Interior dengan desain mewah yang menghiasi kamar luas itu pun bahkan tidak menarik sama sekali bagi sesosok bocah yang sejak tadi terdiam memandangi langit-langit kamar yang terkesan indah itu.Tidak ada aktivitas yang dia lakukan. Hanya terdiam dengan pandangan kosong nya. Pipi nya masih terasa berdenyut, namun hanya dia abaikan.
Lama terdiam dengan pikiran kosong nya, Agan mencoba bangkit dari posisi nya. Balkon kamar yang terbuka menarik perhatian nya untuk berjalan kesana
Langkah kecil nya dia pacu menuju pintu balkon yang terbuka. Hingga ia sampai di depan pintu kaca yang menghubungkan antara kamar dan balkon itu. Angin sejuk langsung saja menerpa tubuh nya. Tidak puas sampai disitu, Agan memacu langkah nya keluar, hingga ia berdiri tepat di pembatas balkon kamar itu.
Mata nya memandang takjub hamparan laut biru yang begitu menenangkan. Sepertinya mansion ini terletak di tepi pantai pikir Agan.
Sejenak dia berfikir entah berapa banyak uang yang pria itu keluarkan untuk membangun rumah yang bahkan hampir seperti gedung ini bahkan di lokasi strategis seperti ini.Tidak di ragukan lagi, keluarga ini memang benar konglomerat diatas konglomerat. Bahkan jika di bandingkan dengan papa Franz nya, Keluarga Manuel masih satu tingkat dibawah keluarga ini.
Ah, Agan tidak mau memikirkan itu. Lagi pula dia lebih memilih hidup biasa saja daripada hidup bergelimang harta, namun dari bisnis gelap seperti yang di lakukan keluarga ini.
Mafia, Agan masih ingat dengan fakta keluarga kandung nya ini. Memikirkan hal itu seketika membuat raut ketenangan tadi berubah menjadi sendu. Menghabisi nyawa seseorang bukanlah hal yang sulit bagi keturunan keluarga ini. Semua yang mereka inginkan harus menjadi milik mereka apapun cara nya.
Sepertinya ayah nya bukanlah satu-satu nya keturunan Valter . Saat tadi Alex menggendong dan membawanya menuju kamar ini, Agan sempat melihat satu Foto besar yang terpajang di bagian ruang keluarga mansion ini.
Di foto itu tampak seperti sebuah foto keluarga besar namun di dominasi oleh anggota keluarga laki-laki. Mungkinkah itu memang keluarga besar Valter? Jikalau memang itu benar keluarga besar Valter, Agan bersumpah tidak ingin menemui mereka semua. Bertatapan dengan Alex dan Axel saja mampu membuatnya seperti mati ditempat, Apalagi jika bertemu dengan mereka semua. tanpa sadar Agan menggelengkan kepala nya cepat.
Agan meremat pembatas balkon di hadapan nya. Ia mencoba mengajak berfikir otak nya yang sudah beberapa hari ini seperti ingin pecah saja. Jika dengan cara meminta pulang pada mereka tidak berhasil, maka Agan harus berfikir cara lainnya untuk menghadapi mereka. Sampai kapan pun Agan tidak akan pernah mau hidup bersama keluarga ini. Dia tidak ingin menjadi bagian dari keluarga kejam ini.
Lama terdiam dengan pemikiranya, Agan menyipitkan mata nya saat melihat satu buah mobil Ferrari hitam masuk dari gerbang utama mansion ini. Entah mengapa detak jantung nya berdegup kencang, padahal dia tidak tahu siapa yang datang itu. Hingga akhirnya Agan memutuskan kembali masuk ke kamar itu dan memilih berpura-pura tidur kembali
******
Sudah sepuluh menit, dua orang yang sedang berhadapan ini sejak tadi hanya di landa keheningan, dua-dua nya sama-sama tidak ada yang ingin memulai percakapan mereka.
Franz yang sejak tadi bingung harus memulai berbicara darimana, entah bagaimana, sejak menghilang nya Agan, otak pintar nya ini pun sangat sulit untuk di ajak berfikir cermat, bahkan untuk situasi saat ini, entah mengapa sedikit rasa bersalah hinggap di hati nya saat melihat sesosok pemuda yang merupakan putra kandung dari adik nya sendiri
Sementara Axel sejak tadi hanya diam. Matanya terus menatap ke arah luar cafe yang memang lansung tertuju ke arah taman. Disana, sepasang adik kakak sedang bermain basket bersama. Sang kakak yang terlihat sengaja membuat kekalahan sehingga adik nya terlihat bahagia karna menang dari kakak nya sendiri. Senyum tipis terbit dari wajah nya saat melihat sang kakak yang tampak lebih tinggi itu merangkul pundak adik nya, dan berlalu dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAGAN
Teen FictionREAGAN KENT MANUEL "Papa..... Agan ma.. mau sekolah.." "Katakan sekali" "Katakan sekali lagi, Agan!" "Apa kau tidak mendengarkan Papa?" "Hiks...hiks.... maaf papa, Agan cuma mau sekolah..." "Apa kau mulai nakal hmm?" "Hiks... hiks...ng.. nggak Papa...