• 26 •

0 0 0
                                    

Playing Now
Lenka | Blue Skies

⏪⏸⏩

Septi menatap gedung bertingkat di hadapannya dengan sedikit takjub, gedung berlantai sebanyak 74 lantai itu benar-benar mengguncang hatinya, pikirnya bagaimana jika angin puting beliung datang? Gedung ini pasti runtuh.

"Ini markas Blue Moon."

Mendengar apa yang dikatakan Wulan, Septi hanya mengangguk, wajahnya berubah menjadi dingin, mendengar nama Blue Moon ada sedikit rasa benci yang menyusup ke hatinya.

Disela-sela langkah mereka memasuki gedung, Septi bertanya. "Kenapa kalian bawa gue kesini?"

"Lo mau tahu kan siapa yang udah ngeracunin Mama lo?" Tanya Karin lempeng, yang langsung saja diangguki oleh Septi.

Tentu saja dia ingin tahu orang yang sudah beracuni Mamanya, jika orang itu masih hidup biarkan tangan Septi membantainya hingga puas.

Tapi bukannya mereka bilang jika pelakunya belum ditemukan?

Terserahlah, yang penting sekarang dia harus masuk. Pikirnya malas.

"Hello Little Fahmi.."

...

Sekarang Septi entah berada dimana, semuanya gelap dan Wahid lah yang membawanya kemari.

Apa yang ingin mereka tunjukkan? Katanya mereka ingin mempertemukannya dengan orang yang meracuni Mamanya, tapi kenapa mereka malah membawanya keruangan gelap ini? Bahkan meninggalkannya sendiri.

Ctak

Lampu menyala mendadak, membuat Septi harus membiasakan lebih dulu dengan cahaya yang memasuki netra matanya, saat mendongak, Septi membeku.

Sebuah tubuh tergantung di hadapannya, tidak! Mungkin bukan sebuah tubuh, karena keadaannya sangat memprihatinkan. Dimana kulitnya bahkan terlepas hingga terlihat dagingnya yang berwarna merah, bercampur dengan darah.

Septi memegang dadanya yang sesak, rasa haus darah tiba-tiba menyeruak ke dalam jiwanya, entah apa yang terjadi, tapi tiba-tiba saja Septi menengadahkan tangannya, hingga darah yang mengucur mengenai tangannya yang menengadah.

Dengan kesetanan Septi meminum darah itu, rasa segar langsung memenuhi tengorokannya, meminumnya dengan rakus, bahkan sekali lagi menengadahkan tangannya dan meminumnya lagi, lagi dan lagi.

Meski sudah meminum darah dengan jumlah yang tak bisa dibilang sedikit, Septi masih merasakan yang namanya haus, hingga dia tak pernah mengehntikan kegiatannya itu.

"Emmhh ..kenapa darah ini terasa manis dilidahku?" Gumamnya pelan sambil menyesap darah yang ada ditangannya.

Hap

"Stop! Jangan terlalu banyak minum darah, iblis di dalam tubuhmu bisa bangkit sepenuhnya, dan malah menguasai tubuhmu, bukannya malah menyatu dengan jiwamu." Tandas seseorang dan mengunci tangan Septi dengan tangannya, kala Septi memberontak orang itu memukul tengkuk Septi, hingga Septi kehilangan kesadarannya.

Orang itu memperhatikan wajah Septi, tatapannya berhenti pada sebuah taring yang mencuat keluar, orang itu menarik nafas lega.

"Dia tidak menguasainya sendirian, aku tidak terlambat." Ucapnya sambil tersenyum dan membawa Septi pergi dari sana.

...

Bandung 25 Februari 20xx

Fahmi mengecup kening Sirenna sekilas, beralih pada sang putra yang mendongak menatapnya polos, membuatnya gemas. Farmi membawa Septi ke gendongannya dan mengecup semua bagian wajah sang putra dengan gemas, membuat anak itu tertawa kegelian.

Sirenna menggeleng dan terkekeh geli, hatinya menghangat karena melihat suami dan anaknya yang sangat akrab dan rukun, semoga ini berlangsung lama.

"Yaudah, kalau gitu Papa berangkat kerja dulu ya. Septi juga, jangan ngerepotin Mama ya, bantu Mama di rumah, jaga Mama dengan baik, siap?" Farmi tersenyum gemas menatap putranya yang memasang tubuh tegap dan hormat, pria tampan itupun mengikutinya lalu laki-laki berbeda genarasi itu bertos-ria dan tertawa.

"Dadah Papa!"

Fahmi balik melambaikan tangan dan memajukan mobilnya dengan santai meninggalkan pekarangan rumah.

Lagu 'Lose Yourself' milik 'Eminem' mengalun heboh di mobil avanza berwarna abu-abu itu, Fahmi mengangguk-angguk kepala menikmati alunan musik, sesekali bibirnya bergerak samar dan ikut bernyanyi.

Ini waktunya. Fahmi menepikan mobilnya sebentar dan menyiapkan handycam, setelah dirasa posisi handycam itu pas, Fahmi melanjutkan laju mobilnya dengan santai.

"Ini waktunya." Ucapnya pada handycam yang sedang merekam apa yang Fahmi lakukan, tatapannya lurus menatap ke depan, hingga netra hitam legamnya menangkap sebuah mobil kijang yang melaju kencang.

Fahmi menoleh sekilas ke arah handycam dan tersenyum tipis. "Aku tidak bisa menghindar dari tabrakan beruntun yang akan terjadi hari ini, aku sudah menjadi target mereka. Jikapun aku masih sadar saat kecelakaan itu berlangsung, aku tidak akan pernah selamat, nyawa ku akan melayang."

Fahmi masih mengemudikan mobil dengan santai, sembari matanya menatap pergerakan mobil kijang yang melaju kencang beberapa meter di depannya.

"Sampaikan rasa sayang ku pada putra dan istriku, maaf jika aku pergi lebih cepat, aku tidak bisa menghindar dari takdir yang ada di depanku." Ucapnya dengan wajah masam.

Fahmi terkekeh sinis. "Aku mencintai kamu Sirenna, jaga putra kita dengan baik. Aku harus pergi lebih dulu, aku akan membawa cinta kita ke dunia yang lebih abadi." Setelahnya Fahmi tersenyum manis, namun siapapun tahu jika senyum itu menyimpan duka.

"Papa juga menyayangi kamu Septi, jaga Mama dengan baik ya. Kalian harus saling menjaga, Papa pamit my life, semoga hidup kalian baik-baik saja ke depannya. Sampai jumpa."

Brakk

"Kita akan bertemu lagi."

"Fah!"

"Fahmi!!"

Seorang pria mendobrak pintu kemudia dari luar, hingga beberapa menit berusaha dan akhirnya berhasil, pria itu membawa Fahmi keluar, tak lupa dengan handycam karena arahan dari Fahmi yang masih sadar.

"Bertahan Fah! Lo ngga boleh mati! Lo harus berjuang! Kita berjuang sama-sama Fah, jangan tinggalin kita, tanggung jawab lo sebagai pemimpin masih banyak."

Mempeetahankan setengah kesadarannya, Fahmi tersenyum disela-sela rintihannya, kepalanya mengeluarkan darah begitu banyak. "Adipati..." Ucapnya terbata-bata.

Adipati menepuk pipi Fahmi pelan, sengaja melakukan itu agar Fahmi menjaga kesadarannya. "Apaan? Lo harus selamat ya, gue ngga mau tahu." Sentaknya galak, membuat Fahmi terkekeh kecil dan tak menjawab apapun.

"Jaga anak sama istri gue ya Adipati.." Lirih Fahmi pelan, namun Adipati bisa mendengar dengan jelas karena suasana ambulans yang hening, mata pria itu membulat melihat Fahmi memejamkan kelopak matanya dan nafasnya terhenti.

"Periksa dia!" Geramnya pada dokter yang ada disana, dengan gemetar dokter itu menuruti, dan memberitahukan hasilnya.

Mendengar hasilnya Adipati meluruh di tempatnya duduk, setitik air mata keluar dari sudut matanya.

"Lo ingkar janji Fah." Gerutunya putus asa.

"Heh! Lo kan tahu gue juga punya istri, punya anak yang harus gue jaga, gimana mungkin gue harus jaga istri sama anak lo sekaligus?! Gila lo ya!" Makinya pada Fahmi yang kini tak bernyawa.

Gimana ini? Gue harus bilang apa sama istrinya? Batinnya frustasi sambil menatap handycam ditangannya.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang