Part 17

229 42 13
                                    


“Juna? Kamu ke sana?”

Netra itu bergerak-gerak cemas karena terintimidasi tatapan si pria.

“Kenapa?” tanya Runi ragu-ragu.

Hanya helaan nafas yang terdengar dari pria itu sebelum kembali melajukan mobilnya.

“Arjuna itu naif, ya walau dia punya segalanya, tapi jangan terbuai dengan penampilan luarnya. Dia bukan orang yang bertanggung jawab.”

Dahi Runi mengernyit, semalam Arjuna menyuruhnya berhati-hati dengan Adrian dan kini Adrian menyuruhnya untuk tidak terbuai dengan Arjuna. Apakah karena mereka bersahabat sehingga mereka sangat mengetahui sifat masing-masing?

“Kita makan di sini nggak apa-apa kan?” tanya Adrian sembari memarkirkan mobilnya di salah satu resto gudeg di daerah Selokan Mataram.

Runi mengangguk, dia segera turun mengikuti Adrian yang sudah keluar lebih dulu. Mereka memilih untuk duduk di dekat jendela, sembari melihat ikan yang ada di kolam dekat parkiran.

“Alila dirumah mamanya seminggu?” Runi membuka obrolan.

Pria itu mengangguk sembari menyuap nasi gudegnya.

“Tantenya mau nikah, makanya dia disuruh ke sana.”

“Cie… ada yang pacaran pagi-pagi.”

Runi dan Adrian menoleh, dua manusia muncul dan menyapa mereka. Wajah Runi memerah, dia melotot ke arah orang yang menggodanya.

“Hei, tumben sarapan diluar?” tanya Adrian sambil menerima salam dari sahabatnya.

Arjuna dan putranya Abimanyu tiba-tiba datang dan merusak suasana manis Runi pagi itu.

“Bunda, Luna nggak ikut?”

“Enggak, Luna dirumah tidur. Capek katanya. Kamu nggak main ke rumah?”

Abim menggeleng. “Kakak ada dirumah Mommy, jadi aku nemenin Daddy.”

“Ngapain di temenin? Nggak ada yang bakal mau nyulik orang kayak Daddy kamu.”

Arjuna seketika berang karena candaan Runi dan menendang kaki kursi Runi.

“Ih, heran deh. Orang kok hobi nendang kursi, nanti kalau dibales marah-marah,” gerutu Runi.

Adrian berdehem, membuat keributan itu berhenti. Entah kenapa Runi sedikit takut dengan sorot mata Adrian yang berbeda.

“Duduk situ, makan bareng,” kata Adrian sembari menarik tangan Runi agar pindah ke sampingnya.

Abimanyu cukup cerdas untuk tahu jika sahabat ayahnya itu tidak suka dengan interaksi sang ayah dan gurunya.

“Eh Om, kata Mommy, minggu depan mau diajakin piknik ke pantai. Kak Lila di ajak juga, mau nggak?”

Adrian langsung mengiyakan, obrolan santai mulai terjalin setelahnya sembari menghabiskan makanan pesanan masing-masing.

“Sejak kapan mau minum teh?” tanya Adrian pada Arjuna yang menenggak habis teh hangat  yang dipesannya.

“Sekarang Daddy suka minum teh Camomile. Biar bisa tidur Om.”

Tanpa sengaja Runi dan Arjuna saling tatap, sedetik kemudian Juna membuang pandang ke arah lain. Runi berpamitan ke toilet untuk mencuci tangannya, saat dia kembali kedua pria itu masih mengobrol dan Abimanyu fokus dengan game di gawainya. Tangan Runi masih basah karena tidak tersedia tisu di dekat wastafel. Sembari terus bicara dengan Arjuna, Adrian mengambil dua buah tisu dari kotak di depannya dan menarik tangan Runi lembut kemudian mengelapnya.

Wanita itu hanya terdiam, tidak ada penolakan sama sekali karena refleknya seolah menghilang akibat perlakuan Adrian padanya. Sedikit rasa senang di hati Runi karena perkataan Arjuna padanya semalam terbantahkan langsung dihadapan orangnya.

“Bunda, Om, jangan uwu-uwu dong. Kasian yang jomblo disebelah Abim nih,” celetuk bocah yang ternyata memperhatikan kejadian di depannya.

“Biar aja. Biar dia tahu kalau ganteng doing nggak cukup buat bahagia.”

Arjuna berdecih mendengar ledekan sahabatnya.

“Kalau tampang nggak cukup buat modal, giliran duit yang bicara.”

“Nggak semua orang tertarik dengan uang Pak.”

Kalimat yang terlontar dari Runi membuat lengkungan di bibir Adrian terlihat jelas.

Lain kali kita makan bareng lagi ya, kami duluan. Yuk Dek,” ajak Adrian sambil menggandeng Runi.

Abim belum sempat mengucapkan salam pada gurunya karena Adrian terburu-buru mengajak Runi pergi. Sepanjang perjalanan mereka terdiam. Runi tidak tahu harus membicarakan apa. Adrian sendiri juga berkutat dengan pikirannya sampai tanpa sadar mereka sudah berada di depan gerbang rumah bercat biru itu.

“Makasih Mas, mampir dulu yuk?”

Adrian baru saja mau menjawab, lambaian tangan dari depan mobil membuat dua orang itu mengalihkan perhatian. Sosok wanita dengan celana pendek di atas paha dan kaos merah itu tersenyum pada mereka.

“Wah, habis darimana nih? Senengnya jalan-jalan minggu-minggu.”

Runi segera turun dan menyambut pelukan wanita yang sudah dianggapnya sebagai kakak itu.

“Tadi nggak sengaja sih ketemu di jalan. Udah makan?” Adrian yang ikut turun dari mobil menanyai Cassie.

“Belum sih, anak-anak udah pada makan sereal.”

“Mau cari makan? Yuk aku anter.”

“Bisa-bisanya kamu nawarin nganterin aku di depan Runi.”

Wajah Adrian seketika berubah, tapi Runi bisa mengendalikan keadaan.

“Apa hubungannya sama aku Kak? Kakak kayaknya yang salah paham, aku sama Mas Adrian kan temenan. Kalian berdua kakaknya Runi, jadi jangan salah paham lagi ya.”

Senyum ceria di wajah guru bahasa Indonesia itu justru membuat hal aneh dirasakan oleh Adrian.

“Beneran kamu nggak cemburu aku pergi sama Adrian?” goda Cassie.

Tawa Runi semakain keras. “Kak, ada-ada aja ih. Sudah sana, makasih ya Mas. Titip kak Cassie ya.”

Aluna dan Resti muncul dari rumah sebelah dengan es krim di tangan mereka.

“Wah ada rame-rame apa nih?” sapa Resti kepo.

“Arisan,” jawab Runi.

“Aku anter Cassie bentar ya?” tanya Adrian.

Runi mengangguk. “Lama juga boleh, kenapa harus bilang ke aku.”

Tangan Adrian lagi-lagi mendarat di puncak kepala milik sang wanita berhijab itu, bergerak lembut dan matanya menatap manik kecoklatan yang membalasnya.

“Makasih buat pengertiannya, Mas pergi dulu ya Dek.”

Aluna dan Resti justru yang salah tingkah, Cassie mengkode dua anak itu agar tidak menganggu momen dua orang yang berdiri tak jauh dari mereka itu.

“Ssst….” Cassie mengingatkan dua anak yang terkikik sembari menutup mulut mereka dengan tangan masing-masing.

Puas rasanya, Cassie melihat gadis yang sudah dianggapnya sebagai adik sendiri itu tersipu dengan perlakuan Adrian. Rencananya berjalan mulus, dia benar-benar ingin membuat Runi bahagia.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Hmmmm Kak Cassie jadi mak comblang....
Kira2 gimana ya nasib dia sendiri setelah ditinggal suaminya?


Terima kasih sudah mampir yaaa

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang