#4

13 9 0
                                    

"Ah, abang tau, nih. Kayaknya tadi abang keasikan cerita-cerita gitu sama Anis, ngomongin hal seru di taman rumah sakit. Makanya abang gak denger panggilan adek."

"Iya, bang. Adek ngerti, kok.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Ais menaruh perhatian pada suasana di luar jendela. Matahari bisa saja begitu terik tanpa adanya awan yang membaluti langit angkasa. Cerah mungkin sedang menghiasi bumi pagi itu.

Tapi kepergian Aarav pagi itu tentu telah mengantarkan suasana hati Ais menjadi mendung gelap kelabu.

Setelah percakapan semalam, Aarav tidak lagi pernah membuka suara. Keheningan adalah dominasi di ruang rawatnya kemarin malam.

Jika Ais hanya memilih termenung dengan segala perasaan berkecamuk, maka ada Aarav yang tertawa kecil di sofa sembari kembali saling bertukar cerita bersama Anis di seberang telepon.

Bukan hanya panggilan teleponnya yang terabaikan, kehadirannya juga seakan diabaikan oleh Aarav.

Ais menghela nafas pelan. Kepalanya ia tolehkan ke arah Marfin yang sibuk mengupas buah-buahan.

"Fin," panggil Ais yang dibalas deheman singkat oleh Marfin.

"Pengen pulang." Perkataannya berhasil membuat Marfin menghentikan kegiatan mengupasnya. Tatapan Marfin berlabu pada wajah Ais, memperhatikan dengan seksama wajah tersebut.

"Lo belum sembuh," katanya lantas kembali fokus mengupas buah.

"Pulang, Fin. Gue mau pulang..." Ais merengek, bahkan meraih tangan Marfin untuk ia guncangkan pelan.

"Enggak, lo masih sakit."

"Mana ada? Sehat gini, kok. Udah sembuh gue, mah. Gak liat?"

"Masih sakit hati."

Ais mendengkus sebal. Perkataan Marfin mengalahkannya telak.

Terhitung sejak satu jam lebih empatpuluh lima menit Aarav meninggalkan ruang rawatnya, kakaknya itu sempat berkata, "Butuh sesuatu, kabarin abang, ya. Atau samperin abang di ruang rawat Anis." Dan Marfin jelas menyaksikan kejadian tersebut.

Anis, Anis, Anis aja terus! Gak usah pedulikan adekmu ini bang!

Dengkusan keras Ais menyita perhatian Marfin. Bertepatan dengan Marfin yang sudah selesai mengupas buah, cowok itu menyuapkan seiris buah apel pada Ais yang diterima dengan masih beraut kesal.

"Yaudah, kita pulang. Tapi habisin buah ini dulu, gue juga mau kabarin bang Aarav."

"Gak usah," sergah Ais cepat.

"Loh, kenapa?"

"Pokoknya gak usah dikabarin. Bang Aarav lagi sibuk pacaran sekarang." Wajah Ais semakin masam setelah menyelesaikan kalimatnya.

Dan rautnya berhasil mengundang kekehan dari Marfin. "Cemburu?" katanya diakhiri senyum mengejek.

"Enggak juga, sih."

"Halah."

"Pokoknya gue pengen pulang."

°°°

"Iya, ya. Hahha.."

"Kamu inget gak, sih, waktu kita masih maba dulu? Dengan sok pahlawannya kamu malah pengen nemenin aku yang lagi dihukum, padahal posisinya kita berdua masih sama-sama orang asing."

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang