Part 14

242 43 26
                                    

Sinar matahari yang menyengat siang ini membuat beberapa orang di dalam ruangan itu berlomba-lomba menggerakkan tangan yang memegang buku ke arah tubuh mereka. Mata Runi seakan tidak lagi bisa bertahan untuk terbuka. Pembicara pembekalan hari itu mendongeng tentang tips dan trik mendapatkan beasiswa dan penyusunan makalah yang baik dan benar. Runi yang duduk di deretan belakang hampir terjatuh dari kursi karena kantuk yang menyerangnya benar-benar menang telak menguasai tubuh guru itu.

Sebuah jejakan di kaki kursinya membuat Runi terkejut, dia reflek menoleh dan tatapan mengerikan terlihat dari wajah manusia yang duduk dibelakangnya. Runi menelan ludah dan segera memposisikan diri menghadap ke depan. Kantuk yang tadi menyerang kini sudah tunggang langgang melihat sosok dibelakng Runi. Hingga dua jam selanjutnya Runi masih dalam posisi yang sama dengan tangan sesekali bergerak-gerak mencatat di buku.

Sesekali dia mendengar orang dibelakangnya terbatuk dan bersin. Benar yang dikatakan Narendra semalam jika sang ayah memang sedang sakit. Runi merogoh kantong di tasnya dan mengeluarkan kembang gula herbal pelega tenggorokan kemudian diam-diam meletakkannya di atas meja di belakang kursinya tanpa menoleh.

Acara yang dimulai pukul Sembilan pagi itu berakhir pukul dua siang diselingi dengan istirahat makan siang selama setengah jam. Runi mengobrol dengan sesama peserta yang duduk di samping dan depannya, membahas tugas selanjutnya yang diberikan oleh pemateri tadi.

"Saya sudah tua, mau ngetik di laptop saja suka salah pencet malah hilang semua datanya. Tapi bagaimana lagi, yang namanya tugas mewakili instansi ya harus tetap dilaksanakan."

Ibu-ibu di depan Runi bercerita dan ditanggapi oleh rekan yang lain sembari bersiap-siap pulang.

"Bu Arunika, bisa bicara sebentar?"

Runi tak langsung menjawab, tapi si pengajak bicara menyuruhnya mengikutinya ke arah para pemateri yang sedang bercengkrama.

"Pak, ini Bu Arunika yang membuat makalah tentang penanganan siswa berkebutuhan khusus."

Runi disambut dengan baik oleh sang pemateri tadi dan diajak berdiskusi tentang makalahnya yang menarik perhatian panitia. Di salam makalah yang dikerjakannya semalam, dia menceritakan bagaimana caranya membantu muridnya yang disleksia hingga berhasil mengatasi kekurangannya itu.

"Wah, seru sekali ternyata ya membahas hal ini. Lain kali kita sambung ya Bu."

Orang itu kemudian berpamitan dan sosok yang mengajaknya menemui sang pemateri tadi masih di sana sembari menahan kantuk. Entah kenapa Runi ingin sekali membalas perlakuan orang itu padanya tadi pagi. Setelah Pak Mulyadi pergi, Runi segera mendekati kursi yang diincarnya dan menendangnya dengan keras.

Arjuna yang memejamkan matanya sembari terbatuk-batuk berjengit. Runi segera mengambil langkah seribu, berlari keluar ruangan rapat yang bertempat di gedung pertemuan pemda itu. Arjuna yang sedang tidak enak badan dan dikejutkan dengan keisengan Runi tentu saja marah besar dan meneriakkan anam Arunika. Puas rasanya membalas rasa kesal yang tadi disebabkan oleh tendangan Arjuna. Runi segera mengambil motornya di parkiran dan bergegas pulang.

Tapi keisengannya berbuah hal tidak baik. Arjuna menunggu di dekat mobilnya yang terparkir di sebelah pintu gerbang. Runi memperhitungkan kecepatan motornya untuk bisa menghindari orang itu, tapi mobil Pak Mulyadi membuat Runi harus menepikan motornya sejenak agar beliau bisa memutar sebelum keluar dari gerbang. Tangan kekar Arjuna cukup kuat mencengkeram tas Runi dan mengambil kunci motor itu dengan paksa.

"Pak, saya cuma bercanda. Jangan marah. Lagian tadi anda juga melakukan itu."

Arjuna menatap lekat manik mata wanita berhijab navy itu, mata itu bergerak-gerak gelisah bak kelinci yang sudah tertangkap oleh harimau.

CAMEO (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang