• epilog 2 •

0 0 0
                                    

Playing Now
Arash feat. Helena | Broken Angel

⏪⏸⏩

Sesampainya di rumah sakit, Raikan memarkirkan motornya dengan sembarang. Kakinya dengan cepat berlari masuk, menabrak siapapun yang menjadi penghalang jalannya.

Tidak bisa dipungkiri jika penampilannya begitu acak-acakan, tapi Raikan sama sekali tidak peduli. Pria itu ingin cepat-cepat sampai di ruangan putranya.

Beberapa umpatan mengarah padanya, Raikan mengabaikan semuanya. Dalam hati pria itu mengerang kesal, kenapa tak sampai-sampai? Dimana ruangannya? Kenapa terasa jauh?

"Jangan tinggalin Ayah, Septi."

"Ayah ngga punya siapa-siapa lagi."

"Ayah mohon Septi, Ayah harap perkataan Arno tentang kamu tidak benar-benar terjadi."

Di setiap langkah larinya, Raikan meracau dengan air mata yang bercucuran membasahi pipi dan wajahnya. Raikan yakin wajahnya kini sangat tidak enak di pandang, tapi siapa peduli lah, Septi lebih penting sekarang.

Raikan mempercepat laju larinya ketika matanya menangkap tulisan 'Kamboja 5', tidak ada siapapun disana, Arno mungkin tengah ada di dalam bersama yang lain.

Rupanya pria itu mendengar kata-katanya, meski nyawa Septi masih tak jelas, tapi Raikan berkata untuk tidak menyimpannya di 'ruang mayat', jika memang iya Raikan tidak akan sudi masuk. Bukan tidak tega, karena Raikan yakin jika Septi tak akan meninggal semudah itu, hanya karena pesawat yang dia kemudikan meledak.

Jika lebih parah dari itu, Raikan yakin Septi akan mati. Misal di kremus Hiu, Raikan baru percaya jika Septi merenggang nyawa, walau tanpa wujud.

Ini hanya karena pesawat meledak di udara?

Raikan benar-benar tidak yakin.

Sesampainya di ruang Kamboja 5, Raikan membuka pintu kaca tidak tranparan itu dengan cepat, menimbulkan bunyi yang cukup nyaring. Tatapan matanya terpaku pada tubuh Septi yang terbaring di atas brangkar, tatapannya beralih menatap mesin EKG yang berbunyi panjang dan nyaring dengan garis lurus.

Itu pertanda jika nyawa Septi benar-benar melayang.

Mata Raikan kembali berembun, air matanya kembali menetes, di susul dengan isakan lirih. Dengan lemas Raikan berjalan menghampiri tubuh Septi yang terbaring setelah menutup pintu dengan lambat.

Disetiap langkahnya, Raikan bergumam dalam hati, berharap jika semua yang ada di depannya tidak benar-benar nyata.

"Septi..."

"Jangan tinggalin Ayah, hikkss.."

Raikan tergugu dengan isak tangis yang semakin mengeras, tanganya dengan cepat merengkuh tubuh Septi yang lemas. Raikan memejamkan kelopak matanya rapat-rapat, pria itu menumpahkan semua air matanya di bahu putranya yang masih setia memejamkan mata.

Raikan menjauhkan tubuhnya kembali, menatap Septi dengan sorot sendu. Kepalanya menoleh menatap Arno yang kini menatapnya, beralih menatap Ria yang yang menunduk menatap lantai.

Astaroth tak bergeming dengan tatapan kosong, Asrael menangis keras, tak peduli jika ini rumah sakit dan akan mengganggu pasien lain. Azazel memiringkan kepala dengan mata kosong, tetes demi tetes air mata mengalir membasahi wajahnya.

Tita dan Yuna saling melirik dalam diam dan menunduk.

Raikan menarik nafas dan membuangnya pelan, tubuhnya sedikit terguncang karena isakan yang masih tersisa. Kepalanya menoleh menatap jendela, pandangannya menatap nyalang pada langit siang dengan panas matahari yang terang benderang.

Missing You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang