bisa membuat mereka datang kemari. Mereka baru saja kembali ke Busan," ujarnya lembut, menahan emosi yang menggelitik dadanya.

"Tapi mereka berhak untuk tahu keadaan putra mereka, Taehyung."

"Aku akan memberi tahunya nanti." Taehyung menundukkan wajahnya seraya memejamkan matanya erat. Berusaha untuk mengontrol emosi di dalam dirinya.

"Kapan? Di saat Jimin bangun dari tidur lelapnya dan mengatakan tentang semua yang terjadi di antara kalian?"

Dahi itu berkerut mendengar ucapan sang Ibu. Wajahnya kembali mendongak. "Apa maksudmu, Ma?"

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang