#12

10 7 4
                                    

Ais merasa ada yang salah sekarang. Ia merasa, Kakaknya dan Marfin sedang perang batin dilihat dari bagaimana mereka saling melempar tatapan.

Ais tertawa kikuk. Menepuk punggung Marfin kencang dan memberi pelototan sebagai peringatan untuk sahabatnya itu.

Ia menggumam, "lo kenapa, sih?" yang dibalas gelengan kepala singkat oleh Marfin.

"Jadi elo pacar adek gue?"

"Iya." Marfin menjawab tegas, sementara Ais kembali menoleh dengan tatapan tajam.

Ais akui, ia pernah berbohong pada Sang kakak kalau Marfin ini pacarnya. Itu dulu, dan Ais pikir tidak ada untungnya ia kembali berbohong sekarang.

Ais sudah memasrahkan diri.

"Bang, adek keluar sebentar, ya, mau ngomong sama Marfin dulu."

"Enggak! Gak boleh. Gue gak mau ditinggalin sendiri." Aarav menolak cepat membuat Marfin mendengkus geli.

"Lebay amat, bangㅡaw!"

Ais kembali melayangkan pukulan pada Marfin di punggung. Dengan tatapan horornya, ia memberikan peringatan tegas untuk Marfin bungkam.

"Sebentar doang, kok, bang. Di depan pintu aja, tuh, di situ." Ais menunjuk pintu. "Sekalian anterin Marfin pulang."

"Lebay amat pake dianterin segala."

Dan Marfin melepaskan tawa mengejek miliknya. Berbalik badan sembari menggeleng tidak habis pikir, Marfin berjalan keluar dari ruang rawat Aarav diikuti oleh Ais yang mendorongnya.

Setelah pintu Ais tutup rapat, cewek itu kembali menggebuk Marfin.

"Lo kenapa, sih? Gila, lo?! Kesurupan? Dimana? Siapa namanya? Biar gue suap setannya," kata Ais dengan suara berbisik.

Marfin terbahak. "Gak usah tolol, Yis."

"Serius, Fin. Lo kenapa, sih? Tiba-tiba banget berubah gitu."

"Abang lo enak dikibulin. Mana percaya lagi, hahahah."

"Sembarangan! Udah lo pulang aja sana, besok jemput di depan, gak ada penolakan."

"Iya, tuan putri."

"Heh!"

°°°

Paginya, Marfin datang menjemput Ais sesuai perintah sahabatnya itu. Bedanya, ia tidak menunggu di depan melainkan masuk hingga ke ruang rawat Aarav.

Membuat Aarav yang tengah bersantai ria sembari menelepon Sang pacar harus terhenti dan memilih berdecak sebagai sambutan untuk pacar gadungan adiknya itu.

"Ngapain lagi lo ke sini?"

"Jemput Ayis, bang."

"Lo gak malu nemuin abangnya pacar lo sendiri? Masuk ruangan gue segitu santainya."

"Loh, padahal dulu kita deket, loh, bang."

Aarav mengerjap. Jadi tergagap sendiri. "Masa, sih?" katanya tidak percaya.

Marfin mendekat dengan kekehan di bibirnya. "Iya, bang. Sedih banget, sih, waktu tau kalo bang Aarav gak inget gue sama sekali."

"Emang iya, Is?"

Aarav memilih menanyai Ais yang baru keluar dari wc. Marfin ikut menoleh, memasang wajah manisnya yang justru membuat Ais merasa ada yang tidak beres dan mulai was-was.

"Apa, bang?" Ais mendekat.

"Katanya gue sama pacar lo ini dulunya deket? Emang bener, Is? Masa, sih?"

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang