Part 6

327 61 61
                                    


Semilir angin malam menyapa Runi yang duduk termenung di teras sembari menunggu adiknya pulang belajar kelompok dari rumah Resti. Matanya masih tertuju pada dua karung beras berukuran dua puluh lima kilo, tiga karton mie instan, dua karton gula pasir, satu kotak penuh telur yang jika ditakar beratnya sekitar sepuluh kilo, dan tiga karton minyak goreng. Parcel buah, makanan ringan dan minuman sachet juga ada disana.

Mbah Uti mengatakan jika ada kurir yang mengantarkan semua barang untuk Runi itu. Sekarang pikiran Runi melayang, siapa yang mengirimkan logistik sebanyak ini? Jujur saja sebenarnya ada rasa lega dan senang di hati Runi, tapi pertanyaannya siapa yang mengirimkan barang sebanyak itu? Jika ditaksir, semua ini lebih dari satu juta rupiah. Dering ponsel mengagetkan Runi yang terlalu fokus pada barang-barang di depannya. Nama Erzan muncul di layar ponselnya.

Assalamualaikum Chan, ada apa?”

“Bu, Jun hilang. Saya mau kabari Bu Runi tadi tapi saking paniknya saya malah lupa Bu.”

“Hilang? Hilang gimana?”

“Tadi pas saya selesai beli minum, saya kan lihat orang tua Jun. Terus saya nitip minumnya ke Mama Jun. Saya tinggal makan dulu Bu sama sholat. Habis itu saya cariin ke IGD udah nggak ada, saya pikir dia udah pindah ruangan gitu. Ternyata orangtua Jun juga nyariin. Dia kabur Bu.”

“Sekarang belum ketemu?”

“Belum Bu, kami lagi nyariin.”

Runi seketika panik dan segera mengambil kunci motor. Mbah Uti terlihat masih khusyu’ dalam dzikirnya jadi Runi mengurungkan niat untuk berpamitan. Guru itu segera membuka gerbang dan menghidupkan motornya.

“Bu, mau kemana?”

Rombongan belajar kelompok itu pas sekali keluar dari rumah Resti yang terletak persisi di samping rumah Runi.

“Ada urusan penting. Dek, Mbak pergi dulu ya.”

“Mbak ada apa sih?”

“Jun kabur dari rumah sakit. Mbak harus bantuin nyari, dia tanggung jawab Mbak.”

“Jun? Kak Jun teman Kakakku?”

Runi mengangguk kemudian menjalankan motornya, menyusuri jalanan malam itu. Satu tempat yang ada dalam pikiran Runi, tempat training manajemen artis yang disebutkan Erzan tadi. Suara petunjuk arah dari aplikasi telepon pintarnya menuntun Runi ke komplek ruko yang berada tidak jauh dari taman kota.

Guru muda itu memarkirkan motornya di pinggir jalan. Kemudian menanyakan alamat pasti tempat tujuannya pada seorang tukang parkir. Orang itu menunjukkan tempat yang dimaksud oleh Runi. Setelah berterima kasih dan menitipkan motornya, Runi segera berlari ke arah ruko paling ujung yang ditunjuk oleh petugas parkir tadi.

Runi baru sampai di depan ruko itu saat sebuah mobil masuk ke dalam parkiran dan terparkir tepat di depan Runi. Reflek gadis itu melangkah mundur untuk menghindari mobil yang tiba-tiba parkir itu.

“Bunda!” panggil anak yang turun dari mobil tersebut.

“Narendra, Abim, Echan?”

“Bunda kesini juga? Kita cari Jun sama-sama ya,” ajak Narendra.

Sosok lain yang berada di dalam mobil bertukar pandang sekilas dengan Runi, tapi tidak ada waktu bagi Runi untuk menggubris orang itu. Dia berlari ke dalam ruko bersama ketiga muridnya.

“Maaf Kak, apa di sini ada seorang trainee bernama Renjuniart?” tanya Runi to the point.

“Sebentar ya Bu, saya cek dulu.”

Erzan, Narendra dan Abimanyu melihat-lihat sekitar.

“Kita udah dapet suara yang cocok. Nanti kamu tinggal lipsync. Mudah kan?”

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang