#15

8 6 0
                                    

Saat pamit tadi, Ais sempat mengutarakan isi pikirannya yang sangat mengganggu.

Posisinya, ia sedang berada di ruang kerja Sang papa.

"Papa gak suka, ya, sama kak Anis?"

Dan papanya tersenyum lembut. "Papa bukannya gak suka sama Anis, tapi papa punya alasan kenapa melakukan hal seperti itu, Ayis. Aarav juga sekarang sedang lupa dengan semua memorinya, jadi papa harus bekerja ekstra buat kembalikan ingatan Aarav."

Bukannya jawaban Sang Papa bisa membuatnya terbebas dari belenggu pertanyaan-pertanyaan, ia kembali harus dihadapkan oleh pertanyaan lainnya yang semakin menyiksa.

Dan semua pertanyaannya tidak memiliki jawaban pada akhirnya. Hanya berujung membuat Ais pusing ditengah ujiannya yang berlangsung.

Parahnya, Ais hampir terlambat mengumpulkan lembar ujiannya jika Marfin tidak menegur dirinya yang melamun ria.

"Lo kenapa, sih? Banyak pikiran banget kayaknya."

Ais menghembuskan nafas kasar sembari membaringkan kepalanya di atas meja.

Wajahnya cemberut kentara. Kedua alisnya mengernyit hampir menyatu bersama bibirnya yang mengerucut.

Marfin terkekeh. Disingkirkannya buku yang ia baca di atas meja, lalu memposisikan dirinya menghadap Ais sepenuhnya.

Tangannya terangkat mencubit pipi Ais yang menggembung akibat cemberut.

Tidak ada reaksi apa-apa dari Ais. Yang cewek itu lakukan hanya terus menghela nafas tanpa membuka suara sedikit pun.

"Masalah bang Aarav sama kak Anis lagi, ya?"

"Bukan," gumam Ais.

Kepala Ais menegak cepat  saat matanya menangkap ada Keysha yang berjalan di depan kelasnya.

"Key!" serunya. Beruntung, Keysha mendengar seruannya dan menoleh ke arahnya.

Ais melambai, memberi isyarat agar Keysha menghampirinya.

Dengan menurut, Keysha merajut langkah menghampiri Ais yang memekik senang.

Ais butuh pengalihan. Tapi tidak dengan Marfin. Sahabatnya itu hanya akan membuat kepalanya bertambah pusing.

"Mau kemana, Key?"

"Oh, gue mau ke perpus, Yis. Kenapa?"

"Ikut!" Ais meloncat dari duduknya. Meski lututnya sempat terantuk meja, ia tetap dengan riang menggiring Keysha keluar kelas.

Naven yang mendekat jadi melongo, sementara Marfin diam-diam meringis, sangat tahu bagaimana sakitnya lutut Ais yang terantuk.

Bunyi rantukannya tidak main-main kerasnya.

"Mereka mau kemana?" Naven mengambil duduk di samping Marfin, tempat Ais.

"Ke perpus," katanya sembari memperhatikan pintu yang baru saja Ais dan Keysha lewati.

"Ngapain?"

Marfin menoleh dengan sedikit mendengkus. "Makan."

"Lah?"

"Si dodol!"

°°°

Pukul setengah duabelas siang. Papa sudah siap dengan kopernya, kembali akan pergi untuk mengurusi beberapa masalah yang terjadi di kantor cabang.

Aarav yang melihat tentu dengan cepat bergerak mendekat. Ada yang harus ia tanyakan pada Sang Papa yang sudah akan masuk ke dalam mobil.

Dicegatnya tangan papanya, lalu menatap tepat di kedua obsidian milik Sang papa.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang