• 46 •

0 0 0
                                    

Playing Now
Utopia | Mencintaimu Sampai Mati

⏪⏸⏩

Meringkuk dengan pikiran yang melanglang buana, itulah yang dilakukan Septi sekarang. Tubuhnya memiring menatap sebelah kanannya yang kosong, biasanya tempat itu akan ditempati oleh Aya

Jika hujan, Aya akan dengan sukarela memberikannya pelukan. Jika dia tak bisa tidur, Aya akan menemaninya hingga dia bisa tidur. Jika dia terbangun tengah malam dan di dera rasa lapar atau haus, Aya akan dengan pengertiannya memasak atau mengambilkan air ke dapur jika gelas sudah kosong.

Dan sekarang, malam ini, hujan turun dengan deras membasahi bumi, Septi tentu saja kedinginan, dan selimut telah menutupi tubuhnya hingga batas dada.

Jika saja Aya di sisinya, dia pasti sudah memeluk gadis itu, yang senantiasa mengantarkan kehangatan pada tubuhnya, dan aroma stroberi yang menyeruak dari gadis itu akan membuatnya tenang dan cepat tertidur.

Septi menelan ludah, tangannya meraba bagian ranjangnya yang kosong. Tak terasa air matanya menetes, hatinya sangat merindukan Aya. Walau begitu Septi berusaha tegar di hadapan Ayahnya, bertingkah seolah dunia yang dia tempati kembali berwarna, nyatanya tidak seperti itu.

Setiap malam, Septi masih berandai jika yang dia alami hanyalah mimpi semata, gadisnya masih ada di sisinya, menemaninya bagaimanapun kondisinya, sesuai yang di ucapkan gadis itu.

Tapi itu semua hanya ada kata andai, karena nyatanya, ini bukanlah mimpi, melainkan nyata.

Kadang, setiap malam, Septi selalu menangis meratapi takdir dan nasib hidupnya yang benar-benar terasa buruk.

Pertama, di tinggalkan Papanya, kedua, ditinggalkan Mamanya, apalagi fakta bahwa wanita yang dia cintai dengan sepenuh hati itu meninggal karena racun, ketiga, Aya meninggalkannya.

Dua kali, dua kali Aya mengalami kecelakaan, dan penyebab semua itu adalah dirinya. Tak bisa dipungkiri, jika menyangkut Aya, Septi akan menjadi emosional dan sifat childishnya akan berkali-kali lipat, dan itulah penyebabnya.

Kecelakaan pertama, sempat membuat detak jantung Aya berhenti selama dua jam penuh dan kembali saat jam ketiga. Yang ke dua, Aya benar-benar meninggalkannya dan gadis itu sempat koma selama dua bulan, hingga akhirnya gadis itu meninggal tepat dihari ulang tahunnya.

Sepertinya tanggal dimana dia lahir ke dunia ini adalah tanggal kutukan, itulah yang ada dipikirannya saat ini.

Septi menyibak selimutnya, dia bangun dari ranjang dan berjalan mendekati jendela kamarnya. Hordennya terbuka, mungkin dia lupa menutupnya.

Dari bali jendela, Septi bisa melihat hujan yang terus mengguyur dengan deras. Telapak tangannta menempel permukaan jendela, matanya menatap dengan tatapan menerawang ke depan.

"Kalau hujan gini, kamu bakalan kangen sama aku." Ucap Aya sambil tersenyum manis, gadis itu mencuri kecupan di pipi Septi dan kembali menatap keluar jendela, hujan belum reda dan malah semakin deras.

"Setiap hari, aku kangen kamu kok." Balas Septi dengan senyum polos, pipinya menempel dipermukaan jendela, menatap wajah Aya dari samping.

Senyum Aya semakin lebar, terlihat sangat manis, Septi bisa melihat wajah Aya sedikit memerah. "Kamu akan lebih kangen sama aku kalau hujan-nya kayak gini."

"Dan itu memang kenyataan, aku rindu kamu Ay, berkali-kali lipat." Lirih Septi sambil mengusap jendela yang beruap, menghela nafas pendeka, kakinya kembali melangkah kembali ke ranjang dan membaringkan diri seperti semula.

Mulai memabaca doa, hingga menit kemudian, pandangannya meredup, belum sepenuhnya terlelap. Tapi tiba-tiba Septi melihat sosok yang dia rindukan, berbaring miring menatapnya dengan senyum lembut.

Ingin memastikan tapi tak bisa dipungkiri dia sangat mengantuk, detik kemudian Septi tertidur lelap, sebelum itu dia bisa merasakan benda kenyal menempel di kening dan sudut bibir kanannya.

"I love you babe, always love you.."

...

Broken Angel menatap sebuah rumah yang tak jauh dari tempatnya berdiri, pandangannya tak lepas dari sebuah kamar yang disinari lampu redup.

Perasaan rindu semakin memperberat dirinya, ingin menghampiri tapi takut mengganggu. Tapi jika tak menghampiri, rasa rindunya akan semakin menggunung.

Broken Angel menghela nafas berat dan mengusap wajahnya yang basah karena rintik air hujan. Aku tahu kamu ngga baik-baik aja, tapi inilah yang terjadi, aku harap kamu bertahan sampai semuanya selesai. Broken Angel berucap dalam hati.

Ketika ingin berbalik pergi, langkahnya urung karena melihat horden tersibak, terlihat wajah yang selama bertahun-tahun ini selalu dia rindukan. Broken Angel tersenyum lirih, matanya tak beralih menatap wajah itu, wajah yang akan selalu dia ingat dan dia rindukan sepanjang waktu, bahkan hingga dia mati.

Ketika mendengar gumaman itu, pandangannya menjadi sendu dan berbalik, namun sebelum itu dia melakukan sesuatu terlebih dahulu.

"Siapa disana?"

...

Raikan membuka pintu, hendak keluar dan berbelanja ke super market, padahal hujan tengah deras seperti ini, tapi pria itu nekat karena ingin minum kopi, sialnya stok kopinya di lemari habis.

Menutup pintu kembali, tangan Raikan bergerak merapatkan jaket hitamnya dan mengedarkan pandangan ke sekitar garasi, mencari payung yang bisa melindunginya dari guyuran air hujan.

Hidungnya mendengus-dengus ketika mencium bau sesuatu, terasa asing sekaligus familiar.

"Bau apaan sih ini?" Raikan bergumam sambil menatap sekeliling rumahnya.

"Sepi, ngga ada siapa-siapa, tapi kok gue ngerasa ada yang lewat ya?"

Raikan mengangkar sebuah koran yang menutupi rak sepatunya, menatap koran itu bingung. "Ini tadi ngga ada nih, kenapa jadi ada? Apa kebawa angin sampai nutupin rak?"

"Tapi... angin ngga mungkin masuk, orang pintu garasi baru gue buka barusan." Raikan menyangkal pelan, pria itu semakin bingung ketika mendapati setangkai mawar hitam yang tergeletak di atap mobilnya.

Matanya menangkap secarik kertas yang terletak di samping setangkai mawar, Raikan mengambilnya, membawa sebuah kalimat yang tertulis di atas kertas itu.

Yang kamu tunggu, akan kembali.

"Apaan nih maksudnya? Emang apaan yang gue tunggu?"

Raikan menggaruk kepalanya bingung, pria itu menyimpan secarik kertas kembali ke tempatnya dan membiarkan bunga mawar hitam tadi tergeletak begitu saja di tempatnya. Tangannya menggapai payung yang tergantung dan membukanya.

Sreekk sreekk

"Suara apaan tuh?" Cicitnya pelan, Raikan melangkah mengendap-endap ke depan garasi dan menutup pintunya dengan amat pelan agar tak menimbulkan suara sama sekali, tatapannya jelalatan kesena-kemari.

Hingga akhirnya, mata pria itu menangkap sesuatu yang mecurigakan, Raikan berseru dengan agak berteriak. "Siapa disana?"

Krik krikk

"Ohh jangkrik toh." Gumamnya pelan dan mengangguk, pria itu tak terlalu memusingkan dan akhirnya dia berjalan pergi meninggalkan rumahnya, menembus hujan lebat yang turun hanya dengan bermodalkan jaket dan payung.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang