Playing Now
Alan Walker, K-319 & Emelie Hollow | Lily⏪⏸⏩
Bluurrbb blurrbb
Satu bulan ini, tak terhitung sudah berapa kali Septi mengutuk dan memaki, bibirnya yang suci jadi kotor, pikirnya sedih.
"Baru satu jam Rival!"
Septi memutar bola matanya malas, sahutan Wahid dari atas tak dia perdulikan sama sekali.
Mau itu satu jam, dua jam atau pun seterusnya, terserah, karena yang pasti hari ini Septi mulai bisa mengatur nafasnya di dalam air dengan baik.
Septi memejamkan matanya, menikmati waktunya selagi menahan nafas dalam air.
Sementara itu di atas danau, Wahid terus saja melihat jam tangan, Wulan sibuk dengan bukunya, dan Karin dengan mata yang memperhatikan sekitar danau.
"Si Rival berkembang pesat ya, padahal ini belum satu bulan." Gumam Wulan, bermaksud mengajak Wahid dan Karin bicara, mereka mengangguk membenarkan.
"Semuanya bagus, cuman kita perlu melatih emosi Rival, emosinya sedikit berantakkan." Tambah Karin datar, gadis itu memainkan air danau dengan sesekali membasuh wajahnya, dan rasa segar langsung menerpa kulitnya.
"Rival sedikit stress." Kata Wahid sambil menatap jam tangannya.
Ini sudah lebih dari tiga jam, kemarin Septi berhasil sampai dua jam setengah, dan sekarang meningkat lagi, perkembangan yang cukup pesat.
"Yang bisa menyetabilkan emosi Rival adalah dirinya sendiri, kalau memang Rival ingin, tapi kalau enggak kita bisa apa." Wulan menganggat bahunya pasrah.
Setelahnya hanya ada keheningan, mereka kembali sibuk dengan dunia mereka masing-masing.
Havana oh na-na
Half of my heart is in Havana, oh na-na"Hp lo bunyi, angkat gih." Cetus Wulan yang sedikit terganggu dengan suara panggilan milik Karin, Karin hanya membalas dengan dengusan dan berjalan menjauh guna mengangkat telepon.
Wulan dan Wahid melihat dari tempat mereka, Karin terlihat sedikit kewalahan, mereka bisa menyimpulkan jika Raikan lah menelpon.
Mereka berjanji hanya akan membawa Rival dalam satu minggu, tapi ini sudah lebih dua minggu, dan itu membuat Raikan yang ada disana curiga.
Apa yang dilakukan oleh mereka pada putranya?
"Gimana?"
Wahid bertanya begitu Karin sampai di depan mereka dan duduk di atas batu, Karin melirik mereka sekilas dan kembali menatap ke depan.
"Setelah ini semuanya beres, kita harus balikin Rival ke Om Raikan." Saat Wahid ingin menyangkal, Karin melanjutkan ucapannya, kali ini sambil menatap tajam kedua temannya.
"Kita ngga bisa ngelatih Rival setiap hari, dia belum lulus sekolah, apalagi Om Raikan mulai curiga." Oktaf suaranya naik satu tingkat, membuat Wahid dan Wulan tersentak, mereka dalam bahaya, jika Karin terus seperti ini mereka akan menjadi korban kekerasan Karin.
"Diam?! Atau gue bakalan jahit mulut kalian pakai kawat hah?!"
Tanpa sadar Wulan meringis dan Wahid bergidig ngeri, mereka mengalihkan perhatian, berpura-pura tak tahu jika Karin tengah menatap tajam pada mereka, seperti ingin memakan mereka hidup-hidup.
Melihat Respon keduanya membuat Karin mendengus, gadis itu menatap ke arah dimanan kepala Septi yang terlihat dipermukaan danau. Tanpa sadar Karin menelan ludah ketika melihat kepala Septi menyembul sebagian dari rambut hingga mata yang terlihat.
Tatapan mata Septi begitu tajam menusuk, membuat tulang-tulang Karin terasa bergeser dari tempatnya. Cepat-cepat Karin mengalihkan pandangan.
Iblis. Pikirnya ngeri.
...
