Setumpuk dokumen berada di atas meja, beberapa belum disentuhnya. Benda pipih berbentuk segi panjang itu mengeluarkan suara yang cukup membuat fokus Runi terganggu. Dia menggeser tombol hijau di layar dan mengucap salam.
"Assalamu'alaikum. Ada apa Mas?"
"Wa alaikum salam. Sibuk Dek?"
Satu panggilan baru yang terlontar dari bibir manusia disebrang sana membuat sitem kerja pusat syaraf Runi mengalami gagal transmisi yang menyebabkan jantung berdetak lebih cepat menimbulkan efek aneh diperutnya. Kerusakan system itu membuat rasa antara tubuh dan bibir tidak sinkron sehingga bibirnya bergerak-gerak sendiri mengukir senyum yang hilang timbul sejurus dengan pipi memerahnya.
"Dek?" Ulang suara baritone diujung telepon.
"Eng... Nggak kok Mas. Gimana?"
"Aku mau ngajakin kamu makan di luar. Ajak Mbah sama adikmu sekalian, mau?"
"Sekarang?"
"Iya Dek, sekarang."
Runi segera menerima ajakan itu tanpa berpikir panjang, walau setumpuk tugas dan buku keperluan untuk riset makalahnya belum tersentuh di meja. Aluna dan Mbah Uti hanya mengikuti instruksi Runi tanpa tahu sebenarnya mereka mau pergi kemana.
"Itu siapa Luna?" bisik Mbah Uti saat melihat Runi membukakan pintu gerbang.
Aluna ikut mnegintip. "Itu Kak Alila Mbah, sama ayahnya."
Sosok dengan kemeja bermotif kotak-kotak abu-abu biru itu turun dari mobilnya bersama sang putri yang langsung memeluk Runi sembari mengucap salam. Mbah Uti dan Luna saling berpandangan.
"Loh, bukan bapaknya Abim ya?" tanya Mbah Uti.
"Daripada nikah sama Pak Hutama Mbah, mending dapat duda muda kan?"
Mbah Uti menepuk punggung cucu bungsunya itu. "Heh masih kecil, ikut-ikutan saja."
"Lha Simbah yang ngajakin bahas itu kok, malah Luna yang disalahin."
Suara salam menghentikan obrolan nenek dan cucu itu, Adrian dengan santun memberi salam pada Mbah Uti. Memang bukan pertama kalinya mereka bertemu, tapi kali ini interaksi mereka lebih mendalam. Pria itu mengajak keluarga Arunika makan di sebuah resto yang cukup terkenal di daerah jalan kaliurang.
Aluna dan Alila tak henti-hentinya saling bercerita sambil sesekali terkikik sembari melihat gawai. Mbah Uti dan Adrian pun saling mengobrol, sedang Runi mengamati mereka. Sebuah perasaan tak tergambar menyeruak di benaknya. Getar ponsel membuat Runi segera mengarahkan pandangan ke benda pipih berwarna hitam itu. Sebuah pesan dari Cassie menanyakan apakah Adrian sedang mengajaknya keluar dan tanggapan Mbah Uti tentang hal itu. Runi hanya mengiyakan dan akan menceritakannya nanti setelah pulang.
"Siapa?" tanya Adrian.
"Kak Cassie," jawab Runi.
"Oh, nanya kamu dimana?"
Runi mengangguk. "Tanya aja, dia mau makan apa nanti kita bungkusin."
Gadis itu tersenyum dan menuruti perintah Adrian. Malam ini kerlip bintang yang menemani purnama penuh di atas sana, menghempas mendung yang selama seminggu terakhir selalu menggantung di langit. Bak sebuah pertanda jika kelamnya sendu lima tahun ini akan terganti sinar hangat rindu yang perlahan menjadi candu.
Arunika tak lagi dapat menyembunyikan rasa hatinya pada sosok yang sedang duduk di sampingnya. Walau dirinya bukan yang pertama bertahta dikehidupan sang pria, namun sedikit pinta mulai mengangkasa dalam doa, agar diijinkan menjadi pengganti cinta yang lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...