Epilog

679 42 13
                                    


Sinar mentari pagi cerah sekali, siluet wanita dengan perut membuncit tergambar dibalik gorden putih. Pria yang baru selesai mandi itu mengamatinya dari dalam kamar. Perlahan dia melangkah, mendekati sang istri. Tangannya memeluk tubuh mungil yang membawa buah cinta mereka itu.

“Ngapain?” tanyanya lembut sembari membenamkan wajahnya di ceruk leher sang istri.

“Itu liat anak-anak lagi mainan.”

Di bawah sana, Narendra menggendong Aira, balita berusia tiga tahun yang kini bersiap menjadi seorang kakak. Sedang Abimanyu menggendong Cedric, adiknya buah cinta Cassandra dan Adrian. Sementara Alila dan Aluna, sibuk dengan si kembar Arka dan Arza putra Alma dan Sena yang baru belajar berjalan.

“Rame banget ya.”

Runi terlihat sangat bahagia, Arjuna tahu betul perasaan sang istri.

“Jadi pemeran utama enak kan?” tanya Juna tanpa memindahkan wajahnya dari posisi semula.

“Ya, tapi aku juga menikmati menjadi cameo dihidup mereka. Anak-anak itu, setidaknya walau porsi peranku tak banyak, tapi sedikit bekal kehidupan bisa aku berikan untuk mereka.”

Arjuna mengelus perut sang istri dan tendangan kecil menyambutnya membuat sang istri sedikit merintih karena terasa sangat kencang.

“Sakit?” tanya Juna.

Runi menggeleng, baginya apapun yang ia rasakan kini adalah kebahagiaan yang udah diimpikannya selama dua puluh enam tahun lamanya. Menikah dengan laki-laki yang sangat dicintainya dan mencintainya membuat Arunika masih tak percaya walau sudah hampir empat tahun lamanya mereka bersama.

“Aku nggak pernah nyangka ternyata kita ditakdirkan bersama.”

Arjuna membalik tubuh istrinya.

“Haruskah aku berterima kasih pada Cassandra karena membuatku bertemu dengan bapak waktu itu? Sehingga aku bisa menemukanmu?”

“Apa mas tahu, waktu itu aku takut. Mas hampir saja tertabarak truk dan semua itu benar-benar mengerikan. Aku baru melihat orang terluka sedalam itu. Makanya waktu kita bertemu lagi, aku sama sekali nggak ngenalin mas. Mas berubah. Sangat berubah.”

Arjuna tersenyum. “Bapak yang menguatkanku, aku selalu ingat wejangan bapak dan lebih mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Aku benar-benar menyesal nggak sempat berterima kasih ke bapak waktu itu karena aku terlanjur nggak sadar. Maafin aku ya Run, waktu kita ketemu lagi aku nggak inget sama kamu.”

Arunika membelai wajah suaminya yang masih tetap tampan diusianya yang menginjak tiga puluh delapan tahun itu.

“Sejak kapan mas mulai sadar kalau mas butuh keberadaanku?”

“Sayang, ini sudah empat tahun kita nikah. Kamu masih aja tanya hal begituan?”

Arunika cemberut karena Arjuna lagi-lagi mengelak mejawab hal itu. Bagi Arjuna rasanya memalukan jika mengakui betapa bucinnya dia pada istrinya dulu.

“Sejak aku lihat betapa gigihnya kamu bantuin Narendra belajar. Aku nemuin semua rekaman itu, rekaman suaramu membacakan semua buku yang dibutuhkan putraku. Setulus itu kamu membantu muridmu. Dan semua hal yang terjadi, seperti saat muridmu sakit dan kamu panik sampai merelakan uang belanjamu untuk membeli obat. Aku melihat semuanya. Sekeras apapun topeng yang aku pakai untuk menghalangi perasaanku tetap saja aku tidak bisa. Walau aku sedikit terlambat menyadarinya. Makanya ketika romo bilang mau jodphin kamu sama Sena aku minta romo untuk membatalkannya dan aku memberanaikan diri untuk meminta ijin romo menikahimu.”

“Jadi, mas yang minta?”

Arjuna mengangguk. “Waktu aku dan Adrian berkelahi dan dia tanya kenapa aku mau nikahi kamu. Aku jujur menjawab kalau aku cinta sama kamu, tapi kamu nggak peduli.”

“Mana ada yang percaya, setiap kali mas deket aku mas bilang mau nyiksa aku.”

Arjuna terkekeh. “Aku terlalu malu untuk bilang aku cinta sama kamu.”

“Galak, judes, mau menang sendiri, nyebelin. Tapi pada akhirnya takluk juga sama bu guru kan?” goda Runi.

“Iya bu guru. Setelah melahirkan kamu bisa ngajar lagi. Aku nggak akan ngelarang kamu buat kerja, asal jangan keseringan rapat sama pengawas sekolah ya.”

Runi terkekeh ketika Juna membawa-bawa Adrian. Berkat bantuan suaminya, Runi dipercaya untuk kembali mengajar di SMA tempatnya bekerja dulu. Baginya menjadi cameo dalam kehidupan pata murid adalah kebahagiaan tersendiri. Arjuna selalu mendukung sang istri melakukan apapun, tanpa membatasi.

Hidup Runi dulu, sudah penuh duka lara dan kini tugasnya sebagai suami adalah membahagiakan sang istri sepenuh hati semaksimal mungkin yang dia bisa.

“Bunda!!! Daddy!!!” teriak Aira dari bawah saat melihat sang ibu dan ayahnya berada di balkon.

“Ya sayang!”

Hari itu mereka berjanji untuk berkumpul merayakan hari ulang tahun sang Romo. Cassandra kini berlabuh pada hati yang tepat, laki-laki yang sudah menjalin cinta dengannya sejak SMP. Lika-liku hidup mereka akhirnya menepi ke dermaga cinta utama. Begitu juga dengan Sena dan Alma, dua dokter berbeda usia itu sempat mengalami penolakan dan tanpa restu walau akhirnya bisa menikah setelah tujuh tahun berjuang mencari restu ayah Sena.

Arjuna menuntun istrinya ke halaman belakang yang menjadi tempat pesta.

“Aduh-aduh bumil, sini-sini,” kata Cassandra sambil menyiapkan kursi untuk Runi.

“Senengnya dimanja ya kalau lagi hamil.”

“Kenapa? Kamu mau hamil lagi?” tanya Cassandra pada Alma.

Alma menggeleng. “Wah, tidak. Terima kasih.”

Runi dan Cassie tertawa mendengar Alma bergidik. Dia harus berjuang melahirkan si kembar di usianya yang sudah tidak muda lagi dan hampir saja merenggut nyawanya.

“Kita berdua ngalah sama Runi, biar dia aja yang nambah terus, dia masih dua puluhan, masih kuat.”

“Mas Juna udah janji kalau ini yang terakhir, habis ini kita fokus sama anak-anak. Lagian, Narendra sama Alila kan sudah besar. Nanti nggak lucu kalau anak mereka seumuran sama adik mereka.”

Obrolan ibu-ibu itu membuat para bapak terkekeh.

“Romo pengen kalian terus rukun seperti ini, kalian berenam anak romo. Semua sama. Mereka semua cucu romo, tanpa romo bedakan sedikitpun. Kalian harus janji, walau besok romo sudah tidak ada lagi. Kalian harus tetap rukun seperti ini. Mengerti?”

Enam orang itu mengangguk dan memeluk pria tua yang selalu memberikan petuah hidup pada mereka. Sosoknya yang terlihat keras dan tegas sejujurnya sangat perhatian dan lemah lembut. Beliau lah cameo yang paling berarti dalam kehidupan enam orang yang kini hidup bahagia itu.

Romo Hutama yang diam-diam memberi bantuan hidup pada Cassandra, Arunika, Adrian dan bahkan Almania selama ini.

Yayasan Hutama, yang didirikannya telah mengambil peran penting di kehidupan pendidikam Arunika, Adrian dan Alma sampai mereka berhasil seperti sekarang.

Cameo memang hanya muncul sekejap dan kadang tak diperhatikan keberadaannya, namun sekalipun hanya sebagai cameo sebisa mungkin berperanlah sebagai protagonis yang membawa arti. Peran kecil yang selintas pergi, walau tak sampai setengah porsi namun usahakan tetap memberi arti dalam setiap sesi.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

Terima kasih untuk dukungannya semua

😁😁😁
🙏🙏🙏

Semoga kisah ini tidak hanya menghibur di waktu luang saja, tapi juga bisa diambil manfaatnya.

Terima kasih untuk

YukiMedia yang sudah mengijinkan kami ikut dalam #writingmarathon kali ini

🙏🙏🙏

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang