Abstrak VI

3.1K 515 55
                                    

Jangan terlalu nungguin series ini, cuma iseng, jadi updatenya kalo lagi niat aja wkwk

Mulai chapter ini kedepan, flashbacknya paling dikit-dikit aja, gak maju mundur (cantik) lagi

And, happy reading~

.
.

Hari-hari berlalu dengan cukup lambat, dan Wei Wuxian masih belum bisa mengenyahkan perasaan campur aduk akibat pertemuannya dengan Lan Wangji.

Terutama setelah percakapan penuh emosional mereka tiga minggu yang lalu, ia hampir tidak bisa tidur dan selalu dihantui oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan Wangji lakukan setelah mengetahui kebenaran tentang Sizhui.

Ia tau pasti, seberapa ambisiusnya Lan Wangji ketika ia sudah menginginkan sesuatu.

Wei Wuxian tau pasti, betapa mengerikannya mantan kekasihnya ketika tekat telah terbentuk dalam dirinya.

"Mama."

Atensinya teralihkan pada Sizhui yang tiba-tiba bangun dari tidurnya. Bocah kecil itu beringsut mendusel didada sang mama dan mengulurlan tangan mungilnya untuk membelai pipi lembut orang yang telah melahirkannya, "kenapa A Yuan bangun?" Ia bertanya lembut, mengecupi tangan mungil itu dengan sayang.

"A Yuan mimpi beltemu papa."

Deg

Sesuatu seperti baru saja meremas hatinya hingga terasa ngilu. Ibu satu anak itu langsung mendekap putra kesayangannya dengan cukup erat, "papa?"

Bocah itu mengangguk, "Mn. Wajahnya seperti paman doktel yang melawat A Yuan, dia membawa banyak balon dan bawa A Yuan telbang." Celotehnya dengan aksen cadel yang khas.

"Oh! A Yuan juga dibeliin banyak es klim lasa coklat!"

Pada saat ini, Wei Wuxian tak kuasa menahan air matanya yang sudah berdesakan dipelupuk mata, ia menggigit bibir bawahnya agar isakan tak segera lolos dari bibirnya.

Bagaimana bisa ia baik-baik saja ketika mendengar celotehan puteranya tentang sang ayah yang tak pernah ia temui seumur hidupnya? Setidaknya sampai pertemuan mereka di rumah sakit.

Hatinya mencelos, tak kuasa menahan kesedihan yang meringkusnya dengan begitu brutal.

"Apa A Yuan ingin bertemu papa?" Ia bertanya meski dengan suara tertahan, hanya agar putranya tak menyadari bahwa wajahnya telah sepenuhnya basah oleh air mata.

Namun, sepertinya bocah itu malah lebih peka.

Dengan mengejutkan tangan mungil itu sudah menyapu air mata dipipi sang mama, dengan mata berkaca-kaca ia menatap Wei Wuxian yang masih terkejut, "A Yuan tidak mau beltemu papa. Dia membuat mama menangis sepelti ini."

Dan pecah, tangis Wei Wuxian pecah dihadapan putranya sendiri. Isakan yang sedari tadi ia tahan akhirnya berhamburan.

"A Yuan, maafkan mama."

Ia merasa bersalah pada putranya, karena telah memberinya kehidupan yang sulit. Wei Wuxian merasa menjadi ibu yang sangat buruk karena membuat putra kecilnya harus merasakan masa kecil seperti ini.

Chateau de WangxianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang