#34

3 0 0
                                    

Gagal.

Aarav gagal memperbaiki hubungan mereka yang retak. Seperti piring, sekecil apapun retaknya, tak akan pernah bisa kembali seperti semula.

Hubungan mereka tak pernah pulih.

4 tahun berlalu, Aarav gagal menemui Ais sebelum cewek itu pergi. Aarav terlambat tiba di bandara.

Karena suatu hal, Aarav tiba di menit Ais sudah terbang bersama pesawatnya.

Tidak ada yang memberitahu. Satu, pun, tak terkecuali. Papa dan mama memilih bungkam. Sesuai perintah Ais, mereka tidak membiarkan Aarav tahu Sedikit pun informasi tentang Ais yang jauh di sana.

Aarav pikir, Ais setidaknya akan kembali saat musim libur. Nyatanya, adik kesayangannya itu memilih menetap di sana.

Ingin diam-diam mengunjungi, Aarav tidak bisa. Selain karena peringatan Ais untuk tidak menemuinya lagi, ia juga tidak tahu di negara mana adiknya menempuh pendidikannya.

Yang Aarav bisa lakukan hanya memandangi foto Ais. Tersenyum sembari merangkulnya. Mungkin umur Ais waktu itu sekitar 15 tahun.

Dan sekarang, Ais sudah menginjak kepala dua. Aarav yakin, adiknya itu semakin cantik.

"Ngapain?" Aarav menoleh hanya untuk mendapati Arion, sahabatnya yang sedang berdiri diambang pintu balkon kamarnya.

"Nggak ada. Duduk doang."

"Duduk sambil ngegalau?" kata Arion diakhiri dengkusan geli. Cowok berkacamata itu memilih duduk di samping Aarav, di kursi berbeda.

Membiarkan dirinya melihat jelas bagaimana nelangsanya wajah Aarav yang menatap ke depan.

"Mau gue bantu?"

Kening Aarav mengernyit,"Gimana caranya?" tanyanya, tahu kalau Arion paham betul hal apa yang selalu bisa membuatnya gundah gulana.

"Denger-denger, ya, emm bukan denger, sih, tapi nguping."

"Gak usah belibet ngomongnya, bisa?"

"Intinya, gue tadi denger tante Fara telfonan gitu. Terus nyebut-nyebut Korea. Mana tau Ayisnya ada di Korea?"

Mata Aarav membulat. Penuh harap ia menarik tangan Arion. "Serius?"

"Iya, jadi gimana? Mau gue bantu? Kebetulan dua hari lagi gue mau berangkat ke Korea. Adek gue mau liburan ke sana soalnya."

"Thanks banget! Nanti gue kirimin fotonya ke lo, kalau-kalau lo tiba-tiba nggak inget waktu di sana."

"Lo gak mau sekalian ikut?"

Kepala Aarav menggeleng. "Enggak. Gue udah janji buat gak nemuin dia. Gue juga gak mau kalo Ayis liat gue, dia malah ngerasa gak nyaman. Lagipula, kalo lusa gue mau temenin Anis ke rumah neneknya."

"Bucin!"

Mendengarnya, Aarav hanya terkekeh pelan.

"Gue minta tolong, ya, Yon?"

"Iya, tenang aja."

°°°

Pukul sembilan pagi, Marfin tiba di negeri gingseng. Karena sekarang musim semi, pemandangan indah kota seoul jadi berlipat ganda.

Bunga-bunga bermekaran dengan cantik. Sama cantiknya dengan Ais yang melambai di beberapa meter kejauhan di depan sana.

Kembarnya itu berlari sesaat setelah ia membalas lambaian tangannya. Dan dalam hitungan detik, Ais sudah berada dalam pelukannya.

Menyalurkan kerinduan satu sama lain.

"Kangen banget, ih!" kata Ais sembari melepas pelukannya.

Marfin hanya terkekeh. Membawa tangannya untuk merangkul Ais lalu berjalan beriringan bersama.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang