#14

14 7 2
                                    

"Ayis, gak mau bangun, nak? Udah pagi."

Ais meregangkan badannya masih dengan mata tertutup. Lenguhan kecil terdengar keluar dari bibirnya.

Sayup-sayup, mata Ais terbuka dan mulai menyesuaikan cahaya lampu yang menyala.

Diliriknya jam di atas nakas, masih jam 5 pagi.

Ajaibnya, ia melihat Sang mama tersenyum sembari mendekat ke arahnya. Ais jadi ikut tersenyum. Memeluk perut Sang mama saat wanita paruh baya itu terduduk di sampingnya.

"Indah banget mimpi Ayis sampai bisa peluk mama gini. Jadi kangen mama, deh."

Ais terkekeh, semakin mengeratkan peluknya saat mendengar suara tawa mamanya terdengar merdu di indra pendengarannya.

"Kamu gak mimpi, sayang. Bangun, yuk. Mama sama papa bawain oleh-oleh buat Ayis."

Mata Ais terbuka lebar. Didongakannya kepalanya hingga ia bisa melihat jelas mamanya berwujud nyata di depannya, tengah mengelus punggungnya, dan tersenyum manis ke arahnya.

Ais buru-buru bangun dari tidurnya. Memeluk kencang Sang mama yang memukul pelan pundaknya karena merasa tercekik.

"Mama, Ayis kangen!"

Lagi-lagi, Mama terkekeh. "Iya, iya. Ayo turun dulu. Mama bawa banyak sesuatu buat Ayis."

Ais melompat turun. Dengan memeluk pinggang Sang mama posesif, Ayis berjalan turun ke lantai bawah.

"Papa dimana, Ma?"

"Ada di kamar Aarav, katanya pengen lurusin punggung dulu."

Ais mengangguk. "Kenapa gak di kamar aja, ma?"

"Mana bisa, sayang. Mana muat kita tidur bertiga."

Kekehan Ais mengudara. "Waktu kecil juga tidurnya bisa berempat."

"Ya itukan beda, sayang. Dulu kalian masih kecil-kecil. Sekarang udah besar gini. Pasti sekarang juga udah pada mikirin mau cari pacar, kan?"

"Ih, nggak."

"Masa?" goda Sang mama.

Ais menghindar dari Sang mama dengan mendekat ke arah Sang Papa. Memeluk sayang papanya yang balik memeluknya.

"Ayis, kok, makin kurus?" tanya papa sembari merangkul Sang anak untuk duduk di sofa.

"Loh, iya? Ayis gak sadar. Pantes aja celana Ayis jadi pada longgar-longgar."

Ais meringis dalam hati. Kata hatinya berkata, "akibat makan hati kali, ya?"

"Oh, iya, Yis. Kok kamu tidurnya di kamar mama sama papa?"

Ais mendongak. Menatap mama sebentar, lalu berkata, "Oh, kak Anis nginep di rumah, jadinya tidur di kamar Ayis, ma."

Mama menggangguk mengerti. Beda dengan papa, pria paruh baya itu justru berdecak pelan.

"Aarav bisa-bisanya ajak pacar ke rumah nginep." Ais mengerjap. Menoleh, menatap papa yang juga menoleh ke arahnya. "Kenapa kamu bolehin, Yis? Papa gak pernah ijinin seorang pacar nginep di rumah ini."

Ais jadi menunduk. Bingung sendiri mau menjawab seperti apa.

Diam-diam, Ais bertanya dalam hati. "Apa karena ini abang gak pernah bawa kak Anis ke rumah dan malah baru diajak waktu Papa sama Mama gak di rumah?"

"Aarav!"

Ais tersentak kaget saat dirasa suara Papanya terlalu keras hingga menarik dirinya dari lamunan. Mendongak dan mendapati Aarav masih dengan wajah mengantuknya berjalan ke ruang tengah.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang