• 09 •

6 1 0
                                    

Playing Now
Black Veil Brides | In The End

⏪⏸⏩

Gerubuk

Gerubukk

Buk buk buk

Septi membuka kelopak matanya dengan cepat, dia turun dari ranjangnya yang terus saja bergetar.

Apa ada gempa?

Tapi dia tidak merasa lantai yang dia pijaki bergetar, hanya ranjangnya saja yang bergetar.

Matanya menyipit melihat kolong ranjangnya yang tampak terlihat sebuah kotak yang bercahaya redup, dengan hati-hati Septi merayap layaknya cicak atau apapun itu hewan yang merayap, membawa kotak itu keluar.

Setelah diteliti baik-baik, kotak kayu itu ternyata hadiah pemberian Papanya, kado terakhir dari Papanya yang kini sudah tiada. Mengingat-ngingat dia menyimpan kunci kotak kayu itu dimana, kakinya melangkah menuju meja belajar dan membuka laci, mengambil sebuah kunci dari sana.

Dengan perlahan Septi memasukkan kunci kelubang dan memutarnya pelan, kotak kayu itu sudah tidak bercahaya, jadi Septi bisa memandangnya dengan leluasa.

Pelan-pelan Septi membuka tutup kotak itu hingga isinya terpampang di hadapannya, Septi membulatkan matanya tak percaya.

Mahkota?

Topeng?

Jubah?

Dokumen dan kertas?

Apa ini maksudnya?

Mengerjapkan mata, mencoba meyakinkan jika yang dia lihat bukan sekedar mimpi, Septi dibuat terkejut lagi jika ini benar-benar nyata, bukan hanya mimpi belaka.

Meski ada sebuah mahkota, Septi lebih tertarik pada dokumen berupa buku diary bersampul hitam, sampulnya sedikit membuat Septi merinding karena lambang bulan dan sketsa wajah wanita yang menghiasinya.

"Blue Moon?" Gumamnya kala membaca tulisan dibuku diary yang baru saja dia buka.

Jarinya dengan perlahan membuka lembaran berikutnya, jantungnya berdebar kencang, kepalanya berdenyut sakit, meski begitu dia tetap memaksakan untuk melihat isi buku diary itu.

Matanya membulat dengan mulut menganga tak percaya, tubuhnya bergetar hebat, hampir saja buku diary tebal itu jatuh dari tangannya jika tak segera dia tahan.

"M-ma-fia?!"

...

Pagi menjelang, tak seperti biasanya, Septi yang biasanya hanya mendekam di dalam kamarnya kini berada di luar, kakinya terus melangkah lurus menapaki jalan tanah yang terlihat becek.

Dia tak perlu khawatir Ayahnya akan mencarinya, karena dia telah meminta izin dan diizinkan meski harus ditanyai beberapa pertanyaan lebih dulu.

Dengan kotak kayu dipelukan, Septi terus melangkah menyusuri hutan, mengkuti arah yang ditunjukkan instingnya, itulah yang dia baca saat membuka diary tua yang tersimpan di dalam kotak kayu.

Gesekan antara ranting yang beradu, desauan angin lembut memasuki indra pendengarannya, Septi tidak takut sama sekali, kecuali jika malam hari telah tiba.

"Berapa lama lagi aku harus berjalan? Kakiku mulai pegal." Keluhnya pada dirinya sendiri.

Dulu, dia tak pernah berjalan sejauh ini, jika akan pergi ke suatu tempat, dia akan diantar oleh gadisnya menggunakan motor, ataupun digendong oleh gadisnya, Septi memang semanja itu.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang