Suara klakson terdengar sangat nyaring, truk itu melenggang dengan kecepatan tinggi tanpa bisa menurunkan lajunya. Seorang pemuda berdiri tepat di jalur cepat dalam guyuran hujan itu, berharap hidupnya terhenti karena beban terlalu berat dipundaknya. Tepat di saat itu malaikat tak bersayap menyambarnya, menyelamatkannya. Mereka terjatuh di bahu jalan, teriakan seorang wanita dan anak kecil terdengar begitu memilukan.Di bawah derai hujan, wanita itu berlari dengan memegangi perut buncitnya, meninggalkan sang putri yang menangis ketakutan di pinggir teras rumah mereka. Wanita itu menanyai keadaan sang suami dan orang asing bodoh yang hampir mencelakai belahan jiwanya hanya untuk menyelamatkan nyawa manusia tak berguna itu.Uluran tangan wanita itu membuat pemuda tadi bangkit, pria berkumis yang menolongnya pun juga membantu memapahnya menepi.
“Hidup memang kadang berat, Nak. Tapi yakinlah pada Tuhan, percayalah Tuhan tidak tidur. Semua beban hambaNya akan digantikan dengan bahagia, asalkan kita berpasrah, berserah dan istiqomah dalam ibadah.”
“Saya sudah mengecewakan orang tua saya Pak. Saya sudah membuat malu keluarga.”
Wanita yang sudah berganti baju tadi menyuguhkan secangkir teh panas.
“Mas, setiap orang tua pasti akan sedih jika anaknya berbuat salah. Bukan karena membenci anaknya, tapi karena merasa gagal mendidiknya. Gagal menjadi tauladan yang baik. Bukan berarti walau kecewa, orang tua ingin anaknya mati. Tidak ada orang tua seperti itu.”
“Apa masalahnya kok sampai kamu memutuskan mengakhiri hidup seperti ini?”
“Istri saya selingkuh dan mereka mengakui itu di depan orang tua saya Pak. Anak saya baru umur satu setengah tahun dan yang kedua baru satu bulan. Istri saya menggugat cerai saya Pak. Aib ini tersebar membuat ibu saya sakit.”
Pria paruh baya itu mengelus bahu pemuda tadi.
“Nak, sabar… ikhlaskan… bertahan demi anakmu. Apa jadinya dia jika ayahnya memilih mengakhiri hidup begini? Bunuh diri itu hal yang paling dibenci Allah. Ingat ya, istigfar…”
Gadis kecil yang mengintip di balik jendela terlihat takut-takut. Suara pecahan piring terdengar kemudian….
***
Arjuna terbangun, dia memimpikan hal itu lagi. Kepalanya berdenyut, membuatnya menggumamkan istigfar berkali-kali hingga hatinya tenang kembali. Di sampingnya sosok pemuda tinggi tertidur dengan buku masih di tangannya. Arjuna melirik ke arah jam, pukul sepuluh malam. Di luar terdengar suara kendaraan berhenti dan suara pintu mobil tertutup. Arjuna segera berdiri dan berjalan ke arah pintu.
Narendra bersama sosok lain terlihat berjalan ke arahnya.
“Jun, belum tidur?”
“Baru bangun,” jawab Arjuna singkat.
Wanita bertubuh semampai itu menurunkan proporsi wajahnya pada si bungsu Abimanyu. Tak heran jika dulu Arjuna selalu memuja kecantikan ibu dari anak-anaknya itu, bahkan hingga saat ini, ketika delapan belas tahun hampir berlalu, dia tetap terlihat mempesona dimata Arjuna.
Sebuah pelukan dengan kecupan singkat diterima Juna dan membuat Narendra menyunggingkan senyuman wujud rasa bahagianya karena keinginannya membuat kedua orang tuanya rujuk semakin besar untuk terwujud. Hubungan dua orang itu sempat memburuk dulu, terutama pasca sang ibu pergi dan memilih untuk tinggal di ibu kota. Baru setelah sang nenek meninggal, ayah Narendra itu kembali berhubungan baik dengan ibunya, tentunya dengan sedikit paksaan sang putra.
“Mommy beneran nggak nginep sini?” tanya Narendra.
“Airlangga kesayangan Mommy, kalau mommy nginep sini nanti pacar daddy mu marah.”
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...