#17

6 6 0
                                    

Seminggu berlalu, tidak ada yang menarik. Aarav masih stuck di tempat, tanpa ada perkembangan yang signifikan. Satu informasi, pun, tidak ada yang ia dapat.

Mama juga sudah sangat sibuk mengurusi beberapa hal, entah apa, mama tidak bilang.

Aarav pikir, mungkin ada baiknya ia kembali tinggal di rumah lama. Kenangan masa kecilnya ada di sana, dan Aarav berspekulasi, ia mungkin bisa menemukan potongan ingatannya di sana.

Menuju kamar Sang adik, ia mengetuknya pelan. "Is," panggilnya. Dan suara Ais terdengar menyahut di dalam sana.

"Kenapa, bang?" adalah kalimat pertama yang Ais ucapkan setelah membuka pintu dan menampakkan dirinya dengan balutan kaos panjangnya yang sampai lutut.

Aarav menggaruk belakang kepalanya yang kebetulan gatal. Dengan sedikit ragu, Aarav berkata, "gue rencananya mau balik ke rumah lama, lusa gue udah masuk kampus lagi. Lo ... mau ikut gak tinggal bareng gue lagi?"

"Enggak, bang." Adalah jawaban Ais yang sukses membuat Aarav membulatkan matanya.

Dalam hati, "gak bisa dibiarin. Sia-sia aja kalo Ayis gak ikut gue."

Aarav maju selangkah, memegang erat pundak adiknyaㅡah, apa Aarav harus menyebutnya tunangannya? Apapun itu, ia sudah memasang wajah memelas.

Karenanya, Ais menghela nafas. Menyingkirkan kedua tangan Aarav dan mengambil langkah mundur.

"Kasi adek alasan kenapa harus ikut tinggal sama abang," katanya sembari masuk ke dalam kamar karena hpnya berbunyi nyaring.

Aarav ikut masuk ke dalam. Mengekor pada Ais yang menatapnya sebentar sebelum akhirnya menempelkan benda pipih yang ia pegang di telinga.

"Kenapa, Fin?"

"Dimana, Yis? Naven ngajak piknik bareng sama Key juga. Mau gak?"

"Boleh. Jam berapa?"

"Sekarang. Gue jemput, ya?"

"Bareng Key aja, Fin. Gue sama Naven aja."

"Tapi, kanㅡ"

"Gak usah protes, Fin. Ketemuan di sana, gue berangkatnya barena Naven, oke?"

"Hm. Yaudah, deh. See ya!"

"Hm."

Kepala Ais tertoleh ke arah dimana Aarav berdiri. Ais tidak berniat mengabaikan Sang kakak sekarang. Tapi sudut hatinya sudah bekerja keras untuk mulai melangkah ke hidup baru, melupakan bagaimana perasaannya bisa tumbuh.

"Bang, ngomongnya entar aja, ya? Adek mau keluar bareng temen sekarang."

"Tapi, Isㅡ"

"Boleh keluar, gak, bang? Adek mau ganti baju."

Tidak ada yang bisa Aarav lakukan. Menurut, akhirnya ia melangkah keluar dengan pasrah.

Drrrttt...

Aarav merogoh kantong celananya dan mendapati nama Anis tertera di sana. Setelah berdehem sebentar, Aarav pun menekan tombol hijau.

"Aarav..." suara riang Anis terdengar di seberang. Mau tidak mau, Aarav tersenyum kecil mendengarnya.

"Anis..." panggilnya juga, mengikuti nada suara si penelpon.

Dengan tawa kecil keduanya, Aarav merajut langkah menuju kamarnya. Tanpa sadar kalau Ais berada tepat di belakangnya dengan senyum getir.

"Kenapa, Nis?"

"Mau keluar cari angin, gak, Rav? Kamu gak bosen di rumah terus?"

"Boleh, deh."

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang