Tubuh kecil itu masih terbaring lemah di ranjang yang cukup sempit itu. Dada polos nan putih itu terekspos sempurna, namun dihiasi dengan memar biru yang begitu kontras dengan kulit nya yang putih bersih.
punggung tangan kiri nya terlihat kembali terhubung dengan jarum infus.
Ini sudah delapan jam sejak dirinya terakhir kali memejamkan mata nya. Dan hingga saat ini, masih belum ada tanda-tanda kalau bocah itu akan bangun.
Harus nya anak itu akan cepat sadar, namun tiba-tiba saja anak itu terserang demam, Seluruh tubuh nya terasa panas. namun mata itu masih enggan terbuka.
Sementara itu di samping nya, sosok pria paruh baya yang biasa bocah itu panggil dengan 'paman Hans' itu masih setia terus menunggu sampai mata coklat itu kembali terbuka.
Sejak tadi Hans tetap sabar mengompres dada memar itu dengan es batu yang di lapisi dengan handuk putih. Bahkan dia sendiri sempat melihat kalau dari sudut mata bocah itu mengalirkan air mata. Dia tidak tahu apa yang membuat tuan kecil nya ini sampai bisa mengeluarkan air mata dibawah alam sadar nya.
"Apa kau begitu terluka nak?"
"Maaf, aku tidak bisa membantumu lebih banyak"
Pria paruh baya itu menatap sendu ke arah bocah di depan nya yang terlihat menyedihkan ini
"Eungh"
Lenguhan kecil dari bocah yang tidur di ranjang king size itupun mengundang atensi seorang pria paruh baya yang sejak tadi duduk di samping ranjang nya.
Agan mengerjakan mata nya, namun rasa sakit di kepala nya, membuatnya refleks mengerang tertahan.
"Akhh"
Kedua tangan Agan mencengkram kepala nya yang terasa begitu sakit. Hingga dia merasakan ada perban di kepala bagian belakang nya.
"Agan, hei... Tenangkan dirimu"
"Sssstt.. Sa-sakit"
Hans menahan kedua tangan Agan yang terus mencengkram kepala nya. Hans tahu ini adalah efek umum, saat seseorang mengalami cedera kepala, terlebih lagi akibat benturan.
Hingga akhirnya Hans menyuntikkan obat pereda nyeri itu ke lengan Agan. Hans adalah seorang dokter profesional dan tau apa dan bagaimana dia harus bertindak dalam segala kondisi.
Tidak perlu lama, akhirnya obat pereda nyeri itu bekerja dengan baik ditubuh Agan. Buktinya anak itu sudah tidak kesakitan lagi. Namun, ada hal lain yang membuat Hans bingung. Bocah itu hanya diam dengan pandangan kosong nya.
"Agan, apa ada yang sakit?"
Hening, tidak ada balasan dari Agan, membuat raut kebingungan tercetak jelas di wajah Hans.
"Agan apa ad-"
"Pergi... Tinggalkan aku sendiri"
Akhirnya suara pelan yang terdengar seperti lirihan itu keluar dari mulut Agan yang sejak tadi bungkam.
"Jangan seperti ini Agan. Kau tidak sendiri-"
"Aku hanya ingin sendiri"
Hans menghembuskan nafasnya kasar. Menghadapi Agan ini sangat melelahkan, keras kepala nya sama dengan Alex juga Axel.
"Baiklah, paman akan pergi, tapi kau harus menghabiskan makanan mu dulu. Perutmu belum terisi sejak tadi"
Hans mengangkat mangkuk bubur itu ke hadapan Agan.
Prang!!
Tanpa di sangka-sangka oleh Hans, Agan malah menepis mangkuk itu hingga hancur berantakan di bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAGAN
Teen FictionREAGAN KENT MANUEL "Papa..... Agan ma.. mau sekolah.." "Katakan sekali" "Katakan sekali lagi, Agan!" "Apa kau tidak mendengarkan Papa?" "Hiks...hiks.... maaf papa, Agan cuma mau sekolah..." "Apa kau mulai nakal hmm?" "Hiks... hiks...ng.. nggak Papa...