Part 37

315 37 0
                                    


Beberapa mantan murid Runi sejak pagi datang ke rumahnya bergantian, seolah sedang open house saat idul fitri.

Kasus Verona dan penguntitnya sudah terang benderang. Dino, anak laki-laki yang berpura-pura menjadi Dito, kembarannya itu suruhan dari sekolah lain yang memang ingin menjatuhkan reputasi SMA tempat Runi mengajar.

Dino diputus tidak bersalah karena dianggap hanya menjadi alat saja oleh orang yang menyuruhnya.

Runi puas dengan semua cerita tentang masalah-masalah di sekolah yang sudah menemui jalan keluar itu. Walau mereka harus kehilangan Nadine, karena ulah bodoh Rezki yang kini mendekam di balik jeruji besi.

Jeno, Erzan, dan Jun juga tak menyia-nyiakan waktu untuk bertamu ke rumah Runi yang kini sebagian kamarnya di sewa oleh para mahasiswi dari kampus yang lokasinya tak jauh dari rumah itu.

“Jadi selama ini data yang aku kirim ke bunda itu masuk ke tempat om Juna bun. Karena bunda lupa nggak log out akunnya. Mana passwordnya diingatkan lagi disitu.”

“Kok kamu tahu Jen?” tanya Runi terkejut.

Si empunya akun malah tidak sadar jika selama ini email lamanya belum ia log out dari laptop lamanya.

“Om Juna yang bilang bun, dan om Juna jadi ikut nelusurin kenapa bisa mantan pacar bunda Runi bisa meninggal. Dan ya seperti yang Jeno bilang tadi.”

“Kamu keren Jen, makasih ya udah bantuin ibu. Jun, kata kak Cassie, produser kenalan dia mau casting kamu ya?”

Jun mengangguk senang. “Iya Bu, semoga kali ini mimpi Jun bisa tercapai.”

Semua orang disana mengamini. “Kalau kamu Chan?”

“Saya selow aja sih Bunda. Yang penting kuliah, kata papa saya.”

Mereka semua tertawa mendengar gaya bicara santai Erzan.

“Pantes ya, dulu kok bu Runi suka pasang foto yang mirip banget sama Nana. Ternyata itu foto omnya Nana.”

Runi tersenyum. “Iya, mereka mirip banget. Ya mungkin Narendra mirip maminya dan Abimanyu mirip daddynya.”

“Bunda beneran mau pulang lagi ke Solo?” tanya Jeno.

Runi mengangguk. “Bunda udah punya kehidupan baru di sana. Kalian boleh main kapanpun di sana.”

Tiga anak itu mengangguk, seiring dengan suara pintu mobil ditutup.

“Bunda! Ayo,” kata Abimanyu.

Hari itu Abimanyu menawari Runi mengantarnya sampai stasiun.

“Kamu nyetir sendiri?” tanya Erzan.

Mereka membantu Runi memasukkan barangnya dan kemudian berpamitan.

“Bunda! Bunda! Maaf, Abim nggak jadi ikut ya. Mami minta tolong Abim beli mangga. Bunda hati-hati ya!” kata Abim sambil mengatakan sesuatu pada Erzan, Jeno dan Jun.

“Wah, cari mangga? Wah kita harus turutin biar adik lu nggak ileran. Yok kita ke pasar yok.”

Mereka melambaikan tangan dan berboncengan pergi, meninggalkan Runi yang masih melongo karena tiba-tiba ditinggal pergi. Suara klakson menyadarkan Runi.

“Cepetan.”

Kaca itu terbuka dan Runi dapat melihat dengan jelas siapa yang ada dibalik kemudi.

“Dasar Abimanyu ...,” geram Runi.

Di sepanjang perjalanan mereka terdiam, Runi membuka mulut hanya saat sopir itu berbelok ke arah berbeda.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang