Rintik gerimis menyisakan isak alam yang mengguyur sedari siang, air menggenang di parit-parit kecil tak kunjung menghilang. Angin berhembus menggoyangkan rambut-rambut pohon yang berair kesegala arah, membuat orang yang berlalu lalang disekitarnya kebasahan."Run, kenapa ronde enak kalau masih panas?"
"Sama halnya dengan kenapa es krim enak kalau dingin."
Netra coklat terang itu bergerak-gerak seolah terkejut dengan jawaban yang keluar dari gadis yang menyeruput ronde di sampingnya.
"Ah, nggak asik."
Gadis itu terkikik. "Iya... iya... emangnya kenapa sayang?"
Kali ini seulas senyum mengganti kurva bibir yang sempat turun itu.
"Soalnya kalau dingin rasanya kayak rindu, pahit, pedes bikin pedih."
Runi meletakkan sendoknya kemudian tertawa. "Kok delay ketawanya?"
"Habisnya, kalau aku nggak ketawa nanti kamu marah lagi."
Kali ini cubitan gemas mendarat di hidung Runi.
"Aku kangen kamu, kangen banget. Makanya aku tahu sepahit apa rasanya rindu."
Runi menyenderkan kepalanya ke bahu laki-laki di sampingnya.
"Baru juga seminggu kamu ke Jakarta. Berlebihan banget sih."
"Ya, gitu deh. Bahkan lucunya keponakanku nggak bisa gantiin gemesinnya kamu."
Runi terbahak dan seketika bertingkah kekanakan.
"Jangan kayak gitu di depan umum, aku nggak mau ada cowok lain yang lihat."
"Possesive banget ih."
"Bodo amat. Aku kangen kamu pokoknya."
Tangan itu merengkuh tubuh mungil Runi, sehangat itu pelukan yang selalu dia rindukan. Ketika mereka bersama, dunia memang hanya milik mereka berdua.
"Aku cemburu lihat kamu sama cowok lain, siapapun itu... jangan pernah pergi, jangan pernah lupain aku. Aku mohon... aku sayang kamu Runi."
Mata itu penuh kelembutan walau kalimat yang mengiringinya terdengar berlebihan dan cenderung mengekang, tapi Runi tak mempermasalahkan itu karena hanya pada laki-laki itulah dia menitipkan cinta dan masa depannya.
***
"Clark!"
Runi terbangun, nafasnya terengah. Ketika dia membuka mata semua kebahagiaan itu sirna. Kenangan yang merasuk ke dalam mimpinya membuat wanita itu menangis sejadi-jadinya.
"Clark, maafin aku. Clark... aku nggak akan pernah bisa lupain kamu."
Runi membuka laci mejanya, foto itu masih tersimpan disana. Foto disaat laki-laki itu melamarnya, bersama dengan kedua orangtuanya, ayah Runi, Aluna, Mbah Uti dan kakak Clark juga dua keponakannya. Hari itu semua sangat bahagia, mereka menyambut kedatangan keluarga Clark dengan senang hati. Saat itu belum ada tanggal pasti penentuan hari pernikahan, hanya pertemuan keluarga untuk menyatakan keseriusan Clark meminang Runi.
"Clark... aku harus gimana?"
Pertanyaan itu seiring dengan derai kepiluan dari matanya. Getar ponsel membuat Runi menyeka buliran tadi dan mengangkat telpon tanpa tahu siapa yang menelponnya.
"Assalamualaikum. Maaf ini tehnya gimana cara buatnya?"
Runi tidak segera menjawab, dia malah kembali menangis. Isakannya semakin keras, membuat si penelpon terdiam sesaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMEO (END)
RomanceArunika, seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SMA. Hari-harinya dipenuhi dengan kisah murid-murid yang beraneka ragam. Dia selalu mengambil peran di dalam setiap cerita muridnya, namun tidak pernah benar-benar menjadi pemeran utama. Cameo, is...