Suite dua lantai itu adalah tempat termegah yang pernah dilihat Emily.
Tiap lantai apartemennya memiliki ruang pertemuan tersendiri serta kolam renang di dalam ruangan dengan skylight kaca.
Balkonnya yang luas didesain dengan bentuk melingkar, dan terbuka kearah pemandangan teluk Upper Bay yang indah.
Emily memandanginya dengan takjub.
Langit pagi itu cerah tanpa awan, sehingga Emily bisa melihat kapal-kapal berlayar di perairannya yang tenang.Emily memejamkan mata lalu menarik napas dalam-dalam tatkala dirinya menghirup aroma matahari pagi yang ... wangi dan lezat?
Bagel!
Makanan kesukaannya.
Perut Emily yang kosong langsung keroncongan.
"My lady?"
Suara ramah Whitley membuyarkan lamunannya.
Pria itu berdiri di ujung lorong, membentangkan tangan kanannya ke arah ruangan utama apartemen."Silakan lewat sini, master Matthias sedang menunggu anda,"
Emily memandang pria itu dengan wajah cemberut kemudian berjalan menyusulnya dengan langkah-langkah lebar sembari bersungut-sungut.
"Tentu saja, sebaiknya kita tidak membuat dia semakin marah dengan menunggu lebih lama lagi." gerutu Emily.
Whitley tersenyum seraya menyejajarkan langkahnya di samping Emily.
"Nanti setelah pertemuan, bila anda mau, juru masak akan menyajikan bagel khas Yorkshire sebagai menu sarapan, bagaimana?" ujar pria itu dengan nada persuasif yang mungkin akan ia gunakan untuk menghibur anak yang sedang merajuk.
"Ya ampun Whitley," Emily mendesah.
"Setelah aku mengguyurnya dengan kopi panas tanpa alasan ..."
"... aku akan terkejut bila Matthias tidak mencaciku, sebelum ia menendangku keluar dari sini."
***
"Master Matthias tak mungkin melakukan hal itu, anda tenang saja."
Whitley membawa mereka memasuki suatu aula pertemuan berukuran sedang yang di desain seperti jaman Victoria, lengkap dengan meja bundar di tengah ruangan.
Ada lima kursi kayu berukiran dengan sandaran tinggi mengelilingi meja."... kenapa tidak?" gumam Emily.
Ia menghentikan langkahnya untuk mengamati ukiran yang terdapat pada sepanjang pinggiran meja dan kursi itu.
"His Lordship tak mungkin berlaku kasar pada anda, karena anda adalah adik perempuan beliau,"
"Meskipun anda sendiri meragukan hal itu," Whitley menambahkan sambil tersenyum penuh arti.Emily menoleh dengan cepat padanya.
"Bukankah itu alasan anda berpakaian seperti ini?" tanya Whitley, merujuk pada seragam pelayan hitam putih yang masih dikenakan oleh Emily.
Emily berdecak sambil memalingkan wajahnya mengamati jendela-jendela besar yang dihiasi oleh tirai berwarna perak di sisi lain ruangan.
"Well, aku hanya sedikit penasaran padanya, itu saja."
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, lalu menatap Whitley dengan wajah cemas,
"Dia ... maksudku Matthias, tak akan menyulitkan teman-temanku, bukan?""Karena ini benar-benar murni ide-ku,"
"Mereka cuma terpaksa menurutiku saja.""Entahlah. Mungkin dia berencana memberi mereka sedikit pelajaran."
Emily terlonjak kaget ketika mendengar suara bariton yang tak asing baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty and The Beast : "Dark Fortress"
RomanceSuatu pagi Baron Dimitri Lurie yang tengah diselidiki karena keterlibatannya atas bencana ledakan tambang yang meluluh lantakkan seluruh desa, ditemukan tewas bunuh diri di kamar tidurnya. Kematiannya membuat anak laki-lakinya, Matthias, menyimpan d...