• 17 •

1 1 0
                                    

Playing Now
Black Veil Brides | Nobody's Hero

⏪⏸⏩

Baiklah, sepertinya kali ini Azazel menantang maut, membantah ucapan para Kakaknya sama saja dengan mencari mati.

Tapi Azazel benar-benar tak bisa membendung rasa penasarannya, sejak dimana kejadian ada yang menetuk pintu WC-nya, lalu sesuatu yang dia lihat, Azazel benar-benar dibuat penasaran.

Kepalanya celingukan, memastikan jika toilet sekolahnya sepi dan tidak ada siapapun yang lewat, anak itu menghela nafas lega karena area kamar toilet benar-benar sepi.

Kakinya dengan pelan namun pasti mulai melangkah mendekati gudang, jantungnya berdebar kencang, hingga Azazel takut jika jantungnya akan copot dan merosot ke perut.

Baiklah, tidak lucu jika itu benar-benar terjadi.

Tibalah saat Azazel berhenti di depan pintu gudang, sejenak dia memandang pintu itu lurus-lurus. Dengan perasaan yakin tangannya mulai terangkat dan memutar knop pintu dengan pelan.

Plak

Azazel menghela nafas melihat sebuah tangan yang menepis tanganya kasar, kelopak matanya mengerjap mendapat tatapan tajam dari seorang gadis di hadapannya.

Azazel menunduk, tak berani menatap balik.

"Sedang apa kamu disini?" Gadis itu bertanya dengan nada pelan, tapi entah kenapa itu terdengar seperti desisan murka ditelinga Azazel.

Azazel tetap menunduk, dia menggeleng pelan, tak berani bersuara.

"Azazel! Jawab pertanyaan Kakak! Sedang apa kamu disini?"

Azazel menunduk semakin dalam, tubuhnya meremang kala Kakaknya itu mulai berbicara dengan nada yang ditekan, seperti tengah meredam amarah.

"Azazel?!"

"Ngga Kak, aku ngga ngapa-ngapain, sumpah Kak ngga!" Sela Azazel cepat, tapi kepalanya tetap menunduk.

Gadis itu menghela nafas, berusaha menekan emosinya. "Beneran ngga ngapa-ngapain? Kamu tidak berbuat macam-macamkan?" Selidiknya, kali ini nada bicaranya sedikit lunak, membuat Azazel mendongak memberanikan diri menatap Kakaknya.

Azazel mengangguk yakin. "Benar Kak Rara, Azazel ngga ngapa-ngapain." Paparnya sekali lagi, Azazel memang belum melakukan apa-apa, karena Rara lebih dulu datang dan menepis tangannya.

Rara mengangguk paham, setelahnya gadis itu membawa Azazel menjauh dari sana. Lagi-lagi Azazel gagal untuk membuka pintu gudang, dia menghela nafas pendek dan berusaha menyeimbangkan langkah kaki Rara yang lebar.

Maklum saja, meski perempuan Rara terbilang tinggi untuk anak seusianya, Azazel dan para Kakaknya saja hanya mencapai pundak gadis itu, padahal mereka satu kelas.

Yah, gagal lagi. Duh.. Penasaran banget, apasih yang ada di dalam gudang itu? Batinnya penasaran.

...

Meski Astaroth, Asrael dan Azazel adalah saudara kembar, tapi saat pulang sekolah seperti ini, mereka selalu pulang dengan jam berbeda-beda.

Astaroth tak pernah langsung pulang ke rumah, anak itu akan mencari mangsa terlebih dulu, agar moodnya tetap terjaga.

Dan Asrael yang tak ada kerjaan hanya keliling-keliling tak jelas, itung-itung matanya mendapat asupan cecan, karena sejak tak ada Kakaknya dia jadi kekurangan asupan.

Sebenarnya ada Bundanya juga yang tak kalah cantik, tapi Ayah mereka yang kelewat posessif dan protektif itu melarangnya untuk tak menatap wajah Bundanya lama-lama, alhasil Asrael harus berkeliling komplek demi asupan gizinya.

Dan juga ada Aunty Raine yang cantiknya seperti patung porselen, tapi sekali lagi, laki-laki dari keluarga Huxley dan Wijaya memang begitu gila, mereka tak akan membiarkan banyak pasang mata menatap dan menikmati kecantikan pasangan mereka.

Dan dalam buku sejarah keluarga tertulis, Kakaknya adalah perempuan dari dua keluarga yang memiliki tingkat kegilaan yang lebih dari mereka semua.

Keluarganya memang benar-benar sinting, dan Asrael akui dia juga sinting sebenarnya.

Dia tak perlu khawatir pada Azazel, karena anak itu pasti sudah pulang dalam pengawasan Kakak kedua mereka, Rara.

Triple mengakui jika Rara memang lebih muda satu bulan dari mereka, tapi karena tinggi gadis itu membuat mereka sepakat memanggil Rara dengan sebutan Kakak.

Kakinya terus melangkah, tanpa perduli sekarang dia sudah mencapai komplek mana, yang terpenting matanya bisa memandang wajah para cecan.

"Orang Indonesia memang banyak yang cantik-cantik, ya ampun! Aku iri dengan mata mereka yang berwarna coklat!" Gumam Asrael sambil terus berjalan.

Hiks hiks hiks

Tepat saat melewati sebuah gang yang sudah tidak terawat, Asrael menghentikan langkah kakinya, matanya menerawang jauh ke dalam gang yang tampak gelap tanpa cahaya.

Melirik sekitarnya heran, Asrael berjalan memasuki gang itu, selain penasaran akan suara isakan tangis yang didengarnya, Asrael berharap semoga dia mendapatkan harta karun.

Harta qorun yang ada! Makinya dalam hati.

Asrael berjongkok di hadapan seorang gadis yang kini tengah meringkuk di pojok gang, saat hendak mengusap rambut gadis itu Asrael sedikit kaget kala tangannya ditepis kasar.

"Halo gadis, kau kenapa?"

Diam.

Gadis itu tak menjawab apapun, Asrael menarik nafas dan membuangnya pelan, matanya jelalatan. Tenyata gang ini tidak segelap yang Asrael kira, ada sebuah lampu yang meneranginya, walau redup dan terpasang di pojok tempatnya saat ini berada.

Asrael bisa melihat dengan jelas, ada dua sosok pria dan wanita yang terbaring dengan tempurung kepala yang hancur, kesimpulannya mereka adalah orang tua dari gadis di hadapannya.

Asrael mulai bimbang, apa dia akan membiarkan atau membawa gadis ini ke rumahnya, lalu jasad orang tuanya ..

Biarkan saja disini, sampai membusuk juga tidak apa-apa, fikir Asrael sambil terkekeh dalam hati.

"Follow me, sweety."

Dalam sekali sentak, Asrael membawa gadis itu ke dalam pangkuannya, menggendongnya ala karung beras. Tak peduli dengan pemberontakan dan teriakan gadis itu yang meminta dilepaskan, Asrael tetap berjalan pergi.

Asrael menepuk pantat gadis itu pelan. "Diam! Atau aku akan membunuhmu!" Ancamnya yang membuat gadis itu diam, Asrael tersenyum kemenangan.

Lagi pun, Asrael tak mungkin membunuh gadis ini, dia harus bertanggung jawab akan sesuatu, gadis ini tidak boleh mati dulu, karena Asrael menginginkan gadis ini menjadi miliknya.

Dan jika dia sudah bosan, dia akan membunuhnya.

Semuanya beres.

Huuu aku tidak sabar untuk melukis, haha! Tawanya dalam hati.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang