Part 23

204 34 18
                                    

Sebuah foto terpajang di papan pengumuman dan dibawahnya jejeran bunga-bunga tanda perkabungan terlihat mulai layu. Dua hari ini seluruh warga sekolah berduka atas hilangnya sebuah nyawa yang gagal mereka lindungi. Runi menatap foto gadis berkacamata yang tersenyum itu nanar.

“Kita gagal Bu,” ucapnya pada wanita di sampingnya yang menyeka matanya berulang kali.

“Saya benar-benar mengutuk perbuatan Pak Rezki. Bisa-bisanya dia mengancam anak sebaik Nadine dan membuatnya untuk mengakhiri hidupnya setelah melakukan hal tidak terpuji.”

“Bu Runi, Bu Sari, saya lupa ada paket yang datang di hari duka itu Bu. Ada di meja sekuriti, untuk ibu berdua.”

Satpam itu tergopoh-gopoh lari dan kemudian mengambil dua buah kotak berbungkus hitam dengan alamat pengirim yang tidak jelas. Klakson mobil terdengar dan sosok di balik setir tersenyum sembari menurunkan kacanya dan menyapa satpam yang sedang bertugas.

“Pangerannya datang tuh Bu,” goda Sari yang matanya masih sembab karena menangisi murid kesayangannya.

“Ih, Bu Sari bisa aja. Saya duluan ya Bu,” kata Runi.

Hari ini mereka berjanji untuk makan siang bersama. Laki-laki itu turun dari mobilnya dan mempersilahkan sang kekasih untuk masuk.

“Sayang, hari ini kamu masak di rumah ya?” rengek Adrian.

Runi hanya terdiam, sikap Adrian semakin lama semakin manja padanya. Sosok gagah yang selama ini ditampilkannya seolah menjadi topeng saja. Sikap seperti itu mengingatkan Runi pada Clark yang tak segan merengek walau jelas tingkah itu tidak sesuai dengan look mereka.

“Mulai lagi, kenapa sih?” tanya Runi datar.

“Sayaaaang, aku mau makan masakan kamu. Di rumah, sekarang kita belanja dulu terus habis itu masak di rumah. Nanti aku bantuin,” kata Adrian sembari memakaikan safety belt pada kekasihnya.

“Memang mau makan apa?”

“Sayur asem sama tahu tempe.”

Runi tertawa melihat kekonyolan sang kekasih. Sejak sabtu malam lalu, Adrian bersikap sangat manis padanya. Ketika mendapat kabar duka itu Adrian muncul dan membuat Jeno juga Leon sampai terkejut, karena ayah Alila itu membuka pintu langsung memeluk Runi. Dia meminta maaf pada Runi, bukan salahnya jika siswi itu akhirnya memilih jalannya sendiri. Runi sangat bahagia di saat-saat berat seperti ini dia punya Adrian yang selalu menghangatkannya.

“Mas, Mbak Alma sudah setuju dengan keputusan Lila yang ingin jadi psikolog. Dokter Sena juga membantu membujuknya.”

Kalimat Runi membuat laki-laki berkaos putih itu menghentikan kegiatannya mencuci tomat segar yang tadi emreka beli di supermarket.

“Sena? Jadi benar kalian saling kenal?”

Runi mengangguk. Masih teringat jelas dipikirannya, sehari setelah dia mengantar Abimanyu ke rumah sang kakek, seseorang menelponnya. Dia adalah orang yang akan dijodohkan dengan Runi. Selama ini Runi mengira jika orang itu adalah pak Hutama, namun bukan, orang itu adalah putra pak Hutama, dokter Aryasena.

Pria itu mengajak Runi bertemu dan mengatakan jika dia sudah memiliki pilihan sendiri sehingga tidak bisa mengikuti keingan ayahnya untuk menikahi Runi. Tentu saja Runi menyambutnya dengan baik dan senang hati karena di dalam lubuk hatinya, dia sudah mulai menaruh harap pada Adrian. Terlebih ketika Runi tahu jika wanita pilihan Sena adalah Alma, dokter spesialis jiwa yang tidak lain adalah mantan istri Adrian.

Runi bahkan beberapa kali bertemu dengan pak Hutama saat Abimanyu dan Narendra masih menginap di rumah kakeknya setelah peristiwa Abim kabur dari rumah. Dia membantu Alma untuk lebih dekat dan diterima oleh ayah Sena yang tidak lain adalah ayah kandung Arjuna, laki-laki yang seminggu lalu murka padanya.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang