Part 2

455 75 71
                                    

Suara radio terdengar dari kamar Mbah Uti, siaran langgam Jawa favorit menjadi pengantar tidur wanita berusia tujuh puluh tahun itu. Runi mengintip dari celah pintu, neneknya sudah terbaring menyamping sambil berselimut kain jarit peninggalan suaminya.

“Mbak, mau roti bakar?” tanya Aluna saat melihat sang kakak.

“Wah, Abim, kamu kalau tiap ke sini bawa makanan, bisa gendut kami,” kata Runi sambil mendekat ke Aluna dan ketiga temannya yang sedang belajar kelompok itu.

Abimanyu Janendra, anak paskib dengan tinggi di atas rata-rata itu tersenyum.

“Tadi sekalian lewat Bu.”

“Kalau belum makan malam, ada sayur gudeg tuh. Sana Lun ajak makan dulu.”

“Sana Bim, katanya kamu laper,” seloroh Resti, sahabat Luna yang rumahnya tepat bersebelahan dengan mereka.

“Ayo, makan yuk. Tanpa logistik, logika kita susah jalannya.”

Abim menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena malu, tapi dia tidak bisa berbohong karena suara perutnya terdengar cukup keras membuat yang lain tertawa. Leon, Abim dan Luna akhirnya pergi ke dapur untuk mengambil makan.

“Kamu nggak ikut makan Res?”

“Enggak Bu, barusan sama Mama disuruh makan dulu sebelum ke sini. Eh Bu, itu yang kemarin mau bunuh diri, ada masalah apa sih?”

“Ih, malah nggosip. Udah kerjain tugasnya aja.”

“Tapi Bu, hari ini tuh rame gitu. Katanya Kak Felix itu dibully sama temennya. Terus sekarang giliran si pembully itu yang kena bully.”

Runi mengernyitkan dahi, sudah dua hari ini dia memang ijin untuk tidak mengajar  pasca terjatuh dari tangga Senin lalu dan membuat tangannya harus digendong karena retak.

“Memangnya siapa?”

“Katanya sih Kak Vero Bu, yang model itu loh. Dia juga yang nyebarin foto Kak Felix. Sekarang Kak Vero yang kena bully. Bahkan ada yang nyebarin berita kalau Kak Vero itu sebenarnya anak haram Bu. Kan selama ini cuma Mamanya tuh yang datang ke sekolah. Papanya itu ternyata orang penting gitu Bu, tapi orangtuanya itu nggak pernah nikah sebenernya.”

Astagfirullah, kok malah bergunjing gini. Sudah cukup, jangan ngomongin yang belum tentu kebenarannya. Jaman sekarang itu, jamannya media social. Sedikit-sedikit viral, sedikit-sedikit unggah berita. Padahal belum dicek kebenarannya.”

Abim, Luna dan Leon muncul dari dapur dengan piring mereka masing-masing.

“Widih, porsi orang kondangan ih,” ucap Resti karena terkejut dengan isi piring Abim.

Abim nyengir menatap Runi yang tertawa.

“Biarin lah Res, makan juga kalau pengen. Lagian, udah jam segini, dari pada besok basi, mending dihabisin semua,” kata Luna.

“Aku seneng kalau kalian suka masakan ala kadarnya begitu.”

Leon tiba-tiba berseru sampai tersedak setelah melihat layar ponselnya.

“Liat nih,” kata Leon setelah mulai tenang.

Resti segera merebut ponsel Leon dan membaca berita yang membuat temannya tadi terkejut.

“Jadi, Kak Vero sama Kak Felix itu ayahnya sama.”

Runi hanya menyimak pembicaraan murid-murid sekaligus teman adiknya itu. Ponsel Runi berdering dari kamar, segera wanita itu beranjak dari kursinya. Kamar dengan banyak buku dan kertas di salah satu sudutnya itu menjadi tempat ternyaman bagi si sulung yatim piatu itu. Sebuah telepon masuk, rasanya enggan untuk mengangkat panggilan.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang