Part 33

237 33 0
                                    

Arjuna menyugar rambut yang dibiarkannya memanjang itu. Konsesntrasinya sulit sekali kembali setelah mimpi buruk akan kejadian yang samar-samar diingatnya muncul lagi. Kejadian dimana dia, ibunya dan Narendra mengalami kecelakaan enam tahun silam. Kala itu Cassandra datang ke rumahnya dalam keadaan terpengaruh alkohol, dia membawa Narendra pergi bersamanya dan ibu Arjuna berusaha menghentikannya tapi Cassandra malah mendorong mantan mertuanya hingga jatuh.

Benturan yang pada akhirnya membuat sang ibu harus mengalami pendarahan otak. Namun saat itu Arjuna yang baru pulang kerja langsung mengejar mobil Cassandra bersama sang ibu. Mereka seperti orang kesetanan di jalan. Masih terdengar jelas ketika ibunya memohon pada Juna untuk melambatkan mobil.

Tapi Juna tak benar-benar ingat apa yang terjadi setelahnya. Dia hanya ingat jika setelah itu ibunya koma, dan meninggal lima hari kemudian. Sementara putranya dinyatakan mengalami cedera otak karena benturan keras di kepala.

Getar ponsel di depan meja membuat Arjuna tersadar, sebuah panggilan dari seseorang bertulis kata ibu. Arjuna tahu itu ponsel putranya Abimanyu, yang tertinggal karena dipaksa sang kakak mengantar ke toko buku mencari peralatan ujian untu besok pagi.

“Assalamu alaikum, Abim sayang. Bunda kirim semua materi yang kak Narendra butuhin buat belajar. Nanti tolong disampaikan ya. Biar lebih maksimal kakak belajarnya. Jangan lupa buka chat Bunda. Insyaallah  hari Sabtu Bunda mau ke Jogja, salam buat Eyang ya.”

Arjuna mematung, suara milik gadis yang pergi tanpa pesan sejak dua bulan lalu kini kembali didengarnya. Dari seberang terdengar suara tangisan bayi yang membuat si penelpon mengucap salam perpisahan sebelum menutup sambungannya. Juna tahu jika apa yang dilakukannya tidak etis namun tangannya bergerak sendiri, membuka halaman percakapan dari kontak bernama Ibu itu.

“Abim, jangan lupa ya paksa kakak minum susu dan sarapan dulu. Kalau malam buatkan teh untuk daddy. Bisa beli di apotik kalau nggak kamu titip Resti, dia pasti tahu. Obatnya eyang udah Bunda belikan, besok Sabtu Bunda kirim ya.”

“Daddy? Ngapain buka hape Abim?” tanya si pemilik ponsel.

Arjuna menyerahkan ponsel putranya.

“Bundamu telpon ....”

Abimanyu terkejut dengan jawaban ayahnya.

“Bunda? Daddy angkat?”

“Bunda? Bunda Runi?” tanya Narendra yang baru saja melepas helmnya.

“Dek, kamu tahu dimana Bunda?”

Abimanyu tak berkutik. “Bunda ngelarang aku buat cerita sama siapapun. Toh kalian baik-baik saja tanpa bunda. Sedang aku? Aku nggak bisa jauh-jauh dari bunda.”

“Kenapa kamu nggak cerita sih Dek?”

“Udah aku bilang kan Kak, bunda nggak bolehin. Lagian, Abim takut kalau kalian nyakitin bunda lagi.”

“Dad, ayo kita ke tempat bunda. Aku mau minta maaf.”

Arjuna menyugar rambutnya. “Ajak Om Adrian. Daddy nggak ada hubungannya sama dia.”

“Daddy, kalau daddy nggak peduli sama bunda kenapa tiap malam daddy ngigau panggil nama bunda?”

Abimanyu si anak pendiam itu buka suara dan membuat Arjuna terbungkam. Dia memilih masuk ke dalam kamar dan membiarkan dua anaknya membicarakan tentang wanita yang dua bulan lalu memutuskan pergi dari hidupnya.

Arjuna mendapati laptop berwarna metalik yang tempo hari dikirimkan kembali padanya. Laptop itu yang dibelinya untuk hadiah ulang tahun Runi beberapa bulan silam. Begitu juga dengan beberapa uang yang mungkin senilai dengan yang dikeluarkannya untuk membelikan sembako dulu. Juna tak menyentuhnya, dia hanya mendengar dari Abim tentang isi laptop serta uang itu. Netranya seolah tak bisa berpaling dari benda  yang akhirnya dihidupkannya.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang