#31

2 0 0
                                    

Ais berguling di atas kasurnya. Pikirannya bercabang karena satu hal.

Aarav.

Kakaknya itu ... Ais selalu berhasil dibuat semakin jatuh cinta.

Mau bagaimanapun kakaknya itu, Ais pasti selalu mendapati dirinya mengalah dengan hatinya sendiri disaat pikirannya benar-benar telah memberi peringatan keras.

Hatinya menolak kerjasama. Hatinya ternyata tetap pada pendirianya, menetap hanya pada orang yang sama.

Tok tok

"Ayis,"

Ais tersentak. Dengan mata melotot, Ais menoleh ke arah pintu.

"Adek di dalam?"

Setelah berdehem, Ais bersuara. "Iya, bang." Dan memunculkan Aarav di ambang pintu yang sudah mengenakan pakaian santai ala rumahan.

"Makan?"

Kepala Ais menggeleng. Perutnya sedikit kenyang setelah diberi asupan makanan empat sehat lima sempurna dari Sang bunda.

"Kalo gitu temenin abang makan, mau?"

Ais baru ingin menolak ketika Sang kakak tiba-tiba memasang wajah memelas di depan sana.

Karena suatu hal baru, Ais tentu dibuat kaget. Dan hasilnya, ia kini sudah duduk memandangi kakaknya tengah menyantap mie instan dengan lahap.

"Laper banget kayaknya, bang? Emang gak dikasi makan sama Kak Anis?"

Aarav menelan mienya sebentar, lalu menjawab, "Abang hari ini nolak makan sama Anis biar bisa makan bareng adek."

Mendengarnya, Ais dibuat meringis bersalah. Hatinya jadi sedikit tercubit.

Beberapa menit setelahnya, Aarav telah menyelesaikan makannya.

Disingkirkannya mangkuknya, dan juga gelasnya lalu melipat tangan di atas meja. Matanya menatap lurus pada Ais yang hanya bungkam tanpa menatap balik ke arahnya.

"Ayis, liat abang dulu bisa gak?"

Plis, jangan lembut-lembut. Gue paling gak bisa diginiin apalagi sama lo, bang!

"Ayis," panggil Aarav sekali lagi.

Mata Ais akhirnya bergerak pelan menatap pada Aarav yang tersenyum senang.

"Adek mau kan jadi adek benerannya abang?"

Alis Ais mengernyit bingung. "Gimana, bang?"

"Dek, seminggu yang lalu, kan, abang udah jelasin ke adek." Aarav menatap Ais gugup. Dengan hati-hati, ia mengucapkan maksudnya pada Sang adik.

"Apa?"

"Kalau abang pilih Anis, itu artinya Ayis bakalan jadi adek abang. Maksudnya, adek bakalan tetep jadi adeknya abang, kan?"

Ah, jadi itu?

Ais menarik nafas. "Kalau Adek nolak?"

"Kenapa?" Raut Aarav menyendu seketika.

Dan dengan tegas Ais berkata, "Karena adek gak bisa."

"Adek gak bisa prediksi gimana perasaan adek, bang. Adek gak tau sampai kapan perasaan adek ini bakalan bertahan. Dan takutnya, adek malah terus dengan perasaan adek ini sementara abang udah sama kak Anis. Adek gak mau makan hati, bang." Ais menutup matanya.

"Kalau bisa Adek pengen nama adek balik lagi ke kartu keluarga Papa Mahendra. Bukannya adek gak sayang sama keluarga ini, tapi ... adek cuman gak bisa sama abang."

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang