#35

2 0 0
                                    

Malam hari telah tiba, Marfin bertandang di kamar Ais sembari rebahan asyik di kasur Sang kembar. Sedang si pemilik kamar sendiri tengah duduk di balkon kamar.

Menelpon Sang pujaan hati sekitar jam sembilan malam memang sungguh waktu yang tepat. Marfin terakhir pacaran ... emm ... ternyata tidak pernah, haha! Hidupnya melulu di samping Ais. Cukup untuk melihat kembarnya bahagia, sudah membuatnya ikut bahagia.

Setelah sekitar hampir satu jam, Ais akhirnya memutus sambungan. Masuk dan ikut merebahkan diri di sebelah Marfin.

Kakinya tidak tinggal diam, ia menyolek kaki Marfin dan berkata, "perbaikin tidur lo. Entar gue tendang, bukan salah gue ya." yang dipatuhi Marfin dengan cepat.

"Btw, Yis, bisaan banget lo ngomong sama Kak Nanta pake lo-gue," kata Marfin.

Ais terkekeh singkat. Melepas bantal di bawah kepalanya, lalu menggantinya dengan tangan. Marfin tahu kebiasaan Ais yang satu itu. Selalu, jika sedang berbaring dan mereka akan melakukan sesi cerita, Ais akan mengganti bantalnya dengan kedua tangan.

"Kak Nanta sendiri yang pengen. Katanya, sih, biar kayak anak gaulnya Indonesia. Emang ada-ada aja, sih, kak Nanta." Lagi, Ais terkekeh di akhir kalimatnya.

Membuat Marfin menarik kesimpulan, Ais cukup bahagia bersama Nanta.

"Lo bahagia, kan?" tanya Marfin sembari merubah posisi tidurnya menjadi menyamping. Memperhatikan bagaimana perubahan wajah Ais yang jelas.

Kembarnya semakin kurus membuat pipinya tidak sechubby dulu.

"Kalau ditanya bahagia, sih, tentu gue bahagia. Setiap hari makan enak, pemandangan enak, dan kehadiran Kak Nanta menurut gue juga salah satu hal yang buat gue bahagia ketika hidup gue jauh dari lo, jauh dari keluarga gue." Ais mengulum bibirnya, mengambil jeda sejenak. "Kak Nanta ... gue sadar Kak Nanta tau waktu awal dia confess ke gue dan beberapa bulan ke depan perasaan gue gak sepenuhnya buat dia. Tapi dia diam, dengan sabar nungguin gue untuk buka seluruh hati gue buat dia."

"Hasilnya gimana? Lo udah buka hati lo sepenuhnya buat dia?"

Ais menggeleng sedih. "Enggak. Nyatanya, 'dia' punya ruang tersendiri di hati gue, Fin, dan lo tau pasti sama satu fakta itu. Kak Nanta gak berhasil tembus, dan gue menyayangkan diri gue sendiri kenapa gak bisa cinta seratus persen buat Kak Nanta yang jelas-jelas cinta sama gue dengan tulus."

"Mau tau gak fakta menariknya lagi? Kak Nanta gak marah waktu beberapa kali nemuin gue ketiduran sambil liatin foto bang Aarav." Ais terkekeh miris. "Bego banget, ya, gue?" kata Ais yang Marfin dengar seperti sebuah pernyataan.

Tangan Marfin bergerak mengelus kepala Ais. "Enggak, lo gak bego sama sekali, kok. Lo udah berjuang sekuat tenaga, jadi biarin takdir mau bawa lo kemana. Gak pa-pa sesekali pasrah dengan takdir, karena manusia cukup untuk berjuang demi hidupnya."

Marfin bangkit dari tidurnya. Menarik selimut untuk Ais saat ia sudah berdiri.

"Sekarang tidur, besok lo harus temenin gue jalan-jalan, oke, kembar?"

Ais mendengkus. Sedikit menurunkan selimut yang menutupi wajahnya. "Iya."

"Good. Sleep well, ya!"

°°°

"Gila, sih, keren banget. Gue gak tau kalau Korea bakalan secantik ini, padahal gue udah sering lihat di drama-drama."

Ais terkekeh. Mendorong bahu kembarnya pelan lantas berkata, "lebay! Tapi iya, sih. Oh iya, lo mau kemana nih? Kita baru keluar rumah aja lo udah 'wah wih wuh' dari tadi."

"Oh, beli makan aja, lah. Bungkus, terus ke taman deket sungai han. Ala-ala piknik korea gitu."

Ais mengangguk. Menarik tangan Marfin untuk kembali berjalan di antara beberapa orang yang berlalu lalang bersama kesibukan masing-masing.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang