Playing Now
Ariana Grande feat. Iggy Azalea | Problem⏪⏸⏩
"Kakak sedang apa? Kenapa Kakak sembunyi-sembunyi seperti ini? Apa Kakak tengah bermain petak umpet?"
Pertanyaa itu membuat Aya mengalihkan perhatiannya dari sebungkus snack ditangannya, mata coklat kehitamannya menatap Adik bungsunya yang kini menatapnya dengan tatapan polos.
Gadis itu menutup mulut rapat, meletakkan telunjuknya di depan mulut, mengisyaratkan agar Adiknya itu diam, membuat si empunya mengangguk mengerti dan diam, menatap dengan cermat apa yang tengah Kakaknya lakukan.
"Kamu mau?" Aya menyodorkan sebungkus permen yang langsung diterima Adik polosnya yang tak lain adalah Azazel.
Saat ingin memasukkan permen ke dalam mulut, kegiatannya berhenti, Azazel menatap Aya dengan tatapan penuh peringatan. "Kita sedang puasa, dan ini belum waktunya buka puasa. Guru agama bilang, waktu puasa adalah dari terbitnya fajar hingga terbit matahari, sedangkan sekarang baru saja memasuki jam sholat dzuhur, kita tidak boleh makan." Peringat Azazel dengan suara berbisik, dia mengikuti perintah Kakaknya untuk tidak berbicara keras-keras.
Saat ini mereka tengah bersembunyi dibalik lemari piring, tubuh Azazel yang mungil dan Aya walaupun masih berumur sekitar sebelas tahun, tetapi tingginya melebihi anak seusianya, tertutupi tinggi lemari yang lebih tinggi.
Aya meringis dan mengusap perutnya dengan bibir yang dicebikkan. "Kakak lapar, jika Kakak tidak makan Kakak akan mati." Ungkapnya dengan nada sedih.
Azazel kontan membulatkan mata mendengar kata mati keluar dari bibir Kakaknya, berarti Kakak harus makan agar tidak mati, ucapnya dalam hati. "Yasudah Kakak makan saja, biar aku yang berjaga agar tidak ada yang melihat."
Aya mengangguk dan tersenyum senang, dalam hati dia terkikik karena Adiknya yang satu ini sangat mudah untuk ditipu, tak seperti dua Adiknya yang lain.
Baru saja dia ingin menyuapkan wafer, kegiatannya terhenti kala mendengar teriakan nyaring tak jauh dari tempatnya berada.
"Bunda! Kak Aya makan Bunda! Kata Bunda kita tidak boleh makan jika bukan waktunya! Kak Aya buka puasa lebih dulu Bunda! Itu tidak adil!"
Asrael sialan! Awas kau! Umpatnya dalam hati.
Aya keluar dari tempatnya dengan ogah-ogahan kala Bundanya berteriak menyuruhnya keluar, ekor matanya menatap sengit pada Asrael yang tengah tersenyum kemenangan. "Berikan semua makanan itu pada Bunda!" Berdecak keras-keras, dengan sangat terpaksa Aya memberikan semua makanan yang dia punya pada Bundanya.
Matanya menatap punggung Bundanya yang berjalan menjauh, batinnya meraung tak terima atas makanannya yang dibawa semua oleh Bundanya. Mendengar suara cekikikan di sampingnya, Aya menoleh dengan mata melotot garang.
"Asrael sialan lo! Awas aja ya! Gue ngga bakalan bantu lo ngerjain tugas karawitan lo! Liat aja nanti!"
Asrael kontan saja menghentikan cekikikannya dan berjalan menyusul langkah Aya yang berjalan dengan kaki dihentak-hentakan menuju kamarnya. "Tunggu Kak! Aku minta maaf! Aku hanya tidak mau Kakak mengganti puasa dilain hari, itu tidak baik Kak! Kakak!"
"Loh? Kak Aya tidak jadi makan? Jika dia mati bagaimana?"
Astaroth melirik kembarannya, dia mengeluh dalam hati. Dia ini tolol atau bodoh sih?
"Brother! Kenapa Kak Aya tak jadi makan? Jika begitu aku takut dia akan mati." Astaroth menoyor kepala Azazel geram, matanya yang dingin semakin terlihat dingin.
"Kau ditipu bodoh! Dasar tolol!" Ucapnya dan berlalu pergi, meninggalkan Azazel yang kebingungan dan menggaruk rambutnya tak mengerti.
Haduh! Aku takut Kak Aya mati! Aku tidak mau Kak Aya mati. dengan cepat Azazel berlari menyusul yang lain.
Azazel ini polos atau bodoh sih? Aku tak mengerti lagi dengan anakku yang satu itu.
Kini, triplet A itu tengah terduduk direrumputan, badan mereka menghadap pada danau buatan, tak ada obrolan apapun diantara mereka bertiga, ketiga terus membisu, fikiran mereka menyelam ke dalam masa lalu.
Azazel memeluk kedua lututnya dengan tatapan lurus menatap danau, bibirnya mengerucut bosan. Biasanya kita akan bermain guyur-guyuran bersama Kak Aya. begitulah yang berada difikirannya saat ini.
"Aku mengantuk! Aku akan tidur dirumah pohon, jika ingin pulang, pulang saja duluan, aku akan menyusul nanti." Setelah berkata seperti itu, Asrael bangkit dari posisinya dan berjalan menaiki tangga menuju rumah pohon, laki-laki itu membuka pintu dan berjalan masuk, dia menghempaskan tubuhnya di ranjang dan langsung tertidur begitu saja.
Hanya tersisa Azazel dan Astaroth yang larut dalam lamunan mereka masing-masing, beberapa menit kemudia Astaroth bangkit dari duduknya dan pergi dari sana, mengikuti jejak Asrael yang berada di dalam rumah pohon, meninggalkan Azazel seorang diri.
Sepeninggal Kakak-kakaknya, air mata yang sedari tadi Azazel tahan meluncur begitu saja membasahi pipinya, dia menenggelamkan wajahnya diantara lututnya.
Menangis seorang diri adalah hal yang diam-diam gemar dilakukan Azazel akhir-akhir ini, perasaannya sangat hancur karena sang Kakak meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Azazel tahu, Aya selalu memanfaatkan kepolosannya, menjahilinya dan lain sebagainya, meski begitu Azazel menyangi Kakaknya. Dia tahu Kakaknya tak seceria yang terlihat, karena saat itu dia melihat bagaimana Kakaknya menangis di balkon kamarnya tanpa suara sama sekali, hanya air mata yang mengalir dengan tatapan kosong.
Azazel tak tahu apa yang terjadi sebelumnya, tapu Azazel tahu ada yang tak beres, dia tidak berniat mencari tahu, karena Azazel tahu suatu saat nanti, sebuah rahasia besar yang seseorang simpan akan terbongkar dengan gamblangnya.
Grep
"Menangislah sepuas yang kau inginkan Azazel, kita akan selalu ada untukmu. Jangan berpura-pura kuat!"
...
Dia menghela nafas dengan tatapan yang tak lepas menatap seorang gadis yang terbaring dengan mata tertutup di ranjang, punggung tangan gadis itu tertancap jarum infus, suara mesin EKG terus berbunyi dengan nyaring, layarnya menampilkan garis-garis tak beraturan yang mengukur detak jantung gadis itu.
Tiitt ttiittt tiitt
Haahh
Helaan nafas lelah keluar dari mulutnya, matanya menyorot dinding di depannya dengan malas. "Ngga cape lo tidur mulu?"
Bibirnya mengulas senyum kecil kala tak mendapati jawaban apapun, kedua tangannya tenggelam dalam saku celana, sepasang mata berwarna abu-abu itu masih setia menatap dinding.
"Lo jadi orang munafik ya sekarang? Tukang nipu orang! Kenapa sih lo suka banget bikin orang panik?" Tanyanya tak habis fikir, lagi-lagi dia tak mendapat jawaban yang dia inginkan, membuat hembusan nafas kembali keluar dari mulutnya.
Clek
"Gimana?" Dia menoleh mendapati seseorang dengan sepasang mata sepertinya yang tengah memandangnya datar, dia hanya membalas pertanyaan seseorang itu dengan gedikan bahu.
"Jiwanya tersesat, gua ngga tahu kapan dia bakal keluar dari sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You [End]
Misteri / ThrillerMungkin Tuhan memang menakdirkan hidupnya penuh dengan kesialan, di mulai dari hal-hal yang kecil, sampai hal besar. Contohnya Rival Septian Nugraha yang tak pernah punya teman dan selalu di jauhi di sekolahnya, dan dia tak tahu apa kesalahannya. La...