Episode 68 : Alternatif Utama

64 6 5
                                    

Metro General Hospital

Tidak ada yang pernah Emily alami yang terasa seperti ini, nyata sekaligus tidak nyata.
Bahkan dalam mimpi buruk sekalipun ia tak pernah membayangkannya.
Melihat Matthias tertembak dan berada dalam pelukannya seolah seluruh dunia Emily runtuh dalam sekejap.

Ia tidak menyadari apa yang terjadi di sekitarnya setelah itu.
Teriakan panik dan seruan orang-orang di pesta terdengar seperti dari tempat yang sangat jauh.
Emily membenamkan wajah dan menangis di atas tubuh Matthias yang tidak bergerak entah untuk berapa lama hingga Dorothy datang dan menuntunnya ke dalam mobil, mereka mengikuti ambulans dengan sirene yang meraung-raung menuju ke rumah sakit.

Emily meringkuk di sofa kulit ruang tunggu kamar rawat yang akan ditempati Matthias sementara pria itu sedang berada di ruang instalasi darurat untuk ditangani.
Seseorang telah memakaikan selimut ke bahunya, tapi Emily hanya membiarkan benda itu terjuntai ke sofa.

Emily mengangkat kepala saat pintu kamar didorong terbuka, seorang perawat wanita masuk dengan troli berisi peralatan medis.

Emily menyeka sisa air mata dari wajahnya.
"Apa mereka masih menangani Matthias?"

"Sepertinya begitu, " perawat itu berhenti di dekatnya.
"Saya hanya akan memeriksa fasilitas di kamar sebelum pasien tiba."
"Dokter jaga akan memberitahu keluarga pasien segera setelah prosedur medis selesai."

Emily mengangguk lemah.
Ia menghela napas sambil meletakkan kepalanya di sandaran sofa.
Ayahnya sempat melarangnya pergi ke rumah sakit.
Menurutnya akan lebih aman bagi Emily untuk berdiam di rumah dan menunggu kabar tentang kondisi Matthias.

Sungguh konyol membayangkan dia bisa duduk dengan tenang di mana pun sementara ia tak tahu seberapa parah keadaan Matthias saat ini.
Membayangkannya membuat pikiran Emily semakin kalut.
Ia memejamkan mata untuk menghalau air matanya.

***

Unit Instalasi Darurat

"Kau sangat beruntung."

Dokter Shaw, ahli bedah Metro General menggulung stetoskop dan menjejalkan benda itu ke dalam kantong jubah dokter-nya.

( ... )

"Bisa saja lebih buruk, jika meleset satu inci saja itu akan mengenai tulang." ia berkata sambil mengamati hasil rontgen di tangannya.
"Kuberitahu padamu, itu sama buruknya dengan mengenai organ dalam."
"Saat peluru bersarang di tulang belakang, kau bisa saja lumpuh."
"Aku pernah menangani seorang pasien dari kemiliteran yang terkena tembakan di punggungnya, pecahan pelurunya menyebar, mengenai saraf tulang belakang dan dia harus menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda."

"... itu tidak akan terjadi," Matthias berkata dari atas ranjang, "dan tak ada hubungannya dengan keberuntungan karena aku mengenakan rompi anti peluru."

Dokter Shaw mendengus sinis.
"Tetap saja kau bertindak gegabah," sergahnya.
"Bagaimana jika wanita itu mengincar kepalamu, bagaimana jika rompi anti peluru yang kau pakai tidak berfungsi dengan baik?"
"Ada beberapa kasus di mana hal semacam itu terjadi."
Sang dokter mengangkat kevlar yang sebelumnya digunakan oleh Matthias.
Tampak ada bagian punggungnya yang sedikit koyak.
"Lihat," ujarnya seraya menunjuk sebuah titik koyak, " jika saat itu Anastasia memutuskan untuk menghabiskan semua isi selongsongnya, kau tak akan punya kesempatan."

"Penembakan itu bagian dari rencana," tukas Matthias, " tentu saja ada penjagaku yang terlatih berada di sana, mengamati, begitu Anastasia melepaskan tembakan pertama itu akan menjadi tanda bagi mereka untuk maju dan menyergapnya."

"Lagipula Anastasia seorang amatir, jika tidak aku tak akan mengambil resiko."
"Seorang sipil yang memegang senjata cenderung melepaskan tembakan acak ke arah lawan tanpa terfokus."
Matthias tersenyum, "itu berhasil."

Beauty and The Beast : "Dark Fortress"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang