• 51 •

1 0 0
                                    

Playing Now

Sia | Unstoppable

⏪⏸⏩

"Ananda Rival Septian Nugraha, anda kami tangkap sebagai tersangka atas pembunuhan yang terjadi lima bulan belakangan ini!"

Septi membeku di tempat, bola basket yang ada di tangannya melayang entah kemana. Bola mata hitam legamnya mengedar, menatap para aparat negara yang mengepungnya, dengan pistol yang teracung ke arahnya.

"Punya bukti apa kalian menuduhku?"

Tentu saja, Septi tak terima di tuduh seperti ini, pembunuhan itu jelas pelakunya bukan dirinya. Jadi apa yang membuat mereka dengan percaya diri menuduhnya?

Bajingan, lebih baik kalian mati! Kuman negara! Maki Septi dalam hati, tubuhnya sudah bergetar tak karuan, menahan gejolak amarah dalam dadanya.

Salah satu Agent FBI melemparkan kantong ke depan Septi, Agent bernama Roy itu mengangkat dagunya dengan sombong. "Lihat! Itu barang bukti yang kami dapat!"

Septi menghela nafas sebentar, sebelum kemudian dia berjongkok dan meraih kantong hitam itu, melihat isinya.

Sebuah topeng Guy Vawkes berwarna putih, senapan laras panjang, beserta peluru-pelurunya ada disana. Alisnya menyatu bingung, ini bukan miliknya.

Septi berdiri sambil memegang kantong hitam berisi barang bukti itu, mengangkatnya ke udara. "Ini bukan milik ku! Aku memang mempunyai topeng Guy Vawkes, tapi punyaku berwarna emas! Aku sudah menekankan ini pada salah satu di antara kalian! Tapi kalian benar-benar tak mendengarnya ya?!"

Septi meludah sembarangan dan tersenyum sinis, matanya berkilat hijau, tangannya terkepal erat.

"Aku harus bagaimana Jack? Aku tidak mau identitas ku di ketahui umum." Septi berucap dengan putus asa dalam hatinya, bibirnya menipis dengan kepala tertunduk.

"Kau ini bodoh atau apa? Menangis lah bodoh! Keluarkan air mata mu! Ahh dasar kau ini!" Maki Jack yang Septi dengar di kepalanya.

Septi menghela nafas sebentar, sebelum mengangkat kepalanya, air matanya luruh begitu saja. Jika bukan karena rencana, aku tidak akan sudi. Decihnya dalam hati.

Septi menatap sekelilingnya dengan pandangan terluka, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Kalian menuduhku? Kalian ingin membunuhku?" Septi tergugu di tempat, suaranya parau bukan main.

Sial! Kenapa aku malah menangis sungguhan?!

Septi menelan ludahnya, membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Kepalanya mendongak menatap langit, laki-laki itu menggigit bibirnya putus asa. "Kalian ingin mengadili ku? Silahkan lakukan! Tapi kalian harus tahu jika aku bukan lah pelakunya!"

"Itu hanya air mata buaya! Aku yakin dia pelakunya!" Roy berteriak kesal ketika kawan-kawannya mulai goyah dan perlahan menurunkan moncong pistol mereka.

"Tapi aku tidak mendapati kebohongan dalam dirinya!" Bantah satu dari mereka, Polisi perempuan satu-satunya bernama Melinda itu menurunkan pistol sepenuhnya, menatap sekelilingnya dengan tegas. "Aku tidak percaya jika dia pelakunya!"

Roy mendesah kasar, menatap Melinda dengan tatapan geram. "Kau tertipu Melinda, kita mendapatkan buktinya bersama! Tapi kenapa dengan mudahnya kau tertipu?!" Erangnya kesal.

Septi mengerjap pelan, air matanya masih berjatuhan. Kenapa mereka malah ribut-ribut? Septi mengerjap bingung, kakinya sedikit demi sedikit bergerak menjauh.

Tapi sayang, salah satu dari mereka menyadarinya, pria bernama Zeni, pimpinan dari kepolisian mengangkat kembali moncong pistolnya. "Jangan mencoba untuk kabur! Kalian! Angkat kembali pistol kalian!" Teriakannya membuat perseteruan antara Roy dan Melinda berhenti.

Para aparat itu mengarahkan moncong pistol mereka pada Septi yang berada di tengah-tengah lautan para aparat, Septi mendesah kasar, tatapan matanya mengedar.

Hampir tidak ada celah untuk kabur, para aparat negara itu benar-benar memojokkan dan mengepungnya di tengah-tengah. Septi menggigit bibirnya putus asa, laki-laki itu merentangkan tangannya.

"Tembak aku! Tembak!" Teriaknya putus asa, Septi menunduk menatap kakinya.

Aku bakalan susul kamu Ay, Septi tersenyum dalam hati.

Kelopak matanya menutup ketika mendengar suara pelatuk di tarik, jantungnya berdentam keras di dalam sana.

"Rival!! Lari! Kita percaya lo bukan pelakunya!" Septi kontan mengangkat kepalanya, menatap tak percaya pada Dani yang mengayunkan samurai berlumur darah, menghilangkan satu demi satu nyawa dari para aparat negara itu.

Kini moncong pistol tak lagi mengarah pada Septi, melainkan pada Dani yang masih membabi buta melenyapkan satu persatu nyawa aparat negara itu.

Celetek

D-

"Bagus! Bagus! Lanjutkan pertunjukannya."

Peluru yang mengapung di udara itu terhenti dan jatuh, bersamaan dengan sebuah suara yang datang menyambar tiba-tiba. Langit yang semula terang berubah menjadi mendung, semuanya atas ulah Broken Angel yang kini mengapung di udara dengan sepasang sayap abu-abunya yang terentang lebar.

Mereka semua yang ada di bawah mendongak, tatapan terkejut terlihat begitu kentara, dihiasi wajah pucat pasi. Septi yang mengenali wajah Broken Angel terdiam di tempat.

"Kalian begitu mudah tertipu, dasar manusia bodoh!" Secret Black dan antek-anteknya tiba-tiba muncul mengelilingi Septi.

Kalimat dengan nada ejekan itu membuat para aparat negara mengepalkan tangan geram, tapi mereka hanya diam tanpa berkata apapun. "Jelas-jelas topeng itu milikku, tapi kalian malah menuduh King! Bodoh! Kalian benar-benar bodoh!"

Saat senapannya terangkat guna membidik dan menembak, suara Broken Angel menghentikannya, terpaksa Secret Black kembali menurunkan senapannya dan diam di tempat.

Silvee dan yang lain memperhatikan di balik kerumunan, saat pandangannya menangkap sesuatu, matanya membulat tak percaya. "Rian!" Pekiknya tak percaya, bibirnya bergetar hebat.

Black Flower menoleh, tersenyum lebar menatap Silvee. Ya, Black Flower adalah Rian.

Anton dan yang lain terlihat tak percaya, tapi melihat Rian yang tersenyum benar-benar tak bisa menyangkal kenyataan. "If i killed someone for you." Itulah yang Silvee tangkap dari gerakan bibir Rian, air mata gadis itu luruh, sedetik kemudian pandangannya menggelap.

Stupid Smile yang berada di sampingnya menoleh. "Tanpa dirimu, kita semua akan menang. Urus kekasih mu." Black Flower menengadah menatap Broken Angel yang menatapnya.

Broken Angel mengangguk pelan. "Ini mudah bagiku, jaga mereka dengan baik." Ucapnya sambil menurunkan dirinya perlahan dan berdiri di samping Septi.

Septi menatap wajah Broken Angel tanpa kedip, wajah itu... Wajah yang begitu dia rindukan. Broken Angel menoleh, menatap Septi dengan tatapan rumit, bibirnya melengkung membentuk senyuman.

Air mata yang sempat terhenti kembali berjatuhan, Septi menangis terisak seraya memandang wajah Broken Angel.

"Ayy.. Kamu belum mati?" Tanyanya dengan suara serak.

Broken Angel terkekeh pelan, menatap Septi dengan tatapan main-main. "Memang ..."

"Siapa yang bilang aku mati?" Broken Angel tersenyum miring.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang