#6

11 9 0
                                    

Pukul delapan malam, Ais baru berpijak di halaman depan rumahnya.

"Yakin gue langsung pulang? Gak marah kan abang lo?"

Ais berdecak. "Ngapain marah coba?"

"Kan gue baru bawa lo pulang malam hari."

Lambaian tangan Ais bersama gelengan kepala adalah jawaban yang Naven dapatkan.

"Enggak, kok. Lagian kita pulang malem juga bukan karena habis ngelakuin hal-hal aneh. Duduk nyari angin doang masa gak boleh?" jeda, Ais menoleh ke dalam rumah. "Tuh, liat, abang gue lagi ngobrol seru sama kak Anis. Gue juga entar bakalan jelasin, kok, kalo abang nanya-nanya."

Naven mengarahkan pandangannya pada objek yang Ais tunjuk. Benar katanya, Aarav dan Anis sedang ketawa haha-hihi bersama, entah sedang membicarakan hal apa.

Dengan anggukan, Naven memasang helmnya. "Yaudah, deh, kalo gitu. Gue pamit pulang, ya. Titip salam buat abang lo."

Ais mengangguk dengan dua acungan jempol.

Setelah dua kali Naven membunyikan klakson motor, cowok itu menjalankan motornya. Membawanya pergi dengan lambaian tangan Ais yang mengudara.

"Adek abis dari mana? Kok baru pulang?"

Ais menoleh kaget. Tangannya memegang dada dengan wajah memejam terkejut mendapati Aarav sudah berdiri sambil memasukkan tangan di kedua saku celananya.

"Cuma nyari angin doang." Ais berjalan cuek melewati Aarav. Sedikit mengabaikan Sang kakak karena ia baru sadar ada tugas yang harus ia kerjakan malam ini.

Deadlinenya besok, dan Ais harap ia bisa menyelesaikannya malam ini juga.

Karena melewati ruang tamu, Ais menyempatkan diri menyapa Anis yang tersenyum membalas sapaannya.

"AIS!"

Ais menoleh dengan kerutan di dahi. "K-kenapa, bang?"

"Abang panggil dari tadi gak nyaut-nyaut."

"Eh, iya?" Ais berlagak mengorek kuping.

Jujur, Ais mendengar panggilan kakaknya itu. Tapi entah kenapa, ia hanya merasa panggilan itu tidak penting. Lebih baik abaikan, dan memilih masuk kamar.

Mengingat kejadian tadi sore, Ais sebenarnya bisa saja marah pada Sang kakak. Dan mengabaikannya seperti sekarang ini adalah hal yang wajar, menurut Ais.

"Adek, tuh, kenapa sih akhir-akhir ini? Suka banget cuekin abang." Aarav mendekat.

"Adek cuman capek. Pengen ngerjain tugas sekarang, jadi abang jangan ganggu adek dulu."

Saat berbalik, tangannya sudah lebih dulu di gapai. Membuatnya menoleh dengan sedikit limbung karena tarikan Aarav yang lumayan kuat.

"Kalo gitu jawab pertanyaan abang dulu. Adek habis dari mana tadi? Sama siapa?"

"Abis nyari angin, sama cowok," kata Ais.

"Siapa cowoknya?"

"Ada pokoknya. Abang gak kenal kalo Ais sebut namanya."

Ais tidak berbohong sepenuhnya. Kalau Ais sebut namanya, Aarav tidak akan kenal, sekalipun kakaknya itu pernah bertemu Naven tadi pagi.

"Jangan pulang malam lagi, gak baik. Dan satu lagi, adek kalo mau pergi kemana-mana sama Marfin aja, jangan sama yang lain."

Dahi Ais mengkerut tidak suka. "Abang kenapa, sih? Kok gitu?"

"Harusnya abang yang tanya, adek tuh kenapa?!" suara Aarav sedikit meninggi dari sebelumnya.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang