• 11 •

2 1 0
                                    

Playing Now
Russian Lullaby | Tili-Tili Bom

⏪⏸⏩

"Harabeojie!"

Alisnya naik turun seraya mengedip mata genit, pria itu hanya mendengkus malas, tangannya terulur dan menoyor kepala gadis kecil itu kesal.

"Memangnya aku terlihat tua hah?! Wajah ku masih tampan dan awet muda kau lihat!" Kesalnya dan kembali mengunyah cemilan yang dia buat, decakan keluar dari mulutnya kala sebuah tangan kecil ikut masuk ke dalam toples yang ada dipangkuannya.

"Hey! Tak sopan kau Yuna!" Geramnya kesal, namun pria itu hanya membiarkan karena malas berurusan dengan bocah yang terlihat polos itu.

"Kau menyebut dirimu awat muda, secara tak langsung kau mengakui jika kau sudah tua, dasar siluman!" Decak Yuna sambil mengunyah coklat yang diolah menjadi permen oleh pria itu.

"Aku bukan siluman asal kau tahu." Sinisnya tak terima.

Yuna mencebik. "Tak mau mengaku, lihat saja matamu yang emas itu. Hah.. Jika bisa kau copot saja matamu, akan kujual ke toko emas, siapa tahu saja laku karena matamu yang berwarna emas itu Robin Samchon."

"Yak! Enak sekali kau berkata!" Seru Robin marah, Yuna mengendik bahu santai. "Memang enak."

Sejenak suasana diliputi keheningan, hingga tak lama Robin berucap. "Kau tidak sekolah huh?" Tanyanya dengan ekor mata yang melirik Yuna sekilas.

"Aiya Robin Samchon! Apa kau lupa? Aku sudah lulus S1. Kau benar-benar sudah tua!" Decak Yuna malas.

Harusnya tahun ini Yuna baru kelas 5, tapi karena otaknya yang begitu encer dan pintar, bisa dibilang jenius, Yuna tamat secepat itu. Setiap tahun selalu loncat kelas, selain itu dia juga sudah bersekolah saat umurnya memasuki usia 4 tahun.

Yuna berbeda dari anak yang lain.

Dia pintar.

Berbakat.

Hanya saja satu kekurangannya.

Dia genit, sangat. Terutama pada Robin.

"Ah ya, aku lupa. Tapi aku tidak tua, ingat itu." Peringat Robin dan kembali pada kegiatannya, Yuna diam, tak melakukan apapun.

Tubuhnya bergerak menyamankan diri bersandar di sofa, kepalanya mendongak menatap lampu gantung yang dia rasa sewaktu-waktu akan menimpanya, kelopak matanya terpejam.

"Appa! Kenapa aku tidak pernah melihat Eomma? Bagaimana rupa Eomma? Sama seperti ku kah?" Yuna menatap sang Ayah dengan rasa penasaran yang menggebu.

Saat ini dia dengan Ayahnya tengah berada di kamar, berbaring di ranjang bersama, Yuna merasa tangan Ayahnya bergerak mengelus rambutnya.

"Eomma sudah meninggal, Appa rasa kau tidak bodoh kan Yuna? Appa tahu kau pintar. Mau Appa ceritakan bagaimana Appa bertemu Eomma mu?"

Yuna diam, perkataan Ayahnya membuatnya sadar jika kepintaran yang selama ini dia sembunyikan terbongkar. Lagipun ini salahnya karena terlalu mencolok, rangking satu di sekolah dan juara-juara lalu piagam penghargaannya yang lain sudah diketahui Ayahnya, padahal Yuna sudah menyembunyikannya di kolong ranjang.

"Diam berarti iya, baiklah Appa akan menceritakannya."

"Waktu itu.."

Yuna membuka matanya cepat, dia tak ingin mengingat ingatan bodoh itu, tentang kenapa dia bisa hadir kedunia ini. Kejadiannya begitu klise, walau sang Ayah sudah berbuat seperti itu pada Ibunya, Yuna tak akan menganggap Ayahnya brengsek.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang