Malam itu Runi dan Luna tidur di kamar nenek mereka. Rasa rindu terasa walau baru dua hari mereka berpisah dengan sang nenek yang kini tinggal di rumah budenya. Luna sudah tertidur pulas sedang Runi terbangun karena dia teringat dengan paket yang tempo hari diberikan sekuriti sekolah untuknya. Bunyi pesan masuk terdengar beberapa kali, membuat Runi berhenti dan mengecek ponselnya.
Beberapa pesan Jeno membuat kantuk Runi menghilang. Runi membalasnya dan tak lama nama Jeno muncul di layar ponselnya.
“Assalamualaikum, giman No?”
“Waalaikum salam, Bu dari semua orang yang ada di foto yang Jeno kirim. Mana yang namanya Clark?”
Runi mengecek chat yang ada di ponselnya. “Yang pakai baju biru,” jawab Runi.
“Yang mirip sama Nana?” tanya Jeno.
“Iya, kalau senyum mereka mirip banget.”
“Bu, saya sepertinya sudah menemukan benang merahnya. Dan siapa pelaku pengeroyokan mantan pacar ibu.”
Tangan Runi gemetar, Jeno mengajaknya bertemu besok pagi. Dia akan menceritakan semua penemuannya dan menyambungkannya dengan penemuan Leon.
***
“Kak, apa tidak cukup kakak membuat malu keluarga?”
“Ini semua gara-gara kamu. Coba kamu nggak lahir, papa sama mama nggak perlu repot ngurus kamu. Dan aku nggak perlu nanggung kebutuhan hidupmu!”
“Cassie! Diam! Bagaimana aku bisa melahirkan anak seperti kamu? Bisa-bisanya kamu ngomong kayak gitu ke adikmu! Clark adalah penerus keluarga Lee. Dia anak laki-laki satu-satunya di keluarga ini.”
“Ma, mama berubah sejak ada dia! Kenapa sih lu nggak mati aja?! Kenapa lu harus ada? Gue benci sama lu!”
Sebuah tamparan diterima oleh wanita yang sedang hamil itu. Seorang pemuda menangkap tubuh wanita itu sebelum terjatuh.
“Kamu liat sendiri kan? Gimana mereka memperlakukan aku? Padahal aku yang memberi makan mereka! Aku yang mengorbankan hidupku demi mereka! Tapi mereka tidak tahu diri!”
Pemuda itu mencoba menenangkan si wanita yang menangis di pelukannya.
“Cassie, cukup. Nggak baik buat bayimu.”
“Bawa dia pergi! Aku bisa ngurusin mama dan papa sendiri tanpa bantuan uang harammu.”
Pemuda tadi menatap tajam pada anak remaja berusia empat belas tahun yang mengusir sang kakak dari rumahnya.
Cassie menenggak minuman alkohol favoritnya kemudian menghisap benda berbentuk panjang berwarna putih sebelum mengeluarkan asap dari bibirnya. Bayangan itu masih teringat jelas di benaknya. Penyesalan kini tidak ada artinya, sejujurnya dia sangat merindukan sosok yang diam-diam sangat dia sayangi itu, namun sejak sosok itu pergi perhatian kedua orang tuanya kembali.
Wanita berusia tiga puluh enam tahun itu menyadari mungkin semua ini adalah takdir yang terbaik. Laki-laki berdarah eropa yang tertidur di sampingnya mendengkur membuat wanita itu memilih untuk mengambil botol minumannya dan beralih ke balkon lantai dua rumahnya. Telepon berdering tepat saat Cassie menempatkan bokongnya ke kursi yang dingin terkena angin malam.
“Cass, sudah baikan? Sudah dimakan sayurnya?”
“Udah sayang. Kenapa? Kangen?”
Kekehan terdengar dari ujung telepon. “Jangan gitu, aku udah ada yang punya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...