Pagi ini Runi berencana berangkat lebih awal karena mengambil motor di kafe kemarin. Sebuah mobil melaju dari belakangnya dan kemudian berhenti di rumah berpagar besi setinggi dua meter itu. Seorang wanita keluar dari rumah dengan setelan vest dan rok span selutut. Rambut bercat kecoklatan tergerai melambaikan tangan ke arah bocah yang sudah mengenakan seragam merah putih dan sedang disuapi oleh pengasuhnya."Dah Mami!" teriak anak-anak itu.
Sosok berseragam krem keluar dari pintu sopir dan membukakan pintu sebelahnya. Runi mengenali orang itu, Adrian, dia sedang menjemput Cassie. Runi memutar langkahnya melewati jalan lain untuk sampai ke jalan utama. Hari ini Luna berangkat bersama Resti yang diantar oleh Ibu resti ke sekolah.
Guru muda itu berjalan dengan pikiran yang berkecamuk. Beberapa hari belakangan ini jujur saja Runi mulai membuka hatinya dan menaruh harap pada sosok Adrian yang menunjukkan perhatian padanya tapi entah kenapa sekarang hari Runi sedikit tak nyaman melihat kedekatan dan perhatian yang Adrian tunjukkan pada Cassie.
Hiruk pikuk jalanan pagi itu ditemani suara cipratan air sisa hujan semalam. Saat sampai di kafe yang dituju Runi segera menemui penjaganya dan mengambil motor yang disimpan di garasi pemilik kafe yang rumahnya bersebelahan. Sekelebat Runi melihat seorang anak berseragam batik khas milik sekolahnya. Seorang siswi terlihat membawa helm setengah berlari ke arah kanan. Runi yang telah selesai memanasi motornya bergegas menancap gas tapi seorang ibu yang berlari dari arah kiri membuatnya mengerem.
"Maaf Mbak. Maaf," kata orang itu sambil kemudian memanggil nama seseorang.
"HEH DITA KAMU MAU BERANGKAT SAMA SIAPA?"
Runi menoleh, sosok itu dia kenal dengan baik. Dita Mayang, salah satu siswi kelas XII Sosial 1 dan tak jauh dari sana seorang anak laki-laki menggunakan motor 250 cc berwarna merah seolah sedang menunggu.
"Sama, anu Bu."
Runi membunyikan klakson dan melambai pada Dita.
"DITA! Ibu disini," teriak Runi.
Gadis yang membawa helm tadi melongokkan kepalanya.
"Bu, saya gurunya Dita. Kebetulan saya kemarin titip motor di sini, jadi saya ajak dia bareng ke sekolah Bu. Hari ini anak kelas 12 mulai latihan ujian pagi, jadi saya tawarkan biar Dita tidak repot naik angkot."
Ibu-ibu yang tadi marah pada sang anak kini tersenyum pada Runi dan mengatakan terima kasih.
"Oalah Bu, Ya, Terima kasih. Saya kira Dita mau berangkat sama cowok Bu. Kemarin kata tetangga Dita dianter sama cowok di depan gang. Bapaknya uring-uringan Bu, dia kan sudah kelas tiga tapi sekarang sukanya cuma main hape terus."
Dita seolah ragu melangkah mendekat. "Ayo Dita, bareng, Bu kami pamit dulu ya."
Dita akhirnya naik ke boncengan Runi dan ketika sampai di ujung gang dia mengklakson motor merah yang sudah menunggu dan mengkodenya agar lebih maju. Saat sampai di dekat lampu merah Runi memelankan motornya, sengaja menunggu motor merah tadi menyejajarinya. Lino, sosok dibalik helm full face itu membuka sedikit kaca helmnya.
"Udah sana. Lain kali jemput dirumah, jangan di depan gang."
Dua orang itu terkikik dan berterima kasih pada Runi yang sudah menyelamatkan mereka dari amukan ibu Dita. Siswi itu segera berpindah ke boncengan motor Lino. Bagi runi, memiliki cerita cinta saat SMA bukanlah sebuah kesalahan, asal tetap dalam batasan. Siapa yang bisa menolak cinta? Siapa yang bisa menolak rasa yang hadir tanpa dinyana. Cinta bukan hal yang harus dihindari, tapi sebuah hal yang diterima dan dinikmati selama bisa dimiliki. Karena ketika cinta melambai pergi, luka yang perih selalu mengiringi dan hanya akan disembuhkan dengan balutan cinta baru yang tumbuh bersemi.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...