Lily was a little girl~
Afraid of the big wide world~
She grew up within her castle walls~Now and then she tired to run~
And then on the night with the setting sun~
She went in the woods away~
So afraid all alone~Astaroth tertawa puas melihat boneka ciptaannya yang benar-benar terlihat mengagumkan dimatanya, bagaimana jika Kakaknya tahu kalau dia sudah mengoleksi hampir satu ribu kerangka manusia ya?
Tentu saja dia akan bangga. Pikirnya senang.
"Hmm.."
Astaroth memindai semua boneka yang ada di ruangannya, hampir semuanya kerangka laki-laki. Beberapa kali Astaroth juga membunuh perempuan, wanita, bahkan ibu hamil.
Jika bagian itu, sebenarnya Astaroth tidak mau, dia hanya melakukannya beberapa kali. Itupun atas permintaan si ibu hamil.
Jaman sekarang memang biasa hamil di luar nikah, hanya saja jika di Indonesia itu membuat harga diri turun dan dipandang rendah, wanita yang hamil diluar nikah dianggap sampah.
Tapi jika dipikir-pikir, korban ibu hamil yang dibunuhnya rata-rata adalah gadis yang diperkosa, itu kata mereka yang bercerita padanya, Astaroth tak ambil pusing, itu mungkin takdir mereka yang tidak diperbolehkan hidup lebih lama didunia.
Mereka terlalu baik menjadi wanita.
Ada juga sebagian yang memang benar-benar melakukan perbuatan itu dan berakhir menyesal. Padahal mereka tahu jika perbuatan zina itu membuatnya malu, kenapa mereka terus saja melakukannya?
Benar-benar bodoh. Gumamnya dalam hati.
Dan kini Astaroth hanya mempunyai satu kerangka wanita, itu jelas bukan ibu hamil, karena saat membuatnya Astaroth pasti akan repot membersihkan janin tak jadi itu dan harus menguburnya dengan benar.
Lagi pula Astaroth tak tahu cara menguburnya, yang dia tahu hanya cara membunuhnya saja.
"Brother Ar!"
Astaroth cepat-cepat menekan saklar lampu, hingga kamar yang tadinya gelap menjadi terang benderang.
Sial.
Astaroth tengah menikmati pemandangan surganya, tapi ada Azazel yang mendekati kamarnya dan memanggilnya. Sekarang dia melihat Azazel yang berdiri di lawang pintu, menatap ke arahnya.
"Kenapa Azazel?" Tanya datar, dalam hati Astaroth menahan keinginannya untuk melahap otak Adiknya itu, karena berkali-kali dia luluh oleh sorot mata Azazel yang polos.
Azazel mengedip lambat, tatapannya berkeliling, memandang kamar saudaranya yang rapi dan bersih.
"Azazel!"
Azazel nyengir menatap Astaroth, yang tanpa sadar membuat Astaroth memutar bola matanya malas. "Makan malam sudah siap Bro, ayo kita turun." Ajaknya semangat.
Astaroth mengangguk paham dan menyuruh Azazel keluar dari kamarnya, setelah mematikan saklar lampu, Astaroth cepat-cepat menutup pintu kamarnya, bisa gawat jika Azazel melihat isi kamarnya.
Azazel berbeda dari Asrael dan Astaroth, entah bagaimana bisa anak polos itu terlahir dari keluarga yang semua tangannya terkotori darah dan dosa.
Ria yang dulunya tak tahu apa-apa juga masuk ke dalam keluarga itu karena mencintai salah satunya, meski begitu perangai keluarga Huxley memang tak jauh beda dengan keluarga Wijaya.
Karena dulu Ria adalah tukang bullying, hanya saja Ria membully jika memang jiwa wanita itu merasa terganggu dengan orang yang sudah mengusiknya.
Azazel yang malang, kasihan sekali dia dilahirkan di keluarga gila ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You [End]
Mystery / ThrillerMungkin Tuhan memang menakdirkan hidupnya penuh dengan kesialan, di mulai dari hal-hal yang kecil, sampai hal besar. Contohnya Rival Septian Nugraha yang tak pernah punya teman dan selalu di jauhi di sekolahnya, dan dia tak tahu apa kesalahannya. La...