#38

2 0 0
                                    

Waktu telah menunjukkan pukul setengah 1 dini hari.

Marfin telah terlelap di kamar sebelah, sementara Papa Sastra, Mama Fara dan Bunda memilih menginap di hotel.

Rumah yang Ais tempati tentu tidak cukup kamar untuk menampung mereka semua disaat hanya ada dua kamar tidur.

Karena menonton acara mukbang di hpnya, Ais jadi tiba-tiba merasa lapar. Sebenarnya sedari menonton, pun, perutnya sudah meronta ingin dimanjakan juga.

Alhasil, Ais keluar menuju minimarket yang untungnya lumayan dekat dari rumahnya. Hanya butuh jalan kaki sekitar kurang lebih lima menit.

Langkah kaki Ais ringan berjalan. Sembari sedikit menikmati udara tengah malam yang memang selalu berhasil membuat Ais senyum-senyum sendiri saking tenang jiwanya merasakan.

Ais sempat bersenandung kecil, sampai langkahnya harus terhenti saat mendapati sepasang kaki berbalut sandal tengah berdiri di depannya.

Kepala Ais mendongak kemudian detik berikutnya harus dibuat terperangah dengan sosok di depannya.

"Loh?" Ais melongo tanpa sadar. Saking terkejutnya, hanya itu respons yang keluar.

Sedang sosok yang berdiri menjulang di depan Ais hanya menyorot netra cewek itu sendu. "Hai," katanya dengan senyum yang jelas terukir canggung di wajah tampannya.

Ais mengerjap sebentar untuk menarik diri dari lamunannya.

"Kamu kenapa bisa di sini?" tanya Ais.

Ais mungkin memberi pertanyaan biasa, tapi Aarav yang mendengar jelas merasa asing.

Suara dan nada Ais terdengar tidak familiar di telinganya. Tidak ada lagi panggilan 'abang' untuknya, atau hanya perasaan Aarav saja?

"Oh, gue ikut Arion ke sini, temen gue lagi temenin adiknya yang liburan, hehe."

Canggung. Aarav berniat mengikuti alur Ais yang tidak memanggilnya abang, tapi yang ada suasana semakin canggung diantara keduanya.

"Emm. Oh, kalo gitu saya duluan, ya. Mau ke minimarket."

Saya.

Aarav pikir tidak akan sejauh itu hubungan mereka yang renggang. Ais ternyata telah menarik diri seniat itu untuk tidak lagi menjalin hubungan dengannya.

Langkah Ais sudah beberapa di belakangnya, sebelum ia dengan cepat menoleh dan memanggil nama Ais.

Cewek itu menoleh dengan ekspresi biasa. Tidak ada senyum, atau setidaknya tatap rindu dalam bola matanya.

Hanya ada dingin yang Aarav rasakan, menyatu bersama dingin malam saat ini.

Karena tak kunjung mendapat maksud dari Aarav yang memanggil, Ais akhirnya berkata, "kenapa?"

"Lo ... em, selamat, Yis." Lo gak kangen sama abang, Yis?

Bisa Aarav lihat, kedua alis Ais terangkat.

Ais tidak tahu maksud selamat Aarav kemana, tapi karena Ais baru saja lulus kuliah, mungkin selamat Aarav mengarah ke sana.

Senyum Ais terukir simpul. "Iya, makasih." lalu akhirnya berbalik kembali melanjutkan jalannya.

Tidak ingin berada di sana lebih lama dan membiarkan Aarav melihat air matanya yang berhasil jatuh sedetik setelah ia berbalik.

Ia sendiri yang membangun benteng kokoh setelah 4 tahun lalu. Sejak terakhir kali mereka bertemu. Lalu kenapa Ais lagi-lagi menangis? Menangisi hal yang sama bahkan setelah 4 tahun berlalu?

Love Line || Jung Jaehyun [ON GOING] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang