• 01 •

12 3 0
                                    

Playing Now
Nightcore | Apollo

⏪⏸⏩

Kakinya melangkah menghampiri salah satu motor trail berwarna kuning, dengan senyuman yang tersungging dibibirnya, laki-laki itu mengusap kepala yang terbalut helm.

"Yang semangat ya, aku tunggu kabar kemenangannya."

Sedangkan yang diberi semangat terlihat mengerucutkan bibirnya, dia membuka helm-nya hingga terlihat wajahnya yang putih dengan rona kemerah-merahan. "Masa cuman ucapan semangat aja sih!" Rajuknya yang membuat laki-laki itu tersenyum gemas.

Tangannya terangkat menjawil hidung gadisnya pelan. "Trus aku harus gimana?" Tanyanya bingung.

Gadis itu mengerutkan alisnya berpikir, tangannya mengetuk-ngetuk dagunya, ekspresi itu terlihat menggemaskan dimata laki-laki itu. Hingga senyum jail tersungging dibibirnya, jari telunjuknya menempel di bibirnya.

"Cium dong!"

Si laki-laki membelak, spontan saja dia menggeleng, meski dalam hati dia memang ingin, tapi menjaga kesucian gadisnya itu penting, sekalipun mereka berpacaran, dia tidak akan mengotori gadisnya walau hanya dengan ciuman, karena jika keterusan akan merembet kemana-mana.

Bukan dia penyebabnya, tapi dia tahu, gadisnya memang se-agresif itu. Gadisnya bahkan gemar sekali mencium pipi dan menggigit area lehernya, membuatnya meremang dan sering kali keluar suara aneh dari bibirnya.

Bahkan sekarang ada bekas samar kemerahan di lehernya, siapa lagi jika bukan karena ulah gadisnya itu.

Yang ditolak terlihat tak senang, dengan tubuh yang masih terduduk di atas motornya, tangannya menarik tangan kekasihnya dan mengangkat tubuhnya hingga kini mereka duduk berhadapan di atas motor.

Tangannya mengapit pipi kekasihnya itu, perlahan wajahnya mendekat, hingga wajah mereka tinggal berjarak beberapa centi lagi.

Cup!

Mata laki-laki itu sukses membulat sempurna ketika bibir gadisnya itu mendarat dibibirnya, dia bahkan merasakan lidah gadisnya mulai menelusup masuk, menjilat rongga mulutnya dan membelit lidahnya.

Jika sudah seperti ini, entah kenapa dia tak bisa melawan sama sekali. Jarak tubuh mereka sangat dekat, menempel dengan intim.

"Ughh!"

Si laki-laki menarik dirinya paksa, nafasnya memburu, wajahnya menengadah berusaha mengambil oksigen sebanyak-banyaknya guna mengisi rongga dadanya yang sesak karena kehabisan nafas.

"Kamu kebiasaan, suka main nyosor-nyosor aja." Selorohnya setelah dirasa cukup menghirup udara untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sempit, sedangkan gadis itu dengan wajah tanpa dosanya menjilat bibirnya yang basah karena ciuman sepihak mereka tadi.

"Habis bibir kamu kissabel banget sih, jadi nafsu aku." Akunya yang membuat si laki-laki terbelak, kenapa terbalik sih?!

"Mau lagi ya?"

Lagi! Matanya dibuat melotot se-melotot-melototnya, dengan cepat dia turun dari motor trail dan meninggalkan gadisnya begitu saja.

Pipinya sudah tak perjaka, lehernya pun sudah tak perjaka, kini bibirnya yang terenggut, benar-benar gadisnya itu.

Sedangkan yang ditinggalkan hanya mengangkat bahu dengan senyum tipisnya. "Kalau ngga mau ya tinggal bilang, tapi nanti kamu tetep akan aku cium lagi kok. Lagian cuman cium bibir kan?" Monolognya.

Saat telinganya menangkap acara akan dimulai, gadis itu segera memasang helmnya kembali dan ikut memasuki garis start.

Septi meremas rambutnya dengan frustasi, air mata terus mengalir dipipinya, dikepalanya kini terngiang-ngiang segala kenangan indah mau pun buruk antara dirinya dengan gadisnya yang kini sudah meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Sudah hampir seminggu ini, dia hidup tanpa gadisnya, hidupnya benar-benar berubah total. Dia sudah tak ada semangat dan nafsu untuk hidup di dunia yang fana ini.

Kenapa semua orang yang di sayanginya selalu saja meninggalkannya?

Apa ini memang takdirnya?

Apa ini memang jalan hidupnya?

Jika benar begitu, mata Septi akan benar-benar mengutuk takdir dan jalan hidupnya yang kelewat suram ini. Dia hanya ingin hidup bahagia, bersama dengan orang-orang yang di sayanginya, tapi kenapa terasa sangat sulit sekali?

Ya tuhan!

"Katanya kita bakalan hidup sama-sama, nikah trus punya anak, tapi sekarang kenapa kamu malah ninggalin aku?" Lirihnya pilu, tangannya mengusap pigura foto frame yang berisi potret dirinya dengan gadisnya, saat mereka berlibur ke Purbalingga dulu.

"Kamu bohong!"

"Kamu ingkar janji!"

"Kata kamu orang yang ingkar janji disebut orang munafik, dan kamu sekarang termasuk orang-orang itu."

"Aku mau kamu kembali, itu pun jika bisa. Tanpa kamu aku bukan apa-apa Ay! Selama ini cuman kamu dan Ayah yang jadi penyemangat buat aku."

Septi terus menangis terisak, tangannya dengan erat mendekap pigura berwarna biru navy bercampur dengan warna hitam dan abu-abu di dadanya.

Matanya membengkak karena terlalu banyak menangis, hidungnya benar-benar merah, wajahnya pucat dan badannya kurus karena hanya diberi asupan yang sedikit.

"Dulu, cita-cita aku mau jadi pilot, tapi sekarang ngga lagi, karena cita-cita ku sekarang adalah membuat kamu kembali, kedalam dekapanku."

Septi tertawa devil dengan air matanya yang mengalir dipipinya, akal sehatnya sedikit demi sedikit akan terkikis dan menghilang, dan itu karena satu orang.

Gadisnya..

...

Raikan berbalik memunggungi pintu, kelopak matanya terpejam lelah.

"Saya harus apa?"

"Saya ngga sanggup lihat anak saya jadi kacau seperti ini."

"Saya ngga tega."

Air mata mengalir dari sudut matanya, dengan cepat dia mengusap air mata itu hingga tak berbekas.

"Tenang saja Uncle, aku tidak benar-benar mati. Aku hanya butuh waktu untuk istirahat sejenak.."

A-apa?!

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang