BAB 43

620 84 32
                                    

"Sial! Bagaimana bisa!" Ia meninju dinding yang paling dekat dengan kepalan tangannya, menjambak puncak kepalanya kemudian. Berusaha untuk menekan amarah hasil rasa frustrasinya atas hal yang baru saja ia saksikan. Ia menarik napasnya dalam setelah beberapa saat memejamkan mata sambil terus berjalan mondar-mandir, melirik partner kerjanya dengan binar penuh harapan kemudian. "Apa kau sudah memeriksa kontak antara Nyonya Jung dan Jeon Jungkook? Mungkin saja dia pembunuhnya, bukan?"

Namun lelaki yang lebih muda menggelengkan kepalanya. "Aku sudah berusaha untuk menggali kemungkinan itu tapi, nihil. Tidak pernah ada satu pun riwayat percakapan pribadi antara Jeon Jungkook dengan Nyonya Jung. Sekalipun dialah dalang di balik kematian Nyonya Jung, kita tidak bisa membuktikan apa pun."

"Tapi, melihat bagaimana semua kisah ini berjalan, aku yakin, setidaknya Jeon Jungkook pasti menjadi penghasut dalam kasus ini."

"Aku menemukan ini!" Seorang wanita dari tim forensik itu mengacungkan tangannya yang masih menggunakan APD lengkap.

Membuat polisi itu mengerutkan kening dengan embusan napas kasar. Menutupnya sebagai kasus bunuh diri, sama dengan tamparan besar bagi dirinya.

*****

"Hyung …," ucap Jimin gemetar. Kaki itu bergerak perlahan menghampiri Yoongi yang masih kesulitan untuk membuka kedua matanya. Ia menggigit bagian dalam bibirnya, menahan perasaan gugup akan hasil dari operasi yang Yoongi terima hampir dua minggu lalu itu.

Dokter itu segera melakukan pemeriksaan dasar ketika Yoongi berhasil untuk membuka kedua kelopak matanya perlahan, lalu sebuah senyuman penuh kelegaan muncul di wajah sang Dokter. Ia menatap Jimin dan Tuan Go bergantian, menganggukkan kepalanya kemudian. "Selamat, Tuan. Operasinya berjalan dengan baik." Dokter itu tersenyum ramah. "Tuan Min kembali mendapatkan fungsi penglihatannya tetapi, kita akan tetap melakukan pemeriksaan menyeluruh setelah ini. Aku akan menyiapkannya terlebih dahulu. Kalau begitu permisi." Dokter wanita itu menunduk sopan sebelum berjalan keluar dari ruang rawat Yoongi.

Sebuah decehan yang diiringi isak tangis, air mata, juga kekehan dari Jimin terdengar samar memenuhi ruang rawat VIP itu. Kedua tangan mungilnya refleks membawa tubuhnya untuk mendekap leher lelaki yang lebih tua. Jimin masih menggunakan seragam bertugasnya saat ini tetapi, ia tidak peduli, Yoongi lebih penting daripada membersihkan diri dan beristirahat.

Yoongi tersenyum dalam pelukan itu, mengusap punggung Jimin lembut dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya memastikan Jimin tidak akan terjatuh dari tepi ranjang di pinggangnya. Ia tahu, ledakan berbagai macam ekspresi dari Jimin yang menjadi satu saat ini, adalah salah satu cara lelaki itu untuk mengungkapkan perasaan leganya. Maka ia hanya akan membiarkan Jimin menggunakan waktunya sebanyak yang ia mau dalam dekapannya. Min Yoongi tahu, Park Jimin melalui lebih banyak hal daripada dirinya.

Ia melirik Tuan Go perlahan, otot matanya masih terasa sedikit pegal setelah sekian lama menutup untuk beristirahat dan memaksimalkan kembali fungsi kerja mereka. Tersenyum kemudian saat pria yang sudah seperti ayah kandungnya sendiri itu menganggukkan kepalanya dengan senyuman teduh di bibir.

Namun tak lama setelahnya, pria itu segera mengeluarkan ponselnya dan menerima sebuah sambungan telepon di luar kamar rawat Yoongi.

Yoongi mengembuskan napasnya kasar.

Tolong, jangan berita buruk.

*****

Setelah seharian penuh menjalani alur pemeriksaan, sore hari ini mereka akhirnya bisa bernapas lega.

"Semua hasil pemeriksaannya dikatakan baik, Hyung." Jimin tersenyum melihat dokumen pemeriksaan di tangannya. Ia bahkan sudah meminta dokter untuk mengulang setidaknya tiga kali, bahwa segalanya benar-benar berjalan baik bagi Yoongi. "Kau juga  diizinkan pulang malam ini."

BORN OF HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang