Anak laki-laki berumur empat tahun yang tertidur bersama Luna dan Resti itu menggeliat. Matanya terbuka kemudian beringsut perlahan dari tempat tidur.“Tante,” panggil anak itu.
Runi sedang membuka paketan yang didapatnya beberapa hari lalu dari sekuriti sekolah.
“Cio udah bangun?”
Anak itu mengangguk dan meminta pangku pada Runi,
“Kakak dimana?” tanya balita itu.
“Kakak di rumah sakit sama daddy. Nanti Cio dijemput sama Mami kalau sudah pulang kerja.”
Runi mengehntikan kegiatannya dan kembali menyimpan kotak berisi flashdisk itu. Ketukan pintu terdengar dan suara Cassie memanggil-manggil Cio.
“Cio?!”
Anak itu melompat dari pangkuan Runi dan bergegas menemui ibunya.
“Kak, sudah pulang? Tadi Cia sama Kak Martin masih ada di UGD cuma kayaknya udah dipindah ke bangsal anak-anak.”
Tak ada jawaban berarti dari Cassie, dia bahkan tidak berterima kasih pada Runi dan langsung membawa anaknya pergi. Sosok lain berada di ambang pintu.
“Mas?” Runi mendekati pria yang terlihat kacau itu.
Adrian menatap wanita di depannya kemudian menarik tubuh mungil itu dalam pelukannya.
“Mas kenapa?” tanya Runi lembut.
Pria itu tidak menjawab, Runi membiarkannya. Dekapan itu sangat erat dan hangat.
“Jangan pernah tinggalin aku, aku mohon. Jangan pernah pergi.”
Ada sedikit sesak di hati Runi, mengingat apa yang akan terjadi padanya dua puluh hari lagi. Dia belum mengatakan apapun pada Adrian, tapi pria itu seolah sudah tahu jika Runi akan pergi dari sisinya.
“Mas kenapa?” tanya Runi dan kali ini dia melonggarkan tubuhnya dari dekapan Adrian.
Mata pria itu memerah, terlihat sangat rapuh.
“Alila pergi dari rumah. Dia dibawa mamanya, aku nggak bisa lagi tinggal sama dia.”
Pria yang selalu terlihat kuat dan selalu ramah itu kini benar-benar rapuh.
“Mas, masuk dulu yuk. Duduk dulu, mau?”
Pria itu menurut, menunggu Runi menyediakan secangkir teh hangat.
“Mas kan bisa ketemu sama Lila, di rumah mbak Alma. Pelan-pelan nanti pasti balik lagi, sampai kapanpun, hubungan kalian tidak bisa terputus. Mas tetap ayahnya Lila, sekalipun dia punya ayah sambung. Kalau Lila menikah, yang berhak menikahkan juga Mas. Bukan dokter Sena.”
“Lila kecewa sama aku, Run.”
Runi menggenggam tangan kekasihnya. “Mas, Lila bukanlah anak pendendam. Dia mungkin punya alasan khusus kenapa dia memilih untuk tinggal dengan Mbak Alma sementara waktu.”
Pria itu menyandarkan kepalanya di tembok belakang tubuhnya.
“Mas mau jalan-jalan nggak?”
Pria itu menoleh, senyuman manis nan meneduhkan membuat sedikit bebannya menguar.
“Kemana?”
“Toko buku. Alila sempat tanya tentang buku yang bagus untuk berlatih soal ujian masuk universitas. Mungkin, Mas bisa bujuk dia dengan itu. Perempuan kan suka dikasih hadiah,” kata Runi.
Adrian kemudian mengangguk dan tersenyum.
“Nah gitu dong. Aku ganti baju dulu ya.”
Adrian melihat bayangan dua orang yang terpantul di kaca pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...