#24

6 5 0
                                    

Ais baru pertama kali menginap di rumah teman cewek. Bisa dibilang, ini adalah pengalaman pertamanya. Karena itu, Ais merasa hatinya sedang bergembira riang di dalam sana.

Ais sedari tadi mengulas senyum tertahan. Katanya, "gue baru kali ini nginep di rumah temen cewek. Lo yang pertama, Key."

"Oh, ya?"

Buruknya, Ais tidak sadar kalau perangai Keysha sudah berubah sejak mereka meninggalkan kediaman rumah Ais.

Keysha tidak lagi gemetar, tak ada raut panik, juga takut. Hanya ada lengkungan kecil yang tertarik di kedua sudut bibirnya.

"Mau singgah di minimarket dulu, gak? Beli camilan buat malam ini," kata Keysha merekomendasi.

Ais tentu hanya mengangguk-angguk saja. Pikirnya, camilan akan sangat tepat untuk menjadi pelengkap mereka maraton hingga menjelang pagi, berhubung besok adalah hari libur.

"Gue ke bagian rak sana dulu, ya? Ada yang mau gue cari."

Ais lagi-lagi hanya mengangguk. Setelah berpisah dengan Keysha, Ais sudah tidak ingat apa-apa lagi selain seseorang membekap mulutnya dari belakang.

Dan bangun-bangun, ia sudah di tempat asing. Di sebelahnya ada Keysha yang terikat dan mulut yang diperban. Keadaannya juga sama, meski mungkin tidak separah Keysha yang memiliki lebam di wajahnya. Mulutnya jug tidak diperban.

Keysha membuat perlawanan sebelum di culik, begitu kata hatinya.

Ais memutar kepalanya ke segala arah. Ruangan ini kosong. Tidak kotor, tapi juga tidak bisa dibilang bersih. Tidak seperti penculikan pada umumnya, ia justru berada di tempat sedikit layak dibanding tempat kumuh yang sering penculik hadiahkan untuk para korban.

"Kamu sudah bangun?"

Ais menarik pandangannya menuju pintu di depan sana dan mendapati seorang paruh baya tengah berjalan mendekat.

Rasanya seperti tercekik. Kekosongan di sekeliling seakan meneriakinya kalau maut telah tiba saat ini.

Nyawanya sedang terancam. Ais ketakutan tapi sebisa mungkin ia bersikap tenang.

Menampakkan ketakutan hanya akan membuatnya terlihat lemah, dan tentu hal itulah yang diinginkan oleh paruh baya di depannya ini.

"Saya gak suka basa-basi, tapi kayaknya kamu punya banyak pertanyaan di benak kamu sekarang ini." adalah kalimat yang terlontar dari mulut paruh baya tersebut sebagai kalimat sapaan untuknya.

Mata Ais bergerak lincah mengawasi gerak gerik si tuan penculik, sembari dari belakang, tangannya mencoba untuk meloloskan ikatan yang cukup kuat yang hanya berakhir melukai tangannya.

"Biar saya kasi tau kamu satu informasi penting, kalau butuh tambahan informasi, kamu harus bayar dengan nyawa kamu."

Kepala Ais ia tolehkan ke samping, membuang pandangan. Ada rasa muak dalam hatinya saat melihat bagaimana sosok di depannya tampak begitu angkuh setelah melakukan semua ini.

"Saya gak tau informasi apa yang bakalan om kasi tau ke saya, tapi om juga perlu tau satu hal, semua yang om omongin gak harus saya percayai begitu saja," kata Ais.

"Oke. Bagaimana kalau saya bilang, kamu sebenarnya bukan anak dari Sastranagara dan Farah, melainkan anak dari Mahendra dan Arista?"

"Apa? Omong kosong macam apa yang berusaha om beritahukan ke saya? Jangan mengada-ngada, om."

"Perlu bukti? Saya punya tes DNA antara kamu, Sastranagara, dan Aarav."

Ais mendelik sebentar sebelum akhirnya memfokuskan penglihatannya pada kertas yang dipampang tepat di depan matanya.

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang