#9

12 9 0
                                    

Sudah sembilan belas hari Aarav masih terbaring dengan alat-alat medis yang menunjang hidupnya. Tidak ada tanda-tanda kalau Aarav akan bangun dalam waktu dekat.

Semakin hari, Ais terlihat semakin kurus. Perubahan pada bobot badannya kentara jelas hingga membuat semua orang khawatir melihatnya.

Ais jarang memperhatikan makan, lebih memilih mengurus Sang kakak sambil belajar giat. Dengan kekeras-kepalaannya itu, ia menolak pulang ke rumah dan memilih pulang pergi ke sekolah dari rumah sakit yang merawat Sang kakak.

Seperti malam ini, Ais sudah duduk di sebelah ranjang rawat Aarav. Dengan tangan kanan memegang buku, sementara tangan kiri memegang tangan kakaknya.

Mulutnya sedari tadi komat-kamit membaca dan mengahafal apa saja yang harus ia hafalkan hingga genap satu jam setengah ia mempelajari materi untuk UAS pekan depan.

Dan kini, Ais memilih menutup buku dan mulai memperhatikan Sang kakak yang setia menutup mata.

"Bang." Suara lirih Ais terdengar begitu jelas di dalam ruangan yang hening ini.

"Abang bangun, ya? Abang gak capek tidur terus? Adek yang suka rebahan aja juga capek kalo tiduran terus." Ais mendengus geli.

Ingatannya mengantarnya pada hari pertama Ais bersekolah di SMA. Karena terlalu lama mendekam di rumah dan hobi bangun hampir menjelang siang, Ais tidak menggubris Sang kakak yang membangunkan, dan memilih berbalik badan memunggungi kakaknya itu.

Alhasil, Ais terlambat di hari pertama dan berdiri diantara jejeran murid terlambat.

Ais ingat, saat itu Marfin yang melihatnya hanya terkikik mengejek di antara barisan siswa upacara.

Dan pulang-pulang, Ais kena ceramah cukup panjang dari kakaknya yang tidak ingat waktu kalau ia sudah memberi kultum selama hampir dua jam lamanya. Dan yang dibahas terus saja kalimat yang berulang.

"Ayis."

Ais menoleh ke arah pintu saat indranya menangkap suara lembut yang mengalun di dalam ruangan.

Bersamaan dengan pintu yang tertutup, Ais bisa melihat ada Anis yang berjalan ke arahnya.

"Kenapa gak bilang kalau Aarav habis kecelakaan?"

Ais tersentak. Lambat laun karena keterdiaman Ais, cewek itu mulai digerogoti rasa bersalah.

Karena merasa bersalah, Ais menyingkir. Membiarkan Anis menggantikan tempat duduknya dan memilih duduk di sofa yang tersedia.

"Kamu malam ini pulang aja, ya? Katanya kamu ada UAS? Biar aku aja yang jagain abang kamu."

Ais terdiam cukup lama hingga akhirnya ia memilih mengangguk setuju.

Dibereskannya semua buku-bukunya. Tidak lupa, ia juga memasukkan baju sekolahnya ke dalam tas sebelum akhirnya keluar dari ruang rawat Aarav dengan langkah berat.

Ais sempat menoleh saat ia sudah akan keluar. Dan Anis sudah terisak dengan kedua tangannya menggenggam tangan Aarav, sesekali ia menciumnya sayang.

"Cepet bangun, bang. Kasian kak Anis nangis nungguin abang," gumam Ais.

°°°

"Loh, Ayis pulang? Yang jagain abang kamu siapa?"

Ais tersenyum, memilih meneguk segelas air sebelum akhirnya berkata, "Ada kak Anis, ma."

Sang mama mengangguk mengerti. "Kalau gitu entar mama ke tempat abangmu, ya, sama Papa. Kamu jagain rumah," kata mama yang dijawab anggukan singkat oleh Ais.

Selama Ais menginap di rumah sakit, Ais melarang kedua orangtuanya menginap. Katanya, biar ia yang menjaga Sang kakak hingga Siuman selagi mereka bekerja.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang