Bab 2

3.4K 496 81
                                    

"Jimin? Ada apa?" Nyonya Park terlihat bingung saat Jimin hanya terus tersenyum saat menyantap makan malamnya. "Uhm?" Jimin mengangkat kepalanya yang sedaritadi hanya menunduk menyembunyikan senyumannya yang tak bisa berhenti mengembang. "Tidak, Eomma. Tidak apa-apa." Jimin menggelengkan kepalanya canggung. Entahlah, Jimin hanya merasa harus menyembunyikan senyumnya.

"Apa harimu menyenangkan, Jimin? Sepertinya kau tidak kesulitan merawat Tuan Min." Tebak Seokjin. Jimin tertawa kecil, tipikal Jimin saat sedang bahagia. Dan Seokjin mengetahuinya dengan pasti. Ia tersenyum kecil mendapati wajah Jimin yang bersemu merah, "kurasa begitu." Seokjin menjawab pertanyaannya sendiri.

Jimin berdehem kecil lalu mengelap sudut bibirnya dengan serbet, "aku bisa menghadapi Min Yoongi dengan baik karena semua wejangan darimu, hyung. Aku tidak banyak melakukan perubahan, tapi setidaknya aku bisa meminimalisir kesalahan." Jimin tersenyum.

Seokjin mendengus tak percaya sebelum ia tertawa kecil kemudian, "kupikir seorang Park Jimin tidak cukup dekat dengan pasiennya untuk dapat memanggil namanya tanpa sebuah embel-embel sopan santun."

Mata Jimin membulat lebar, ia tidak mengerti mengapa mulut manisnya itu melemparkan ucapan spontan begitu saja. "Aku.. hanya sedang mencoba mengakrabkan diri dengan pasienku. Kau tahu, maksudku, Tuan Min adalah pasien privat pertamaku. Dan aku merasa sangat bahagia karena bisa mendapatkan pengalaman yang baik seperti ini." Bela Jimin pada dirinya.

Nyonya Park terkekeh kecil, membuat atensi semua orang di meja makan beralih pada dirinya. "Tapi kau harus tahu batasan, nak. Dari apa yang aku dengar dari Seokjin, Tuan Min itu jauh lebih tua dari Seokjin, apalagi jika dibandingkan denganmu. Lagipula dia sudah menikah, jadi-"

"Stop sampai disitu, Nyonya Park. Park Jimin anakmu yang paling menggemaskan diseluruh jagat raya ini, adalah orang yang profesional. Oke?" Jimin memotong ucapan Nyonya Park sembari memutar matanya malas. "Tolong jangan berpikir terlalu jauh, keluargaku sayang. Aku baru saja sehari bertemu dengannya, sekalipun aku harus jatuh hati padanya, itu memerlukan waktu yang lama. Dan mungkin harus menunggu Taehyung dan aku putus dulu, karena aku sangat mencintai kekasihku." Jelasnya panjang lebar.

Namjoon berdecih dengan mulutnya yang masih dipenuhi makanan. Membuat Jimin mengerucutkan bibirnya sebal dan alis matanya menukik tajam. Meminta penjelasan. "Pertama, kau bilang kau orang yang selalu menepati janji. Tapi saat kau berjanji tidak akan berpacaran selama kuliah, kau mengingkarinya dengan berpacaran dengan Taehyung." Namjoon berucap sembari mengangkat tangan kirinya di atas meja dan membiarkan jari kelingkingnya berdiri.

"Kedua," ia mengangkat jari manis tangan kirinya dan berbicara sembari sesekali menekan sumpitnya ke dasar piring. "Kau bilang kau bukan pembohong, tapi saat kau berkata tidak akan tinggal satu atap bersama seseorang yang baru saja kau kenal, kau justru sudah tinggal satu atap bahkan satu kamar bersama Kim Taehyung."

"Ketiga," Namjoon mengangkat jari tengahnya, membiarkan ketiga jarinya berdiri tegak menantang mata kecil Jimin. "Kau bilang dirimu profesional? Lalu kenapa Taehyung selalu merengek ditelepon pada Eomma, bahwa kau selalu bercerita tentang betapa tampannya pasien yang kau rawat, atau betapa cantiknya seorang pasien yang kau lihat dirumah sakit tempatmu bekerja?"

Jimin mendecak kesal sebelum Namjoon dapat menyerangnya lebih jauh lagi. "Kau mau jawabanku, monster hyung?"

Ah, ejekan itu lagi.

"Tentu saja, makhluk bulat. Aku butuh jawaban atas pernyataan sekaligus pertanyaanku."

Ya ampun, mereka tidak pernah berubah.

Jimin menghela napas dan mendengus sebal akan ejekan Namjoon padanya semasa mereka kecil, "pertama," Jimin mengangkat jari telunjuk kirinya ke hadapan wajah Namjoon. "Masalah pacaran itu adalah urusan hati, mana bisa kita menolak cinta yang sudah Tuhan berikan untuk mengisi bagian yang kurang di dalam diri kita? So, bukan Jiminie yang salah. Tapi hati." Jelasnya sembari menepuk dada, percaya diri.

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang