#27

3 2 0
                                    

"Ayis..." Marfin menggumam sebelum akhirnya berlari menghampiri Ais.

Setelah berhenti tepat di sebelah Ais, Marfin mengambil nafas panjang. Kepalanya menunduk, dan menatapi Ais yang menghiraukan kehadirannya.

Marfin tahu, Ais sadar. Kembarnya itu tau bagaimana ciri khas parfumnya.

"Bangun, kita pulang."

Kepala Ais menggeleng pelan.

Ais mendongak dan menatap tangan Marfin, sebelum kemudian ia menarik uluran tangan tersebut. Memerintahkan kembarnya itu untuk ikut duduk menemaninya.

Marfin tidak bisa menolak, dan hanya berakhir melepaskan jaketnya dan menyampirkannya pada bahu Ais.

"Yis, pulang aja, yuk. Tangan lo udah dingin gini," kata Marfin sembari menggenggam kedua tangan Ais. Berharap ia bisa menyalurkan hangat di tengah dingin yang menjalari sekujur tubuh.

"Gue masih pengen di sini, Fin. Kapan lagi, kan, gue bisa ke pantai lama-lama gini."

Marfin enggan menyahut. Ditariknya Ais untuk bersandar di pundaknya, membiarkan Ais tahu kalau apapun yang terjadi akan ada dirinya, selalu, di sampingnya sampai kapanpun.

"Fin, gue emang gak sepantes itu ya buat di sukain sama orang? Maksud gue, perasaan gue emang gak berhak ya buat mendapat balasan?"

"Bang Aarav bilang gitu?"

Ais memberikan gelengan kecil, lantas menjawab, "gue cuman ngerasa gitu."

"Kalo lo gak pantes disukain sama orang, perasaan lo gak berhak berbalas, harusnya dari dulu gue gak perlu capek-capek jadi pacar bohongan lo cuman buat hempas para cowok-cowok yang deketin lo dengan alasan kesetiaan perasaan lo ke Aarav-Aarav lo itu, tuh."

Ais mencebik singkat. Tapi tanpa Marfin duga, tangan Ais melingkar di kedua pinggangnya.

Ais memeluknya. Berkata dengan lirih, "gue jadi seneng kita itu kembar, seengaknya gue bisa leluasa buat nempel sama lo."

"Itu mah lo mau nyusahin gue, kan?"

"Tau, aja. Hehe..."

"Hehe..." Marfin meniru Ais dan mendengkus diakhir. Karena gemas, Marfin menjepit hidung Ais lalu menariknya tanpa belas kasihan.

Alhasil Marfin mendapat pukulan. Cowok itu, pun, melepas tangannya sembari tawanya mengudara dengan bebas.

"Lo pikir gak sakit apa?! Idung gue entar besar gimana?!" kata Ais protes.

Ais memutar bola mata malas, lalu kembali memeluk Sang kembar setelah sempat melepaskan pelukannya sebelumnya.

Meski kesal, tidak dapat dipungkiri, kehadiran kembarnya itu cukup untuk membuatnya melupakan sejenak kejadian tadi.

°°°

Tepat pukul delapan, Ais tiba di rumah. Melihat itu, Aarav buru-buru menghampiri. Perasaannya masih khawatir sejak Marfin pergi dengan segenap emosi yang membara dalam dirinya.

"Yis..."

"Hm," kata Ais.

Aarav pikir, ia akan mendapati Ais dengan tampilan berantakan khas orang patah hati. Tapi yang ia dapat justru Ais terlihat baik-baik saja, dengan jaket Marfin yang membaluti tubuh Ais.

Melihat itu, Marfin tersenyum sinis. "Kenapa, bang? Lo kira, lo bakalan dapetin Ayis dengan penampilan berantakan dan memprihatinkan kayak orang kebanyakan yang habis patah hati? Gak usah mimpi, bang. Selama ada gue, Ayis gak bakalan kenapa-napa," katanya seakan tahu pikiran Aarav.

Iya, Fin. Sorry, karena gue sempat menghayal, dan berpikir Ayis bakalan berada dalam masa terpuruk. Gue tau, lo bisa jagain Ayis lebih baik dari gue sebagai abangnya.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang