#11

10 10 0
                                    

Malam ini, Ais menjaga Sang kakak. Kedua orangtuanya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Anis, kekasih kakaknya itu tiba-tiba dapat panggilan dadakan dan mengharuskannya pulang segera. Karenanya, Ais harus pasrah melihat bagaimana dua sejoli kasmaran itu berpisah dengan cipika cipiki ala orang dewasa berpacaran.

Yah, apalagi kalau bukan pelukan, saling mengelus pipi dan melempar janji akan segera bertemu kembali bersama? Saling bertukar nasehat untuk makan teratur dan tidur yang nyenyak.

Ais sadar kalau ia sempat membuang muka sembari berdecih pelan. Raut tidak sukanya tidak bertahan lama karena Anis tiba-tiba menginterupsi.

Katanya, "jagain Aarav buat aku, ya, Yis. Lagipula, Aarav juga kakak kamu."

Kalau saja Ais tidak bisa menahan amarah, Ais mungkin sudah berteriak lebih dulu bahkan sebelum Anis sempat menyelesaikan kalimatnya.

Kira-kira, "Jagain abang gue gak perlu buat lu kali. Buat gue atau buat abang gue sendiri juga bisa, dan tanpa perlu lo kasi tau lagi."

Rasanya Ais ingin meledak saat itu.

Ah, satu lagi, "KALAU LO LUPA, GUE YANG JAGAIN DIA SEBELUM LO DATANG DAN REBUT TEMPAT DUDUK GUE."

Sekian, Ais sudah puas menumpahkan kekesalannya dalam hati.

Terhitung sekitar hampir satu jam setengah Anis pergi, Sang kakak belum juga membuka suara. Sekedar berbasa basi atau bahkan menegur sapa dirinya juga tidak kakaknya itu lakukan.

Rasanya asing.

Biasanya, Aarav seringkali membuka topik lebih dulu. Bersama kakaknya itu, ia lebih banyak menimpali daripada memancing pembicaraan.

Bisa dibilang, kakaknya lebih aktif saat mereka hanya berdua saja.

Ais menghela nafas. Setelah selesai membaca dan mengulang kembali materi untuk ujian besok, Ais mendekat ke arah kakaknya yang hanya terdiam melamun.

"Bang," panggilnya sembari mengambil duduk.

Selagi ia rasa tidak ada yang bisa ia kerjakan, Ais akhirnya memilih mengambil buah. Mengupasnya dan menyodorkannya pada Sang kakak yang menerima dengan diam.

"Menurut lo, Anis gimana?"

Ais mendongak, mengalihkan perhatiannya pada Aarav yang menatapnya sambil mengunyah. Tatapannya tidak pernah sepolos ini sebelumnya.

Kakaknya itu, lebih suka menampakkan sisi jahilnya.

"Kak Anis? Emm... baik."

Aarav berdecak pelan. "Ada yang lebih spesifik gak menurut lo?"

Ais sempat merutuk dalam hati, sebelum akhirnya menjawab, "Cantik, lemah lembut, anggun, kayak yang pernah abang bilang dulu ke adek."

Bola mata Aarav membulat, tatapannya seakan memancarkan ketertarikan. Dan lagi-lagi karena seorang Anis.

"Oh, ya? Gue pernah bilang gitu?"

Dan Ais mendengkus geli selagi mengangguk.

"Gue sama Anis, tuh, pacarannya gimana, sih?"

"Gimana apanya?"

"Ya, gaya pacaran gue sama dia gimana, gue dulu waktu nembak dia gimana. Yang gitu-gitu lah pokoknya."

Ais memicing. Berdecak pelan, Ais berkata, "Ya mana adek tau!" dan berakhir dengan sekali lagi merutuk dalam hati.

Serius, kakaknya tidak segabut itu untuk menceritakan bagaimana kisah cintanya bersama Anis pada Ais. Dan Ais juga memilih tidak ingin tahu, dan tidak akan peduli.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang